Tuesday, December 22, 2009

AKU@BERHARAP.COM

“Non, habis ini dilulur sama mbok ya”. Pinta si mbok Tini ketika saya hendak masuk ke ruangan dalam untuk facial. Mulanya tidak ada niat untuk urut dan lulur tapi teringat wajah melas si mbok jadi angguk kepala ketika ditawarkan untuk mandi lulur.

Mbok Tini yang berasal dari Salatiga ini berusia 62 tahun namun terlihat lebih muda dari usianya. Apalagi didukung postur tubuhnya yang masih kencang, tegap dan plus urutnya yang mantap. Rupanya sudah sejak muda bergelut dibidang urut mengurut, alhasil turunan ilmu dari orang tua. Si mbok memiliki 6 anak yang tersebar dari Lampung hingga Sentani, Irian Jaya. Hebat ya! Cucunya sudah 15 orang. Hebat…hebat…hebat….

“Non, mbok urut itunya ya…..”, mata saya melotot. “Dijamin mantap deh. Nanti suami suka dan minta terus. Cuman tambah delapan puluh ribuan saja.” Saya geleng kepala tanda tak mau. Hehehe….

“Mbok kasi coba kali ini. Kalau suami suka, lain kali bawa suaminya ke sini. Kenalin teman-teman kantor” Si mbok ngikik lagi. “Sekalian beritau Bos bila Non suka sama urutan Mbok.” Hehehe…. Si Mbok promo habis-habisan dah. Diceritakan bahwa langganannya termasuk para bule yang fasih ‘cas cis cus’ bahasa Inggris. Lha saya juga fasih ‘cap cip cup’ bahasa Indonesia.

Si Mbok beneran buat saya menggeleng kepala dan cekikan selama di urut. Padahal cukup sakit waktu Mbok urut perut saya. Diberitahukan bila kandungan saya turun dan itu terlihat dari turunnya maaf… pantat saya. Hahaha…… tawa saya pecah bergema di ruangan spa. Anak sudah 2 toh… umur 12 dan 11 tahun lagi.

Mpok cekikan juga, “Mbok juga pernah muda ya, Non. Suami pertama Mbok itu polisi. Gagah dan kuat.” Eh em…… mata saya mendelik. Bisa aja si Mbok ini sampai saya lupa menikmati setiap urutannya.

“Tapi jangan pernah punya suami polisi, Non. Kerjaannya cuman MPRITTT!!!” Kaget banget saya dibuatnya karena si Mbok menirukan suara peluit. Lalu kami ngikik bersama karena saya sangat mengerti apa maksudnya dengan ‘priwit’ tersebut.

“Suami mbok yang kedua itu Tani. Biarpun hasil yang didapat lebih sedikit tapi itu hasil kerja keras dan keringatnya sendiri, Non.” Manggut-manggut saya dibuat si mbok. “Cuman suami mbok ini sudah meninggal dunia 2 minggu lalu”, ucapnya dengan wajah sedih sekali.

Mbok Tini bercerita bagaimana suaminya meninggal sehabis mahgrib karena masuk angin dan tidak ada yang kerokin waktu itu. ‘Ridiculous’ buat saya tapi begitulah pandangan dari si Mbok. Suaminya tinggal di Salatiga bersama salah seorang anaknya dan dia ingin sekali dapat cuti sewaktu memperingati 100 hari kepergian suami tercinta.

Diceritakannya pula bila dia mudah sakit sekarang ini bila terkena hujan. Sering masuk angin dan tidak pernah ke dokter. Hanya mengandalkan urutan anaknya dan kerokan uang logam dan minyak angin.

Tanpa sadar saya jadi turut sedih mendengarnya, “Mbok harapan di tahun 2010 nanti apa?” Iseng-iseng bertanya kepada si Mbok.

“Akhhhh… gak ada Non”, sepertinya ada nada keraguan disana.

“Mbok berharap apa nanti di tahun 2010? Masa tidak ada?” tanyaku lagi penasaran.

Ragu dan terdiam sesaat, “ya… Mbok cuman berharap tetap sehat dan tetap boleh bekerja di sini”.

Harapan Mbok Tini sangat sederhana namun mampu menyentuh saya untuk menuliskan pengalaman ini sambil mempromosikan kemahiran urutan Mbok Tini (menaikkan apa yang sudah turun dan membuat suami keenakan…. ^^) tambah lagi saya harus memberitahukan kepada Boss yang adalah seorang teman saya bahwa pelayanan si Mbok mantap, diapun betah kerja dan ingin tetap kerja terus di sana.


Pelajaran moralnya: sekecil apapun orang tersebut, tetap dia memiliki harapan. Se-ringan apapun harapannya, tetaplah itu harapan.

LC yang berharap dapat diurut si mbok Tini lagi di tahun 2010! ^^

No comments: