Sunday, May 19, 2013

HANYA ADA SATU RESEP KAYA RAYA





Ibu saya berkali-kali menasehati saya, kata beliau hanya ada satu resep kaya raya. "Hidup hemat !" Bekas bos saya almarhum Bapak MS Kurnia, juga mengatakan hal yang sama. Ibaratnya kita punya dua saku. Saku kanan adalah tempat uang masuk. Saku kiri adalah tempat uang keluar. Selama uang keluar jauh lebih sedikit dengan uang masuk. Kita bakal aman. Ada uang lebih - maka ada kesempatan menabung. Hanya dengan cara ini kita bisa kaya raya. Tidak ada jalan lain. Tidak ada resep lain. Cuma satu ini.

Bill Gates, orang terkaya didunia, pernah membela kebiasaan-nya naik pesawat di kelas ekonomi. Kata beliau, apakah kita duduk dikelas bisnis atau kelas ekonomi, semua penumpang tiba pada saat yang bersama-an. Jadi buat apa menghamburkan uang duduk dikelas bisnis. Begitu kilah Bill Gates. Seorang konglomerat Indonesia, senang sekali memakai baju batik. Ketika saya tanya kenapa, ia berbisik bahwa baju batik itu warna-warni, sehingga tidak mudah kotor. Dan menurut mantu sang konglomerat, mertuanya bisa memakai baju batik itu berkali-kali, sampai ia merasa kotor, dan baru mencucinya. Ia sangat berhemat di ongkos cuci. Beda lagi dengan konglomerat yang satu ini, ia senang punya kantor yang berdesak-desak-an dengan anak dan mantu. Kalau ditanya mengapa, ia selalu menjawab biar akrab. Alasan utamanya, menghemat ongkos. Seorang pengusaha di Surabaya, punya strategi lain, ia menugaskan supirnya untuk selalu menghafal promosi gencar kartu kredit. Ia selalu makan bersama klien hanya direstoran yang memberikan diskon terbesar. Jadi kalau anda bertemu orang kaya raya, dan mereka punya kebiasaan aneh, jangan menuduh mereka pelit. Tapi itu rahasia kaya raya yang sesungguhnya. Hidup hemat dengan berbagai kebiasaan dan disiplin.

Kebalikan-nya banyak teman-teman saya, yang punya komentar, " ..... kenapa yah orang-orang yang mendapatkan uang secara mudah selalu tidak bertahan ?" Uangnya cepat habis. Sehingga ada istilah uang panas. Yang cepat menguap dan hilang begitu saja. Saya kebetulan pernah menemani belanja bersama seorang pejabat di Hongkong, dan dalam hanya 2 jam, sang pejabat menghabisakan uang hampir 500 juta rupiah. Saya sampai garuk-garuk kepala. Sang ajudan berbisik kepada saya, "Habis duitnya datang dengan gampang sih !". Saya cuma meringis. Secara psikologis, kata teman saya yang kebetulan adalah pemerhati gaya hidup, kebanyakan orang yang mencari uang dengan mudah maka mereka juga cenderung untuk menghabiskan uangnya dengan mudah dan boros. Kebalikan-nya orang yang sangat susah mencari uang, yang tahu berkeringat bercampur darah, maka polanya untuk menggunakan uang cenderung hati-hati dan juga sangat hemat. Ini perbedaan yang sebenarnya.

Maka persepsi yang salah banyak juga beredar. Misalnya ada juga sih, teman-teman saya yang punya strategi beda. Kalau mau kaya ? Cari uang sebanyak-banyaknya. Sehingga bisa boros se-enaknya. Demikian motto hidup mereka. Fokus mereka di mencari uang. Dan bukan berhemat menyimpan uang. Strategi ini jelas berbahaya. Sekali saja sumber uang mereka kering. Mereka akan kelabakan tanpa tabungan.

