Tuesday, December 15, 2009

10 HARAPAN '10 - www.berharap.com

Saya telah menjadi seorang guru lebih dari 25 tahun. Hidup dengan gaji yang selalu ngepas. Apa boleh buat, panggilan jiwa saya cuma disitu. Namun pengorbanan yang harus saya relakan sangat besar. Tidak tahan hidup dengan gaji guru, hampir 15 tahun yang lalu, istri saya kabur meninggalkan saya. Kabur dengan membawa satu-satunya anak lelaki yang sangat saya sayang. Hancur hati saya. Kemudian mereka menetap di Kalimantan. Istri saya menikah dengan saudagar kayu yang ekonominya sangat berkecukupan. Tahun lalu, istri saya meninggal karena kanker rahim. Menurut cerita keluarga istri saya, tahun depan anak saya akan menikah. Kalau Tuhan mengijinkan, saya punya satu harapan. Bisa bertemu anak saya, dan sekaligus menjadi wali yang menikahkan dia tahun depan. Tiap malam saya sujud berdoa hanya untuk itu.

Krisnan – Solo (Jawa Tengah)

Sejak selesai SMA, saya merantau ke Jawa. Kuliah sekalian kerja. Dan baru tiap Lebaran saya pulang ke Lampung. Kejadian-nya tahun 2001, menjelang H-3. Di penyebrangan feri Merak – Bakauheni, saya tertimpa malapetaka. Tas saya di jambret. Uang dan HP hilang semua. Saya sedih bukan kepalang. Hampir sejam saya menangis di dekat warung soto. Hari mulai gelap. Tiba-tiba berhenti dekat warung sebuah mobil kijang warna coklat. Turun seorang lelaki kekar berpakaian jawara. Tampangnya sangat seram. Di tangan-nya ia memakai beberapa gelang bahar. Kumisnya tebal. Saya pikir ia akan melakukan sesuatu yang sangat jahat. Ternyata ia sangat ramah, dan bertanya mengapa saya sedih. Sehabis mendengarkan cerita saya. Ia membuka kopiahnya dan mengambil uang 500 ribu rupiah dan diberikan-nya kepada saya untuk ongkos pulang. Saya terharu. Sejak itu setiap Lebaran, saya selalu membawa extra 500 ribu rupiah, dan setiap kali saya mau menyebrang feri dari Merak – Bakauheni, saya selalu mencari beliau. Tidak pernah ketemu. Saya berharap suatu hari Tuhan mau mempertemukan kami lagi. Dan saya diberi kesempatan untuk mengembalikan uang 500 ribu itu.

Dina – Lampung

Kami bukan datang dari keluarga yang berlimpah. Tapi berkecukupan saja. Suami saya pekerja keras, dan mencintai sekali perusahaan-nya. 8 tahun yang silam suami saya meninggal. Terpaksa saya yang harus mengurus perusahaan keluarga. Dalam kesibukan yang luar biasa itu, saya khilaf. Dan kedua putera saya terlibat narkoba. Cukup parah. Sehingga harus berkali-kali masuk rehab centre di Malaysia dan indonesia. Mulanya saya marah bercampur sedih hingga hampir putus asa. Akhirnya saya paksakan mengambil jalan drastis. Perusahaan saya jual, dan waktu saya 100% saya dedikasikan untuk anak dan keluarga. Kami sekeluarga pindah dari Jakarta ke Malang. Hidup sederhana dan tinggal dirumah yang jauh lebih kecil. Saya menemukan kembali kebahagian saya. Harapan saya kini sangat sederhana. Semoga saja anak saya mengerti arti kebahagian baru ini, dan sekeluarga kami menemukan kembali diri kami masing-masing. Bersama-sama menikmati kebahagian kecil yang saya rasakan semakin nyaman dan indah.

Soeryati – Malang

Gw putera sulung di keluarga. Dibawah gw masih ada 2 adik gw, yang semuanya perempuan. Sejak dari SMP, gw selalu berantem sama bokap. Dia kepengen gw meneruskan bisnis keluarga. Gimana dong ? Gw ngak suka banget sama tuh bisnis. Akibatnya gw berantem mulu sama bokap. Dua adik gw sih patuh-patuh aje. Dan mereka nurut aje, disuruh meneruskan bisnis keluarga. Bulan kemaren bokap kena serangan jantung dan dirawat di Singapore. Kadang gw pengen nangis juge, melihat dia tidak berdaya begitu diranjang rumah sakit. Padahal dimata gw, dia adalah lelaki yang paling tegar. Rasanya gw pengen banget meluk dia, dan bilang bahwa gw ‘care’ banget sama dia. Tapi kaki gw selalu berasa berat banget. Dan gw selalu ragu. Semoga Tuhan ngasih kesempatan gw baikan sama bokap. Harapan gw, setelah bokap sembuh gw punya keberanian untuk ‘hug’ dia dan bilang gue ‘care’. Please God help me …….

Michael – Surabaya

Kakak gue, married sama cowok pilihan-nya. Tapi orang tua pada ngak suka. Dan semuanya merestui dengan terpaksa plus setengah hati. Pas married, semua keluarga ngak diundang. Gue sedih banget. Bagusnya kakak gue santai saja, dan gue lihat dia happy banget-banget. Yang gue ngak abis pikir, kok jaman gini hari masih ada orang tua yang picik dan ketinggalan jaman kayak jaman Siti Nurbaya. Harapan gue, semoga mereka cepet sadar. Trus menerima kenyataan. Gue takut nanti pas anaknya lahir, …. kasihan ….. anaknya ngak diaku dan ngak punya kakek dan nenek.

Adelaide – Jakarta Pusat

Berkali-kali aku berbisnis. Namun tidak sekalipun aku beruntung atau mujur. Ada saja malapetaka-nya. Kalau tidak ditipu orang. Rugi melulu karena berbagai hal. Kata ibu-ku, aku tidak berbakat dagang. Tapi naluriku berlawanan dengan nasehat Ibu. Pokoknya aku tidak pernah kapok. Memang usaha dagang aku ini tidak 100% aku yang kelola. Aku sendiri masih bekerja disebuah perusahaan. Barangkali ini kesalahan fatal yang aku perbuat. Idealnya aku harus terjun sendiri. Rencananya tahun depan aku mau buka bisnis baru. Kali berpartner dengan saudaraku sendiri. Semoga bisnis baru aku ini tidak lagi rugi, tapi mendatangkan rejeki dan keuntungan yang berlimpah. Itu harapan aku.

Oman P - Bandung

Hampir 5 tahun berselang setelah Mami meninggal, Bapak menikah lagi. Mulanya kami, semua anak menolak. Dan ngak setuju. Tapi akhirnya demi kebahagian Bapak, kami merestui dan mengikhlaskan juga perkawinan itu. Ibu tiri kami, cukup baik dan bisa menyesuaikan diri dengan keluarga kami. Kami sekeluarga mulai terbiasa dengan kehadiran Ibu tiri dan berpikir tidak semua Ibu tiri itu jahat dan jelek. Tak lama setelah itu, sang Ibu tiri dan Bapak sering ribut. Mereka mudah ribut karena hal apa saja. Kadang Cuma karena hal-hal sepele. Rumah kami menjadi ajang duel. Suara keras dan saling memaki menjadi sarapan sehari-hari. Benda-benda pecah dan berterbangan. Pernah kami sekeluarga rapat dan mendesak Bapak bercerai. Tapi Bapak bersikukuh untuk bertahan. Rumah kami sudah serasa neraka. Kami semua tidak betah di rumah dan lebih sering menghabiskan waktu dirumah. Celakanya, mereka sering pula bertengkar ditengah malam dan membangunkan kami. Kami sekeluarga berharap, agar rumah kami kembali tenang dan damai. Tidak ada keributan dan duel antara Bapak dan sang Ibu tiri. Kami sudah lelah fisik dan batin. Mungkin kami juga berdosa, karena sering mendoakan agar Bapak sadar dan mau bercerai ? Apa boleh buat, kami sangat merindukan rumah yang damai dan tentram.