Yang sering bikin kabur adalah persepsi bahwa sukses dan kaya raya itu satu paket. Kata Mpu Peniti - mentor saya - "Sukses itu artinya sangat mahir dalam satu bidang sehingga dapat dikatakan dia-lah jagoan-nya". Betapa banyak atlet olah raga kita yang dulunya sangat berprestasi namun ternyata tidak begitu baik kondisi ekonominya. Demikian juga sejumlah artis dan penyanyi yang sangat terkenal dan sukses, tetapi kondisi ekonominya tidak sesukses karirnya. Tak terhitung juga pelukis dan seniwan yang sangat sukses dalam karirnya, tetapi kehidupan ekonominya tidak secermerlang karirnya. Sukses dan kaya raya, ternyata dua hal yang sangat berbeda. Konsep ini yang semestinya kita dalami. Bahwa anda bisa saja sukses dalam satu bidang - namun bilamana anda tidak kaya raya, jangan anda berkecil hati. Karena memang keduanya butuh cara dan strategi yang sangat berbeda.

Jadi dalam hidup ini - mana yang anda pilih ? Atau mana yang anda harus lakukan terlebih dahulu ? Sukses dulu baru kaya raya ? Atau kaya raya dulu baru anda sukses ? Sejujur-jujur-nya buat saya pribadi, pertanyaan ini tidak pernah hinggap dikepala saya. Pertanyaan ini baru muncul setelah dalam satu kuliah saya, dosen saya bertanya dengan serius dan filsosofis, "Apa gunanya kaya raya ? Dan kenapa kita harus kaya raya ? Apa kaya raya adalah tujuan hidup semua orang ?" Mendengar pertanyaan seperti itu, kami para mahasiswa yang berada di usia idealis, menjawabnya secara idealis pula. Ada yang menjawab secara filosofis, bahwa dengan kaya raya, ia bisa menolong orang banyak. Berbuat amal. Jawaban seorang "Philanthropist". Yang lain menjawab secara politis, bahwa itu adalah cita-cita semua orang. Plus sejumlah jawaban yang berbeda-beda. Tapi tidak ada satu jawaban-pun yang sesuai dengan keinginan dosen saya.

Terus terang kami semua terkejut, ketika sang dosen menjawab pendek : "Praktis !". Dosen saya memberikan argumen, bahwa kekayaan yang berlimpah membuat kita praktis bisa berbuat banyak hal. Bisa menolong orang. Bisa liburan kemana-mana. Dan bisa membeli banyak hal. Apakah kekayaan berlimpah membuat kita berbahagia ? Itu 100% bergantung pada orangnya. Tapi jawaban itulah yang mengubah hidup saya. Saya sampai pada semua persimpangan pemikiran. Bahwa situasi yang paling ideal, adalah kita harus dan wajib sukses menjadi seseorang. Entah itu pengusaha. Artis. Sastrawan. Penulis. Apapun. Dan kesuksesan itu harus bisa kita komersialkan, dan memberikan kita nafkah yang baik. Itu idealnya. Lalu dimana batas sukses itu. Jawaban-nya tidak terbatas. Tergantung pada ketekunan dan kerja keras kita.

Peristiwa ini memberikan saya sebuah kearifan khusus untuk menghadapi kehidupan ini. Mpu Peniti - mentor saya - menasehati saya dengan sebuah perumpama-an. Kata beliau, hidup ini tidak beda dengan makan. Tuhan memberikan pelajaran yang sangat sakral dalam hal bagaimana kita makan. Pertama kata Mpu Peniti, kita jangan malu terhadap rasa lapar kita. Kita juga harus belajar mengerti rasa lapar kita. Artinya dalam hidup ini kita sudah diberikan naluri yang secara alami membentuk cita-cita dan ambisi kita. Orang yang tidak mengerti rasa laparnya, akan makan sebisanya dan sepuasnya. Orang yang tidak mengerti cita-cita dan ambisinya, hanya akan maju terus tanpa rencana, dan berprestasi apa adanya. Kedua, orang yang bijak pasti akan merencanakan apa yang dimakan pagi. Apa yang dimakan siang. Dan apa yang dimakan malam. Ia juga tidak akan seadanya memuaskan rasa laparnya, tetapi makan dengan makanan yang penuh nutrisi dan bergizi. Sehingga apa yang ia makan tidak hanya memuaskan rasa lapar, tetapi memberi manfaat yang maksimal bagi tubuhnya. Orang yang bijak dan paham dengan rencana hidupnya, juga akan demikian. Karir yang ditempuhnya, bukan asal karir, tetapi jalan menuju cita-citanya. Bila tidak maka karirnya akan menguras sekian tahun dari hidupnya dengan percuma.

Ketiga, orang yang bijak tidak akan makan sepuas-puasnya sampai melewati kenyang. Ia tidak akan serakah. Dan menjadi pemuas nafsu lapar semata. Tapi ia akan makan secukupnya. Karena tahu bahwa masih ada makan siang, makan malam dan makan pagi esok hari. Orang yang bijak akan mengerti untuk menabung rasa laparnya untuk yang berikutnya. Ia akan hemat dengan rasa kenyang. Menyisakan-nya untuk berikutnya. Ia akan disiplin menabung. Hal yang sama dengan sukses dan rejeki. Perlu ditabung untuk yang berikutnya.

Bilamana ketiga hal tersebut dijalankan dengan seksama maka makan menjadi sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan. Lapar adalah berkah. Kenyang menjadi kemenangan yang bisa kita kenang setiap saat. Orang yang tidak tahu artinya makan, seringkali malas makan atau makan seadanya. Sehingga makan menjadi masalah yang merembet pada penyakit. Orang yang mengerti makan, tidak akan diperbudak oleh nafsu. Makan boleh jadi bukan semata untuk hidup. Tetapi hidup bisa juga untuk makan. Orang yang mengerti makan akan berdoa sebelum dan sesudah makan, bersyukur atas rejeki yang dihidangkan. Memuaskan rasa lapar hanya ada satu cara yaitu makan. Kaya raya juga hanya ada satu cara yaitu hidup hemat. Tetapi apa yang akan anda makan tergantung dengan selera dan nafsu makan. Sukses anda juga tergantung pada ambisi dan cita-cita anda. Sukses punya banyak jalan. Ini yang harus kita nikmati dalam kehidupan ini. Sukses punya banyak jalan dan kemungkinan.

Sunday, May 05, 2013

GANTUNGLAH CITA-CITA-MU SETINGGI LANGIT


Mpu Peniti, mentor spiritual saya - bertutur, "Dimana-pun kau berada dan dalam usia serta posisi apapun, jangan pernah berpikir bahwa hidupmu gagal, karena sesungguhnya hidup ini merupakan sebuah perlombaan maraton, yang belum selesai. Dan ketika engkau belum menyentuh garis finish, maka masih ada perjuangan dan masih ada harapan". Ucapan beliau pada saya ini, selalu menjadi pelita yang menerangi hidup saya setiapa kali saya menemukan ganjalan hidup.

Dan bahwa hidup ini adalah sebuah maraton, terasa seringkali benar adanya. Layaknya sebuah maraton, kita memerlukan persiapan sangat banyak. Mulai dari rencana hingga latihan. Rencana hidup adalah sesuatu yang seringkali terabaikan dan tidak pernah kita pikirkan. Sebuah titik awal yang penting tapi entah kenapa tidak pernah menjadi prioritas. Teman saya seorang pendidik, punya pengamatan yang menggelitik. Kata beliau, "ketika kita mulai sekolah - orang yang lebih tua selalu bertanya, apa cita-cita kita ?". Pertanyaan ini klasik. Maksud-nya baik, yaitu memotivasi kita agar punya cita-cita tinggi. Seperti pameo, gantunglah cita-cita-mu setinggi langit. Lalu saat belia itu, kita biasanya menjawab dengan 2 jawaban populer, menjadi dokter, atau insinyur. Selebihnya kita ada juga jawaban yang lebih bergengsi seperti pilot atau presiden. Percaya atau tidak itu cuma jawaban kebiasaan. Yang terlontar tanpa pikir panjang. Karena memang kita dituntut menjawab seperti itu. Nah, teman saya bertanya, berapa teman sekolah saya yang akhirnya benar-benar menjadi dokter dan insinyur ? Saya hitung-hitung ternyata kurang dari 10%. Saya jadi ikut terbahak.

Lanjut teman saya, ketika masuk sekolah dan belajar disekolah, barangkali kita sudah melupakan cita-cita kita. Pelajaran sekolah yang begitu banyak, hanya bertujuan satu. Yaitu agar kita berhasil memenuhi target kurikulum dan punya angka ulangan yang bagus, dan naik kelas. Pengalaman saya sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama, hanya membuat kita lelah, berusaha mengisi otak kita dengan macam-macam pengetahuan. Tapi tidak ada satu-pun yang punya peta jelas, untuk mempersiapkan masa depan kita. Sekolah saat itu, tidak membuat kita punya perasaan penasaran, menjadikan kita manusia yang kreatif, dan mendidik kita menjadi manusia mandiri yang inovatif. Sekolah hanya menjadi sebuah kegiatan membaca, menulis, menghafal dan lulus ujian.

Yang sangat parah, adalah ketika kita masuk sekolah lanjutan atas. Setelah setahun kita sekolah, tiba-tiba masa depan kita mendapat vonis kematian. Kalau angka anda di subyek tertentu, seperti fisika, matematik, dan beberapa ilmu pasti nilainya kurang, maka anda dijuruskan masuk bagian sosial budaya. Hanya yang angkanya bagus di subyek itu yang akan dijuruskan masuk bagian pasti alam, alias pas-pal. Begitu dijaman saya. Dan stigma yang terjadi dijaman sekolah saya, adalah sebuah pengkotak-kan yang sangat keji. Pertama anak-anak jurusan pas-pal itu pandai dan cerdas. Anak-anak yang masuk jurusan sos-bud dianggap lebih bodoh dan kurang berbakat. Kedua selalu saja, cewe-cewe yang lebih cantik ada di jurusan sos-bud. Cewe di pas-pal selalu kurang cantik. Tanpa sengaja, kita dibentuk persepsinya bahwa yang cantik itu lebih malas dan lebih bodoh. Ketiga dan ini yang mematikan, dijaman saya kalau anda dari jurusan sos-bud anda tidak akan bisa mendaftar ke jurusan dokter dan insinyur. Artinya nasib dan masa depan anda sudah diputusakan oleh sekolah, sebelum anda berumur 17 tahun. Sebuah praktek yang sangat kejam dan keji bukan ?

Teman saya sang pendidik, bertanya saya masuk jurusan apa ? Sambil senyum saya menjawab pas-pal. Dia ikut terbahak. Saya sendiri punya pengalaman yang sangat unik ketika lulus SMA. Terus terang saya bingung mau melanjutkan jurusan apa setelah SMA ? Kebetulan ayah saya, punya kenalan yang punya pemikiran sangat moderen dan terbuka. Lalu saya berdiskusi dengan teman ayah saya itu. Awal diskusi kami, dia bertanya saya punya cita-cita apa ? Terus terang saat itu saya sempat bengong dan kehabisan kata-kata. Pikiran saya kosong. Dan saya baru menyadari bahwa saya bukan saja butuh jawaban, tapi saya butuh kepastian. Saya mau jadi apa ? Terus terang saya tidak tahu apa jawaban-nya. Nol kosong.

Lalu teman ayah saya berkisah. Ceritanya sangat seru tentang Al Capone. Bagaimana boss gangster ini menghindari hukum sekian lama. Lalu tertangkap dan dipenjarakan karena kasus pajak. Maka pelajaran yang paling menarik yang dikisahkan oleh teman ayah saya, bahwa dunia ini dikuasai oleh 2 golongan manusia. Pertama adalah mereka yang mengerti uang. Dan kedua adalah mereka yang mengerti hukum. Di negara-negara maju, yang berkuasa adalah ahli keuangan dan para akuntan. Baru kemudian diurutan kedua adalah pengacara. Di Indonesia awalnya akan terbalik. Para pengacara yang mengerti hukum akan lebih dulu berkuasa dan sangat kaya raya. Kedua baru ahli keuangan dan para akuntan. Tapi nanti kalau hukum di Indonesia sangat maju, situasi akan terbalik dan ahli keuangan akan lebih kaya raya dibanding pengacara. Begitu ramalan teman ayah saya. Dan kalau saya timbang-timbang, terasa sangat benar dan di Indonesia saat ini pengacara lebih kaya raya dibanding ahli keuangan.

Terbuai oleh cerita teman ayah saya, maka saya memutuskan untuk kuliah akuntansi dan per-bank-an. Padahal awalnya saya kepingin jadi sastrawan. Teman ayah saya, menasehati agar saya terus menulis dan menjadi penulis yang baik. Menulis bisa juga sebagai hobby yang serius. Akhirnya nasehat itu yang saya jalankan dan memang berhasil. Usai selesai kuliah akuntansi dan per-bank-an, suatu hari dosen hukum saya, bercerita tentang rahasia keberhasilan seorang pengacara. Kata beliau, seorang pengacara hanya akan bisa sukses besar, apabila ia tahu rahasia kemahiran menjual. Karena setiap kali ia berada dipengadilan, maka hal terpenting yang selalu ia lakukan adalah menjual sesuatu yang abstrak, yaitu ide ! Entah itu ide untuk membela klien-nya atau ide untuk menyerang lawan musuhnya. Seseorang yang mahir menjual tidak akan pernah kelaparan seumur hidupnya. Maka sehabis kuliah akutansi per-bank-an, saya memutuskan menyambung kuliah pemasaran. Semata saya ingin punya kemahiran menjual. Hasilnya memang manjur mujarab bukan kepalang. Peristiwa inilah yang menyelamatkan masa depan saya. Dan membentuk peta perjalanan karir saya selanjutnya.

Lalu anda bertanya, apakah ini artinya kita tidak boleh bercita-cita menjadi dokter ? Atau insinyur ? Tentu saja boleh. Namun menjadi dokter terkenal dan insinyur terkenal tidaklah mudah. Anda butuh bakat luar biasa. Tambahan kerja keras yang luar biasa. Bila tidak, anda cuma akan jadi dokter biasa biasa saja dan insinyur biasa biasa saja. Bukan berarti saya sinis atau kejam, namun kita perlu menjadi seorang optimis yang cerdas. Tahu berhitung untuk masa depan kita.

Nah, andaikata anda sudah terperosok selesai kuliah, lalu apapun jenis pekerjaan anda saat ini, apakah anda masih punya masa depan dan harapan ? Tentu saja masih ! Karena ingat hidup ini adalah sebuah maraton yang panjang dan belum selesai pula. Lalu langkah apa yang anda harus lakukan ? Mpu Peniti, menasehati pada saya, bahwa nasib hidup kita berubah menjadi baik, bukan semata karena kesempatan yang datang dan diberikan kepada kita. Melainkan lebih kepada perubahan apa yang ingin kita lakukan untuk mengubah nasib kita.

Ada orang yang bertubi-tubi mendapatkan kesempatan, namun selalu gagal memanfaatkan kesempatan itu. Nasibnya tidak pernah berubah. Tetapi ada orang yang tidak beruntung untuk mendapatkan kesempatan, tetapi punya tekad dan niat, dan melakukan perubahan. Maka akhirnya nasibnya ikut berubah. Kehidupannya ikut berubah. Niat, tekad dan keberanian berubah, adalah kunci yang dimaksud Mpu Peniti. Cita-cita cuma kompas dan peta perjalanan. Upaya menuju tujuan itu adalah ukuran keberhasilan yang nantinya akan menentukan prestasi kita dalam menempuh maraton kehidupan ini.