Putra Sadewo – Samarinda.
Jangan lupa klik www.berharap.com

Aku bertemu dengan dia saat SMA. Barangkali itulah cinta pada saat pandangan pertama. Sejak itu kami berpacaran, dan buat saya – dialah belahan jiwa saya. Cinta sejati saya. Lulus SMA, orang tua minta saya meneruskan sekolah di London. Kami terus pacaran jarak jauh. Selesai kuliah saya kembali ke Jakarta, tetapi orang tua menjodohkan saya dengan gadis pilihan mereka. Mulanya saya sempat kabur dan berencana kawin lari. Namun kekuasaan keluarga yang begitu besar, membuat saya tidak berdaya. Inilah tindakan saya yang paling pengecut. Setelah saya menikah. Tak lama kemudian, pacar saya juga terpaksa menikah dengan orang lain. Untuk melupakan segalanya, saya pura-pura minta kepada keluarga untuk pindah ke Australia. Hati saya tetap saja berontak, dan selalu gelisah. Saya tidak berhasil melupakan dia, dan hidup merana. Perkawinan kami hanya bertahan kurang dari lima tahun. Lalu saya kembali ke Jakarta. Ketika itulah saya mendengar kabar, bahwa bekas pacar saya juga kandas perkawinan-nya, dan sudah bercerai. Ia kini tinggal di Bogor. Kadang malam hari ketika saya susah tidur, saya berdoa dan berharap agar dipertemukan kembali dengan dia. Saya berharap suatu hari kami akan berjodoh kembali. Tekad saya sudah bulat, saya harus mencarinya dan menceritakan perasaan hati saya yang sesungguhnya.

Teddy Setiadi – Jakarta Pusat.
Jangan lupa klik …. berharap.com

Suatu ketika, didekat rumah - saya terlibat kecelakaan motor. Akibatnya satu anak kecil tetangga, meninggal dunia. Tidak terkirakan rasa berdosa dan penyesalan saya. Hingga kini, saya tidak pernah lagi naik motor. Dan tiap hari selalu saja ada waktu-waktu sekian menit, saya ingat kejadian itu. Sudah tidak terhitung lagi berapa malam saya selalu diganggu mimpi buruk, serta sulit tidur. Setelah kejadian itu saya terpaksa merantau ke Jakarta hingga kini. Saya sering sedih dan kangen rumah. Namun setiap kali saya pulang, semua orang menatap saya dengan wajah kebencian yang mendalam. Seolah saya ini pembunuh yang sangat kejam. Orang tua saya semakin tua, dan sering sakit. Sedangkan saya tidak bisa sering pulang dan merawat mereka. Perasaan bersalah saya semakin bertumpuk. Harapan saya orang-orang dikampung mau memaafkan saya. Saya cuma kepengin sering pulang dan menengok orang tua. Itulah doa saya untuk tahun 2010.

Lukman W – Cirebon

Sehabis lulus SMA, saya ikut orang tua yang pindah tugas di Yogyakarta. Saya merasa hidup saya datar-datar saja. Kuliah, main dan pacaran. Lulus kuliah saya langsung bekerja. Dan disanalah saya bertemu dengan calon pasangan saya. Hubungan kami bermula dari sesuatu yang normal-normal saja. Mulanya ia sering mengantar saya pulang dengan motornya. Karena kebetulan rumahnya searah dan tidak jauh dari rumah saya. Lalu berkembang menjadi antar jemput. Kami lalu berteman. Nonton bareng. Makan dan ke mall bersama-sama di akhir pekan. Itu awalnya. Persahabatan kami akhirnya berlanjut menjadi pacaran. Ia orangnya baik dan penuh perhatian. Ibu saya, menganggap pacar saya ini sebagai calon menantu yang ideal. Hingga suatu hari ia melamar saya dan mengajak nikah. Perkawinan kami telah di rencanakan bulan Pebruari 2010, pas hari Valentine. Sebelum menikah saya mengikuti saran Ibu untuk berziarah ke makam nenek di Jakarta. Dari sinilah sebuah mala petaka bermula. Saya bertemu bekas pacar di SMA. Walaupun sudah lebih dari 7 tahun tidak bertemu, saat bertemu kami berdua merasa langsung kesetrum cinta lama. Entah kenapa dengan dia, saya merasakan cinta yang membara, penuh semangat, dan mengebu-gebu seperti meremukan seluruh raga saya. Saya takluk luluh. Tidurpun saya memimpikan dia. Seperti terhipnotis. Dan dia juga mengaku merasakan hal yang sama. Sudah seminggu saya gelisah total. Tidak tahu harus berbuat apa. Tunangan saya di Yogyakarta, tiap hari menelpon minta saya segera balik ke Yogyakarta. Setiap hari saya mengelak dan memberikan macam-macam alasan. Tunangan saya mulai curiga dan mengancam akan menyusul ke Jakarta. Saya super bingung ! Naluri saya semakin kuat agar saya memutuskan rencana perkawinan dan kembali dengan bekas pacar di SMA. Tapi logika saya menolak, dan saya merasa tidak adil untuk meninggalkan tunangan saya begitu saja. Harapan saya, Tuhan mau memberi petunjuk mana yang harus saya pilih. Karena saat ini saya tidak tahu harus berbuat apa.

Savitri Kusumo – Yogyakarta

Rasanya reformasi atau perubahan atau apapun namanya, baru menjadi bendera dan umbul-umbul politik doang. Buat kehidupan kita sehari-hari, masih banyak feodalisme, kesewenangan dan ketidak adilan. Di kampus aku, masih ada dosen yang belagu dan bergaya ‘killer’ kayak jaman bapak dan ibu aku, di tahun 70’an. Rasanya ngak pantes deh. Dosen masih juga ingin berkuasa seperti raja dan pangeran. Masa sih lulus sarjana harus pinter mencium kaki dosen. Bagaimana ini bangsa mau cerdas dan pinter ? Kayaknya dosen kayak gitu harus tobat. Dan sadar, jaman sudah beda. Itu harapan gue. Bertobatlah para dosen diseluruh Indonesia.

Seorang mahasiswa di SOLO, Jateng (nama tidak ditulis, takut dibaca sama dosen)

Saya baru saja bekerja melayani orang miskin. Tiap hari saya melihat begitu banyak penderitaan. Yang sakit, yang kelaparan, dan yang meninggal. Hari-hari pertama saya bekerja, tiap malam saya menangis. Dan nafsu makan saya berkurang drastis. Sehingga berat badan saya ikut mulai turun. Mulanya saya ingin berhenti dan mencari pekerjaan lain. Saya tidak kuat ikut merasakan semua penderitaan itu. Salah seorang senior saya, menasehati saya agar cuek. Karena menurutnya lama-lama kita akan kebal juga. Mati rasa begitu istilah beliau. Nurani saya bertentangan dengan hal itu. Saya tidak ingin kebal, dan saya tidak ingin mati rasa. Justru saya ingin ikut merasakan penderitaan itu semua. Hanya dengan cara itulah, kita bisa melayani sepenuh jiwa raga. Karena kita ikut merasakan penderitaan itu. Beberapa waktu yang lalu, seorang Pastor, memberikan saya beberapa buku tentang Mother Teresa. Cerita tentang perjuangan Mother Teresa yang membuat saya bertahan hingga kini. Setiap hari saya berdoa kepada Tuhan, agar orang-orang miskin ini diberikan harapan yang berlimpah. Agar mereka tidak putus asa. Harapan saya, semoga Tuhan mau memberikan mujizat menjelang akhir tahun 2009, orang-orang miskin diberikan sebuah kegembiraan. Apa-pun bentuknya.

Xavier Laksono – Jakarta Utara

Konon waktu kuliah, saya sempat dijuluki bunga kampus. Tak heran apabila begitu banyak pria yang mengejar-ngejar diri saya. Dosa saya barangkali adalah tidak menanggapi mereka dengan serius. Karena saya saat itu merasa sangat tersanjung dan berada di surga ke tujuh. Usai kuliah, saya dilamar oleh putera salah satu tokoh bisnis terkemuka di kota kami. Orang tua saya merasa bahagia bukan main. Kebetulan juga calon saya, sangat ganteng. Prilakunya juga sangat ramah dan sopan. Pokoknya semua orang mengatakan bahwa kami adalah pasangan yang ideal. Setelah menikah, apa daya, situasinya sangat berbeda. Kami sudah menikah lebih dari 10 tahun dan belum juga dikarunai seorang anak. Hidup saya terasa sangat sepi sekali. Mau bisnis ngak boleh. Mau kerja ngak boleh. Harusnya dirumah saja. Saya sudah memeriksakan diri ke dokter, dan dinyatakan normal. Tetapi suami saya justru ngotot tidak mau periksa ke dokter. Saya mau mengadopsi bayi juga tidak diperbolehkan. Kadang saya ingin menjerit sekuat tenaga. Berteriak sepuas-puasnya melampiaskan kekesalan saya. Saya baru sadar bahwa saya benar-benar diperlakukan seperti burung dalam sangkar emas. Saya ingin sebuah keajaiban ditahun depan. Saya ingin suami saya sadar. Mau berobat atau mau mengijinkan saya mengadopsi anak. Saya ingin hidup saya punya satu cahaya baru.

Anne – Bandung

No comments: