Monday, April 14, 2014

MUNGKINKAH PARTAI ISLAM MEMBENTUK KAOLISI 2014 ?


Ini fenomena politik yang paling menarik. Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbanyak di-dunia. Namun dalam 4 pemilu sejak 1999, suara mereka yang disalurkan lewat partai berafiliasi Islam tidak pernah dominan diatas 50%. Tahun 1999, 4 partai berafiliasi Islam seperti PKB,PPP,PAN dan PBB meraih 32,38% suara. Tahun 2004, masuk PKS meramaikan panggung politik, dan perolehan suara tidak naik banyak hanya 35,12 %. Padahal jumlah partai politik peserta pemilu tahun 1999 ada 48 partai, dan tahun 2004 menciut menjadi separuhnya hanya 24 partai. Pada masa itu tidak terjadi efek luberan. Jumlah perolehan suara tidak bergeser banyak.

Tahun 2009, partai peserta pemilu kembali melonjak menjadi 44 partai, suara partai terafilliasi Islam memang turun drastis ke 25,94%. Tapi tahun 2014 dengan hanya 12 partai peserta pemilu, suara yang diperoleh hanya 31,78%. Lebih kecil dari pemilu tahun 1999 dan 2004. Matematikanya tidak menggairahkan. Hanya berkisar di 30% saja. Padahal hitungan sejumlah teman, harusnya tahun 2014, partai teraffiliasi Islam bisa menggelembung diatas 40% atau malah mendekati 50%. Mestinya begitu.

Lalu apa yang salah ? Politik di Indonesia memang masih didominasi oleh tokoh pimpinan partai. Ajaran, filosofi dan program partai datang nomer tiga dan nomer empat. Jadi rakyat dan pemilih masih melihat siapa tokohnya. Bukan organisasinya. Selama 15 tahun terakhir ini, memang partai teraffiliasi Islam, gagal menghadirkan tokoh kharismatik yang disukai dan di-idolakan oleh pemilih. Sejumlah perseteruan, didalam tubuh partai dan berbagai kasus korupsi yang ramai diberitakan media, juga merusak citra mereka sedikit banyak. Walaupun demikian kemerosotan suara tidaklah berarti. Mereka tetap berkisar di 30 persen selama 15 tahun. Artinya pemilih yang beragama Islam yang sangat konservatif akan tetap memilih partai teraffiliasi Islam, tanpa peduli apa-pun yang terjadi.

Melihat situasi yang unik ini, mestinya para partai teraffiliasi Islam, sadar dan merapatkan barisan bersama untuk membentuk koalisi Islam Indonesia. Koalisi ini belum pernah terjadi. Seorang teman bercerita bahwa koalisi ini hampir tak mungkin terjadi. Pertama karena terlalu banyak agenda dan tujuan-tujuan yang sangat berbeda. Sukar dijadikan satu dan membuat semua akur bersama. Disamping itu rasa percaya mereka diantara sesama juga belum terbukti. Dan ketiga mereka tidak punya tokoh yang bisa mempersatukan mereka bersama. Tokoh besar mirip raja Tiongkok yang bisa menjadi pemersatu.

Tetapi situasi politik berubah haluan dengan sangat cepat. Situasi tahun 2014, sudah sangat berbeda. Pertama apabila Jokowi menjadi Presiden, kemungkinan akan memutus sebuah generasi politik. Karena semua karir politikus pasca reformasi 1998 semuanya akan berakhir. Partai-partai politik di tahun 2019, harus menghadirkan tokoh muda baru, yang mampu melesat dalam 5 tahun dan menjadi meteor tokoh pimpinan nasional. Ini tantangan yang sangat sulit. Apabila tidak muncul tokoh nasional ini, maka kemungkinan Jokowi akan menjadi presiden 2 periode alias 10 tahun. Mampukah kita dalam 10 tahun mencari jagoan baru ?

Kedua apabila Jokowi kalah dengan Prabowo, dan Prabowo menjadi Presiden, maka situasinya juga akan mirip. Kemungkinan Prabowo akan jadi Presiden 2 kali alias 10 tahun. Tantangan kita akan tetap sama. Mampukah kita mencari tokoh pemimpin nasional baru dalam 10 tahun itu ?
Melihat kalkulasi yang menarik ini, maka saya berhitung bahwa koalisi Islam bakal menjadi kuda hitam 2014. Andaikata mereka mampu merapatkan barisan, rela mengesampingkan semua agenda dan tujuan golongan, dan mendapatkan seorang tokoh Nasional yang dapat dipercaya rakyat, bukan alasan tokoh tersebut menjadi Presiden 2014 Indonesia yang baru. Mereka punya peluang jadi kuda hitam 2014 dalam 3 bulan mendatang.

Memang kemungkinan-nya sangatlah kecil sekali. Membuang jauh-jauh semua ego masing-masing sangatlah sulit. Tetapi koalisi Islam saat ini, bukan didasari sebuah peluang semata. Menurut saya, lebih kepada alasan bertahan hidup. Bahwa partai terafiliasi Islam bisa saja suaranya jatuh dibawah 25% seperti ditahun 2009. Alasan klasik bahwa bersatu itu teguh dan menjadi sangat kuat, terasa menjadi kiat dan kebutuhan untuk tetap hidup dan bertahan. Juga menjadi sebuah peluang bahwa partai terafiliasi Islam bisa berjaya dan berprestasi terhadap kejayaan Indonesia.

Indonesia saat ini mencari tokoh Satrio Piningit, sesuai ramalan Joyoboyo. Sebagian orang sudah memutusakan siapa yang menjadi tokoh ini. Saya lebih memilih punya pemikiran terbuka. Berdoa bahwa dalam 3 bulan mendatang, tokoh ini memang akan muncul dan membawa Indonesia ke pentas kejayaan. Dan dalam semangat pemikiran yang terbuka, koalisi Islam barangkali merupakan sebuah hitungan peluang tersendiri. Kita patut meliriknya dan memikir-kan-nya.


Saturday, March 22, 2014

GUE MAU PRESIDEN YANG NGERTI PRIORITAS


Seorang pasien kanker paru-paru telah diberi vonis hidup hanya tinggal 3 bulan. Badan-nya sangat kurus. Selalu kelihatan letih dan lemas tidak bertenaga. Kebetulan sekali, keluarga memutuskan agar pasien berobat kepada dokter lain. Karena dokter yang lama tidak menunjukan kemajuan berarti. Dokter yang baru, tiba-tiba curiga karena melihat istrinya sang pasien juga kurus. Ia punya naluri dan memberikan tes kepada pasien dan istrinya. Ternyata kedua-nya mengidap penyakit TBC. Dokter lalu menyusun strategi prioritas. Dan ia mengambil keputusan untuk menangani penyakit TBC-nya baru kemudian kanker-nya. Awalnya keluarga sangat keberatan dengan usulan ini. Setelah dijelaskan panjang lebar, akhirnya seluruh keluarga setuju. Strategi dokter  yang menyusun prioritas pengibatan berhasil dengan baik. Pasien menjadi lebih gemuk. Bertenaga hingga mampu bertahan hidup hampir 2 tahun. Strategi prioritas boleh saja kelihatan sangat sederhana tetapi seringkali menjadi kunci sukses.

Teman saya, belum lama ini menggerutu. Marah dan mencaci maki. Menurutnya, kita - Indonesia ibaratnya diberikan kesempatan kedua pada tahun 1998. Sebuah era reformasi. Untuk memulai sesuatu yang baru dan kesempatan untuk menata masa depan bangsa dan negara Indonesia. Tetapi semua presiden sejak tahun 1999 hingga 2014, tidak ada satu-pun yang secara gamblang mengemuka-kan prioritas dan rencana mereka untuk Indonesia. Akibatnya kita tidak punya sesuatu yang bisa dibanggakan. Begitu kilah teman saya. Prestasi olah raga kita merosot. Korupsi meraja lela. Ekonomi berjalan dengan auto pilot. Kerusakan lingkungan semakin parah. Dan 15 tahun telah terbuang dengan percuma. Teman saya bertekad akan golput, apabila ia tidak menemukan satu calon presiden-pun yang punya rencana. Yang secara kritis bisa bercerita apa prioritas yang dimilikinya untuk memajukan Indonesia ke dimensi berikutnya.

Hidup, karir dan bisnis anda memang sangat memerlukan prioritas. Karena prioritas adalah strategi yang sangat kritikal. Teman yang lain bercerita bagaimana ia mengabaikan prioritas dan memiliki sejumlah penyesalan. Hampir 20 tahun yang lalu - karirnya sedang menanjak tajam. Ia saat itu sudah berkeluarga dan punya 3 anak yang masih kecil-kecil. Ia salah memilih prioritas. Ia memilih karirnya. Ia bekerja seperti orang gila. Hampir tiap minggu ia keluar kota. Tanpa ia sadar waktu berlalu dengan cepat. Anaknya semua sudah remaja. Ia kini punya banyak uang dan ingin menghabiskan waktu bersama anak-anaknya. Namun terlambat, sang anak telah memiliki dunia yang berbeda. Punya teman dan pacar. Ia ditinggal. Dan 2 tahun yang lalu, istrinya meninggal. Ia seringkali merasa kesepian. Ini akibatnya, apabila  kita salah memilih prioritas seringkali kita kehilangan sejumlah kesempatan. Kita juga seringkali kehilangan dan ketinggalan waktu. Prioritas seringkali menjadi penentu.

Matematika Prioritas itu sederhana. Pertama sumber daya kita terbatas. Misalnya saja waktu. Kita hanya punya 24 jam sehari. Kebanyakan dari kita juga punya uang atau modal yang sangat terbatas. Kedua hidup ini semua bergantungan pada pilihan. Mau makan apa ? Mau pake baju apa ? Mau naik kendaraan apa ke kantor ? Semuanya pilihan. Tiap pilihan punya resiko masing-masing. Bilamana ingin sukses dalam hidup, kita harus memilih dengan akurat dan tepat. Prioritas adalah ilmunya !

Lalu bagaimana kita melatih diri agar mahir menggunakan Prioritas. Strateginya adalah keseimbangan antara sumber daya dengan pilihan peluang. Dalam bisnis misalnya anda harus menghitung cash-flow keuangan anda dengan sangat rinci. Dan memiliki proyeksi dalam waktu minimal 6 bulan mendatang. Sehingga anda tau apa yang mesti dihemat, dan kapan harus berhemat. Serta kalau ada kelebihan dana, anda akan tau kapan dan berapa banyak. Bilamana anda ingin melakukan pengembangan usaha dan melakukan investasi. Anda tau kapan dan bisa berapa banyak ? Saya menyebutnya sebagai peta sumber daya. Peta kedua yang anda harus buat adalah peta peluang. Anda menghitung antara resiko dan jumlah investasi. Serta hasilnya. Dengan kedua peta ini anda akan paham dan bijak untuk berhemat dan melakukan investasi. Situasi bila anda praktek-kan dengan seksama hasilnya akan luar bias, karena anda akan menikmati sebuah sukses yang berkesinambungan. Ini adalah skema sukses yang mengandalkan prioritas.

Prioritas yang tepat cenderung menciptakan efek domino yang saling menunjang. Hal ini sering terjadi didalam bisnis yang berhubungan dengan tekhnologi. Seringkali kita membeli sesuatu tekhnologi yang jauh lebih murah, tetapi dalam 5-6 tahun berikutnya, tekhnologi itu menjadi usang dan kita harus mengganti sistim dan memerlukan investasi yang lebih mahal. Padahal apabila kita memprioritaskan tekhnologi yang lebih mahal, seringkali dalam 5-6 tahun berikutnya, teknologi itu menjadi sangat populer dan biaya investasi kita menjadi lebih ekonomis dan murah.

Andaikata anda baru saja lulus kuliah, maka anda bertanya perusahaan apa ? Yang saya harus prioritaskan ? Kebanyakan orang memilih perusahaan besar yang sangat bonafide. Pilihan populer. Namun anda harus menganalisa sumber daya anda. Karena kalau diperusahaan besar, saingan dan kompetisi-nya juga sangat hebat. Kalau sumber daya anda bukan yang terbaik, maka anda cenderung ketinggalan dan sangat sulit untuk bersaing. Tetapi mem-prioritas-kan perusahaan yang ukuran-nya sedang, namun sangat agresif dan sedang berkembang pesat, seringkali menjadi prioritas terbaik. Kesempatan anda jauh lebih baik, dan kecepatan anda mendaki karir lebih terjamin.

Sejak kuliah hingga menjadi entrepener, prioritas adalah strategi utama saya dalam kehidupan. Saya menerapkannya dalam banyak hal. Tapi yang paling terutama adalah dalam manajemen waktu. Karena waktu adalah sumber daya kita yang paling utama. Sukses dengan prioritas waktu, akan membuat waktu berpihak kepada kita. Kita tidak akan lagi kehilangan waktu dengan percuma. Kita akan lebih efektif dan produktif menggunakan waktu. Dan indahnya adalah selalu akan ada waktu. Tidak mudah memang. Dan tidak selalu tepat dan sempurna, tetapi saya mempelajari prioritas terus menerus. Apa yang kita prioritaskan seringkali menjadi pengalaman terbaik dan sukses kehidupan. Itu pengalaman saya.

Kata mentor spiritual saya, Mpu Peniti, prioritas mengasah diri kita agar disiplin juga untuk memilih apa yang kita hendaki dalam hidup ini. Hal ini penting. Seringkali karena kita tidak tahu apa yang kita inginkan, maka kita seringkali memprioritaskan yang tidak perlu. Membuang waktu dengan sangat percuma, karena kita mengejar sesuatu yang tidak penting, akhirnya kita boros dengan waktu dan enerji. Hidup ini penuh dengan hasrat, keinginan dan cita-cita. Semuanya semakin buruk karena kita memiliki ambisi dan nafsu. Bila semuanya diaduk menjadi satu, seperti sebuah bola yang terdiri dari benang-benang yang kusut. Mengurai benang kusut itu dengan prioritas yang benar, akan seperti membuka jalan bagi kita. Kata Mpu Peniti, barangkali awalnya kita hanya membuat sukses yang kecil. Namun seperti sebuah sinetron sukses itu menjadi sebuah serial sukses. Prioritas menjadi kompas dan radar untuk menemukan sukses yang lebih besar. Demikian seterusnya . Satu sukses mendahului sukses berikutnya.

Saya percaya hal itu karena saya mengalaminya sendiri. Ketika saya selesai kuliah, saya bertekad untuk tidak ingin menjadi seorang "yang hanya rata-rata saja". Saat itu teman saya menertawakan saya. Tetapi saya tidak peduli. Saya menyusun rencana. Saya punya strategi prioritas. Dan ternyata bisa berjalan dengan sangat baik. Uniknya prioritas, mengasah naluri saya lebih tajam. Membuat saya lebih ulet dan tekun. Tidak mudah menyerah. Lebih sabar. Punya semangat juang yang tidak pernah habis. Prioritas tidak lagi menjadi mainan sederhana. Tetapi sebuah alat kreatif buat sukses kehidupan.


Jadi benar juga kata teman saya, buat apa pilih calon presiden yang tidak punya dan tidak tahu membuat prioritas. Nasib negeri dan bangsa ini perlu rencana dan prioritas. Kita tidak bisa lagi punya calon presiden yang untung-untungan. Yang semuanya, "lihat saja nanti". Dan prioritas kita adalah punya presiden yang bisa membuat prioritas bagi Indonesia. Kita tidak mau lagi kehilangan waktu dan kesempatan.

Monday, February 17, 2014

MACET ITU MAHAL SEKALI !




Prediksi Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA), kerugian ekonomi akibat kemacetan di DKI Jakarta ditahun 2020 akan mencapai Rp 65 triliun, bilamana tidak ada solusi tuntas. Angka kerugian itu didapat dari hasil penelitian dengan cara menghitung kerugian karena aktivitas ekonomi yang terhambat atau bahkan lumpuh akibat kemacetan di Jakarta. Hasil penelitian itu disampaikan Hajime Higuchi, perwakilan JICA Indonesia Office, dalam acara ”Workshop on Quick and Tangible Resolution to Mitigate Traffic Congestion in the Jabodetabek Area”, di Jakarta, Rabu - 15 Mei 2013. Khusus tahun 2012 saja kerugian diperkirakan mencapai Rp12,8 triliun.

Teman saya punya definisi khusus soal lalu lintas Jakarta. Jauh dekat = 30 menit. Lumayan Macet = 60 menit. Dan Sangat Macet > 90 menit. Tapi itu realita Jakarta saat ini. Kota yang berpenduduk 12-14 juta orang ini, konon berdasarkan data yang ada, di Jakarta saat ini terdapat 17,1 juta perjalanan setiap harinya dan dilayani oleh 5,7 juta unit kendaraan bermotor dengan pertumbuhan 9 persen per tahunnya.  Ironisnya, 56 persen perjalanan dilayani oleh angkutan umum yang berjumlah 86.435 unit atau 1,8 persen. Sedangkan 98,2 persen sisanya menggunakan kendaraan pribadi yang melayani 44 persen perjalanan. Ini baru satu faktor biang keladi kemacetan.

Itu sebabnya Jakarta membuat proyek angkutan umum berkecepatan tinggi yang bebas hambatan. Proyek ini disebut Mass Rapid Transport alias MRT. Tujuan proyek MRT ini, bertujuan untuk mengurangi perjalanan dengan kendaraan pribadi. Andaikata ada angkutan umum yang bagus dan nyaman, diharapkan konsumen akan tidak menggunakan kendaran pribadi dan pindah ke angkutan umum. Itu asumsinya. Proyek  MRT Jakarta ini baru memasuki tahap satu. Proyek ini menyerap biaya sekitar Rp 20 triliun yang merupakan pinjaman dari lembaga keuangan Japan International Cooperation Agency (JICA) yang dicicil selama sekitar 40 tahun. Total panjang jalur MRT Jakarta tahap satu nantinya sekitar 16 kilometer dengan jalur layang sekitar 10 kilometer, dan jalur bawah tanah sekitar 6 kilometer . Baru akan kelar tahun 2018. Dengan MRT tahap pertama ini, jangan dikira Jakarta akan bebas macet.

Membuat sebuah sistim angkutan umum yang berkecepatan tinggi yang bebas hambatan, bukanlah sesuatu hal yang mudah. Hongkong dengan proyek MTR-nya itu dimulai tahun 1975. Sedangkan Singapore memulainya tahun 1983, dan masih berjalan hingga kini. Dan MRT di Bangkok beroperasi mulai tahun 2004 dan masih dibangun hingga saat ini. Proyek MTR Hongkong memiliki jalur sepanjang  218.2 km dengan 152 statsiun. Bandingkan dengan proyek MRT Singapore yang punya jalur 153,2km dengan dilengkapi 106 statsiun. Bangkok kini memiliki jalur sepanjang 27 km dengan 18 statsiun selama 10 tahun.
Berdasarkan perhitungan ini proyek MRT Jakarta rata-rata setahun akan membangun 3 km jalur kereta, dan mirip dengan Bangkok. Dan Bangkok kini melayani kurang lebih diatas 250.000 penumpang sehari. Bandingkan dengan Singapura yang melayani hampir 3 juta konsumen perhari. Padahal populasi Hongkong berkisar 7,2 juta orang, Bangkok 6,5 juta orang dan Singapura 5,5 juta orang.

Melihat perbandingan ketiga kota tersebut, perhitungannya dengan 16km proyek MRT Jakarta, maka konsumen yang bisa dilayani tiap hari paling akan berjumlah dibawa 300.000 konsumen atau malah kurang dibawahnya. Artinya dengan proyek MRT itu Jakarta belum tentu akan terbebas macet. Dibutuhkan kombinasi solusi yang lebih lengkap dan terpadu.

Biang keladi kedua jauh lebih kompleks lagi. Yaitu tempat tinggal yang layak dan murah. Jakarta tidak memiliki perumahan murah yang disubsidi Pemda DKI Jakarta yang letaknya strategis berdekatan dengan lokasi bekerja di tengah kota. Salah seorang supir mengatakan bahwa ia terpaksa ngontrak rumah dengan biaya Rp. 750.000/bulan. Disebuah rumah yang sangat kecil, dan letaknya 40 menit dari tempatnya bekerja. Terpaksa ia harus punya motor, dan naik motor dari rumah ketempat kerja dan sebaliknya. Bukti nyata biang keladi ini bisa anda rasakan dan anda lihat setiap hari dijalan. Karena tidak bisa ngontrak rumah murah, maka mereka dipaksa semakin tinggal di pinggiran kota. Mobilisasi para karyawan kecil ini yang membuat Jakarta macet setiap hari. Jutaan motor memenuhi jalan-jalan Jakarta.

Riset Indonesia Effort for Environment menyebutkan pada 2013 pertumbuhan kendaraan mencapai 1.600-2.400 unit per hari. Dari jumlah tersebut, 16,5 persen merupakan pertambahan mobil sementara sisanya adalah motor, bus, dan truk. Jumlah kendaraan di Jabodetabek yang beroperasi di Jakarta mencapai 38,7 juta unit, terdiri dari 26,1 juta unit sepeda motor, 5,3 juta unit mobil, 1,3 juta unit bus, dan 6,1 juta unit truk.

Tanpa tambahan jalan, maka solusi yang harus kita kejar, adalah membangun rumah susun murah di lokasi-lokasi strategis di sentra-sentra perkantoran dan bisnis diseluruh Jakarta. Sehingga mobilisasi karyawan kecil ini menjadi semakin pendek, akan mengurangi pemakaian BBM, mengurangi kemacetan Jakarta dan menghemat waktu produktif. Masalahnya harga tanah di Jakarta terus naik dan menjadi sangat mahal. Bayangkan saja, sebuah ruko di Jakarta Selatan harganya bisa mencapai satu juta dolar. Seorang warga asing dari Australia mengatakan dengan sejuta dolar ia bisa membeli sebuah rumah yang layak di negaranya. Tetapi bilamana kita mau mengurai kemacetan di Jakarta, maka para karyawan kecil harus kita pindahkan tempat tinggalnya dari pinggiran kota yang sangat jauh, ke pemukiman yang lebih dekat dengan tempat bekerja-nya.

Biang keladi yang berikutnya, butuh bantuan Pemda DKI. Jakarta yang berpenduduk 14 juta orang terbagi atas 5 wilayah. Perijinan IMB di Jakarta sangat kompleks dan luar biasa ruwetnya. Pemda DKI Jakarta rasanya perlu menata ulang zona perijinan antara rumah tinggal dan tempat berusaha. Koridor-koridor jalan utama di 5 wilayah itu perlu ditata ulang. Jakarta membutuhkan zona usaha di masing-masing wilayah yang lebih luas. Tujuannya agar wilayah bisnis dan usaha tidak menumpuk ditengah kota sehingga menimbulkan kemacetan yang parah dititik-titik tertentu tiap harinya. Perluasan zona berusaha di masing masing 5 wilayah Jakarta akan menciptakan penyebaran orang dan sumber daya. Kemacetan Jakarta bisa diurai dengan lebih baik.

Kota-kota seperti Surabaya, Bandung, Semarang dan Djogdjakarta masih memiliki populasi dibawah 6 juta orang. Namun beberapa diantara mereka sudah merasa sumpek, dan mulai dihantui dengan kemacetan-kemacetan lalu-lintas. Barangkali mereka masih punya waktu untuk belajar dan mempersiapkan diri, sebelum menjadi benang kusut seperti Jakarta. Macet itu bukan saja bikin stress. Tetapi biayanya secara ekonomis sangatlah mahal.

Thursday, February 13, 2014

ILMU MENJUAL YANG "BARU"




Semua yang baru adalah obsesi kita. Dan sesuatu yang baru seringkali menjadi bagian dari ritual kehidupan kita. Baru seringkali dikedepan-kan. Baru adalah prioritas bagi kebanyakan orang. Karena baru ibarat jamu yang manjur, maka baru seringkali dijadikan jampi-jampi ilmu pemasaran. Ketika saya kuliah ilmu pemasaran-pun, topik "Baru" menjadi sebuah kuliah yang super menarik. Malah dosen saya mengatakan bahwa inilah salah satu jurus pemasaran yang mesti dikuasai tuntas. Beliau punya teori yang menarik bahwa sebuah strategi pemasaran harus dimulai dari sesuatu yang baru, dan diakhiri dengan sesuatu yang baru pula. Begitu nasehat beliau.

Konsumen memang selalu tertarik kepada yang baru. Kita selalu mencari restoran baru. Cafe baru. Dan tempat hiburan yang selalu baru. Kalau kita mengunjungi sebuah butik, kita juga mencari produk terbaru. Fenomena ini begitu mendarah daging, sampai misalnya membuat para produsen mobil, ikut menampilkan model terbaru setiap tahun. Seorang wartawan pernah bercerita bahwa ia juga tertarik sama seorang artis kalau dia punya sesuatu yang baru. Entah itu lagu baru ataupun pacar yang terbaru. Kelihatan konyol, tetapi itulah yang terjadi. Kita hanya tertarik kepada sesuatu yang baru.

Konon diperlukan rata-rata hampir 3 tahun lamanya , untuk sebuah produsen produk konsumen menciptakan sesuatu yang baru. Tetapi statistik keberhasilan-nya sangat rendah. Kemungkinan hanya mendekati 10%. Padahal jumlah produk baru yang dilempar ke pasar bisa mendekati diatas puluhan ribu tiap tahun-nya. Dengan statistik ini anda mungkin mengira dan menebak bahwa jurus baru ini, sama dengan inovasi. Menurut dosen saya memang sebagian ditentukan oleh inovasi. Tetapi sisanya sama sekali tidak ditentukan oleh inovasi.

Dalam salah satu kasus klasik yang melibatkan Nokia barangkali benar juga. Nokia meluncurkan ke pasar Nokia Communicator 9000 pada tahun 1996. Saat itu langsung sukses besar. Karena konsumen langsung merespon positif. Nokia memulai sebuah era baru. Era telpon selular yang pintar. Alias SmartPhone. Nokia Communicator langsung menjadi status simbol. Dan juga mainan baru bagi para sosialita. Sayangnya setelah itu Nokia gagal menerapkan jurus baru berikutnya. Terutama ketika konsumen dunia mulai malas berbicara di telpon. Bicara di telpon cenderung bertele-tele. Juga menguras emosi. Maka konsumen mengirim SMS alias texting. Pada tahun 2003, Blackberry meluncurkan RIM 850 and 857, yang memulai era ngobrol ala "chatting" di telpon selular. Dan cara komunikasi baru ini ternyata populer di seluruh dunia. Anak muda di Amerika yang berusia 18-29 tahun cenderung hanya berbicara di telpon selular sebanyak 17 kali sehari dibanding dengan 88 SMS yang dikirimnya tiap hari. Telpon selular secara emosional menjadi selimut dan sekaligus kepompong yang melindungi kita. Kita cenderung berlindung didalamnya dan menjadi kurang vokal tetapi lebih visual.

Lalu tahun 2000, telpon selular pertama dengan kamera di jual di Jepang. Dan tahun 2004, Facebook lahir. Maka muncul-lah gelombang fenomena yang sangat baru. Begitu baru dan hebatnya boleh dikatakan sebagai sebuah revolusi. Yaitu munculnya budaya "share". Dimana setiap orang membagi pengalaman-nya, dengan memotret apapun yang dilihatnya, mulai dari makanan, pemandangan, hingga kemacetan lalu lintas. Lalu di-"upload" ke internet dan "social media". Revolusi baru yang kedua adalah era baru "selfie". Semua orang tergila-gila untuk memotret dirinya sendiri. Budaya narsis yang melanda dunia bagaikan banjir bandang. Peristiwa yang terjadi dalam 2 tahun itu, mengubah segalanya. Dan tahun 2007, akhirnya Apple sebuah perusahaan komputer meluncurkan IPhone. Hanya satu model, namun membuat konsumen tergila-gila. Nokia dalam hitungan 10 tahun pudar sinarnya karena gagal menyerap pembaharuan yang melanda dunia. Apple sendiri saat ini dihantui oleh kompetitor Samsung yang sudah menguasai pasar lebih dari 40%. Pertempuran belum selesai dan konsumen menunggu yang terbaru.

Kesimpulan pertama, adu baru itu sama dengan sebuah perlumba-an. Siapa terdepan dia yang akan menang. Resep utamanya barangkali inovasi. Bukan sembarang inovasi, melainkan sesuatu yang bisa mempengaruhi konsumen. Sesuatu yang revolusioner menggugah konsumen untuk ikut berpartisipasi membeli dan mempromosikan produk anda.

Baru memang menarik. Kalau sudah tidak baru, maka konsumen akan memberikan label bermacam-macam, mulai dari kuno hingga ketinggalan jaman. Kalau sudah demikian, kita bagaikan barang rongsokan yang tidak lagi menarik dan punya pesona. Kita terancam ditinggalkan konsumen. Tapi apa jadinya kalau produk kita tidak memungkinkan untuk berinovasi. Misalnya karena produk kita unik dan satu-satunya yang sangat istimewa. Contoh paling mudah adalah celana jeans Levi's atau Coca Cola. Maka kata dosen saya, ada jurus kedua yaitu menjadi pilihan klasik atau baru yang selalu abadi. Itu sebabnya Levi's dengan produk klasiknya 501 memilih slogan - "The Original". Alias yang asli. Dan Coca Cola juga punya strategi yang rada mirip, ketika menggunakan slogan - "The Real Thing".

Strategi sederhana ini diadopsi pedagang soto kaki kambing, yang melabel mereknya dengan sebutan  "Pak Kumis". Bakpia di Djogdjakarta juga menggunakan merek yang berupa nomer. Karena kalau bukan nomer dianggap tidak asli. Pedagang Durian dari kota Medan juga menggunakan merek dan label "Ucok" untuk menunjukan keaslian-nya. Kalau produk anda dianggap yang asli, maka anda akan memiliki baru yang abadi.

Kalau anda tidak sanggup melakukan dan membuat yang baru sama sekali, maka anda bisa mendaur ulang yang ada dan membuatnya baru atau melakukan yang ekstrim, dan justru memilih yang lama. Tidak semua konsumen tergila-gila dengan yang paling baru. Ada juga konsumen yang tertarik dengan yang sangat lama. Konsumen yang mau bernostalgia. Maka sesuatu yang lama sekali, malah bakal menjadi menarik. Apalagi kalau hampir punah. Langka. Dan sudah sangat jarang sekali. Kesimpulan-nya langka adalah sesuatu yang baru juga. Ketika konsumen sudah bosan dengan musik digital, dan cd, maka mereka balik menyukai piringan hitam. Kini banyak penggemar musik yang balik membeli piringan hitam. Musik dengan piringan hitam yang langka adalah musik baru. Hal yang sama dengan dunia fotografi digital. Ketika semuanya sudah digital, sebagian mahasiswa di Vienna, pada tahun 1992 menemukan kamera LOMO buatan Rusia, dan memulai gerakan baru yaitu foto analog yang disebut Lomography. Kini Lomography sudah menjadi komunitas dunia. Sesuatu yang lama dan tidak sempurna adalah sesuatu yang baru juga sebenarnya. Terutama ketika kita bosan dengan semuanya yang serba sempurna. Yang harus kita mengerti bahwa baru adalah sebuah ikatan emosi dengan konsumen. Produknya bisa saja tidak baru dalam pengertian yang sesungguhnya. Tetapi cara kita berkomunikasi, cara kita menyampaikan, dan cara kita menghadirkan persepi, bisa saja memang baru. Rumusnya baru yang baru !

Sunday, February 09, 2014

EKONOMI SAMPAH




Belum lama ini, Wakil Gubernur Jakarta masuk berita gara-gara truk sampah. Permintaan untuk mengadakan truk sampah baru untuk Jakarta menjadi polemik. Dan sampah menjadi komoditi politik. Teman saya yang kebetulan seorang ekonom tertawa terbahak-bahak. Karena bagi sebagian orang sampah tidaklah penting. Bagi yang mengerti sampah masalah ini bukan saja sangat serius tetapi super serius.

Seorang ahli sampah dari Kanada, mengatakan kepada saya, bahwa Jakarta ibaratnya bom waktu. Karena masalah lingkungan Jakarta telah berada pada titik yang sangat kritis. Tahun 2013, konon akibat banjir sebulan kita semua merugi 20 trilyun rupiah. Tahun 2014, perkiraan-nya lebih sedikit yaitu hanya 12 trilyun rupiah. APBD kota Jakarta setahun hanya sekitar 70 trilyun rupiah. Jadi kerugian banjir Jakarta tiap tahun bisa berkisar antara 15% - 20% setara dengan APBD Jakarta tahunan. Belum lama ini Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Mohamad Hasan, mengatakan program pengendalian banjir kota Jakarta masih berjalan. Dia mengatakan program ini dimulai Juni 2012 hingga 2017. Dan biayanya kurang lebih Rp. 13,5 trilyun. Artinya tiap tahun perlu dana 2 trilyun lebih. Kepala BNPB Syamsul Maarif mengatakan biaya penanggulangan banjir Nasional yang 100 milyar, dan BNPB menyiapkan Rp 50 miliar untuk DKI Jakarta saja. Ini baru yang ketahuan karena dibayarkan Pemerintah. Kerugian materi dan non materi yang diderita oleh warga Jakarta sangat besar dan tidak terukur.

Hingga Kamis 23 Januari 2014, Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta melansir data pengungsi banjir di Ibu Kota mencapai 79,614 jiwa. Jumlah pengungsi terbanyak ada di wilayah Jakarta Barat dan paling sedikit ada di Jakarta Pusat. Sementara lokasi pengungsian paling banyak ada di Jakarta Timur yang mencapai 106 lokasi dan total pengungsian di DKI ada 305 tempat. Dan apabila tiap warga menghabiskan biaya yang setara dengan UMR Jakarta yang sebesar 2,4 juta rupiah maka biaya makan, pengobatan, akomodasi, dll bisa setara dengan 192 milyar rupiah. Andaikata semuanya dirinci dan dijumlah dengan produktifitas Jakarta yang hilang selama lebih dari sebulan, saya yakin jumlahnya diatas kerugian 12 trilyun rupiah yang diberitakan di mass media.

Masalah sesungguhnya sebenarnya bukan dari uang semata. Tetapi jauh lebih serius. Pertama kerusakan ekologi dan lingkungan Jakarta sudah melewati ambang batas. Seorang wartwan pernah mengolok saya, katanya bukti tak terbantahkan bahwa kerusakan ekologi dan lingkungan Jakarta sudah sedemikian gawat, adalah peristiwa Istana Presiden yang berulang kali kebanjiran. Bila kerusakan ini tidak kita tanggulangi dengan tuntas, tetapi hanya tambal sulam, maka ada kemungkinan tahun sekian, Jakarta tidak layak untuk dihuni. Ketika ini terjadi maka harga real-estate akan jatuh dan terjadilah bencana ekonomi yang tak terbayangkan besarnya. Ancaman cuaca ekstrem menambah bahaya yang akan kita hadapi didepan. Gangguan cuaca akan semakin buruk. Tidak akan membaik. Jadi ancaman banjir tidak akan berkurang tetapi akan menjadi lebih besar di masa mendatang. Perbaikan dan pembenahan ekologi dan lingkungan Jakarta harus menjadi Prioritas politik dan ekonomi.

Masalah yang kedua adalah sampah. Jakarta sebagai kota metropolis yang berpenduduk lebih dari 14 juta tidak punya solusi soal sampah. Sampah Jakarta hanya dikumpulkan dan dibuang. Ini adalah bom waktu yang kedua. Sampah bukan hanya merusak lingkungan dan menyebabkan banjir, sampah juga meracuni lingkungan berserta manusia lainnya. Sampah bisa menyebabkan wabah penyakit, dan timbunan sampah cenderung menjadi racun yang harus diserap bumi kita.

Jakarta menghasilkan sampah tak kurang dari 6.500 ton perhari. Jumlah ini akan terus naik dan tidak akan berkurang. Konon biaya mengantar sampah ke pembuangan sampah adalah berkisar Rp. 150 ribu perton. Itu belum termasuk biaya gaji supir, tenaga lain, mobil truk dan bensin. Artinya pemerintah DKI Jakarta minimal harus menguras kocek sebesar 240 milyar lebih tiap tahun hanya untuk membuang sampah. Pemerintah DKI Jakarta menghabiskan dana hampir Rp. 800 milyar total setahun hanya untuk sampah.

Teman saya yang mengerti sampah itu, mengatakan masalahnya sampah itu harus dipilah, antara yang organik dan yang tidak organik. Yang organik bisa dijadikan bahan bakar misalnya untuk pembangkit tenaga listrik. Atau diproses untuk menjadi pupuk organik berkualitas tinggi. Yang tidak organik bisa dipilah dan kemudian di daur ulang. Jakarta harus dan wajib untuk segera memiliki solusi sampah yang tuntas untuk 14 juta warganya. Memang sama seperti truk sampah, pabrik pengolahan sampah bisa jadi komoditi politik yang seru juga. Maklum biaya membangun pabrik pengolahan sampah tidak murah, dan bisa trilyunan. Saat ini karena kita tidak memiliki tekhnologinya, maka kita harus mengimpor tekhnologi dan investornya sekalian. Ini yang bikin runyam.

Andaikata kita membangun pabrik sampah dan sampahnya kita gunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik, maka masalah berikutnya adalah berapa biaya listriknya ? Karena di Indonesia distributor listrik tunggal adalah PLN, maka masalah selanjutnya adalah apakah PLN berkenan membeli listrik tersebut. Negosiasi dengan PLN bukanlah masalah yang mudah. Kecuali Menteri BUMN mengeluarkan fatwa agar PLN membuat perusahaan patungan dengan pemerintah daerah diberbagai kota besar dan membuat pembangkit tenaga listrik dari sampah. Kalau ini terjadi, semua bakal jadi pahlawan. Karena sebagian listrik Indonesia adalah listrik hijau yang menggunakan bahan bakar sampah.

Solusi kedua adalah menjadikan sampah organik menjadi pupuk organik berkualitas tinggi. Pemerintah pusat tahun 2014 menganggarkan subsidi pupuk sebesar 18 trilyun rupiah. Andaikata menteri BUMN kembali mengeluarkan fatwa agar perusahaan BUMN yang bergerak dibidang pupuk membuat perusahaan patungan dengan pemerintah daerah untuk membangun pabrik pupuk dari sampah, maka subsisdi 18 trilyun itu bisa dihemat dan petani kita akan mendapatkan pupuk organik berkualitas tinggi, yang tidak akan membahayakan lingkungan. Malah akan membuat gerakan pertanian yang hijau dan terbarukan.

Sampah-sampah yang non organik dapat di daur ulang dan menghasilkan hasil yang tinggi. Seorang sahabat memberikan input, bahwa sampah-sampah yang non-organik bila dikumpulkan bisa dijual dengan harga : kertas - Rp. 1.000/kg, gelas plastik aqua - sekitar Rp. 9.000 per kg, botol plastik minuman - Rp. 6.500 per kg, kardus - Rp. 1.200 per kg, aneka besi - sekitar Rp.2.200 per kg, kaleng minuman almunium - Rp 15.000 per kg dan tembaga bisa mencapai - Rp. 45.000/kg. Tentu saja harga ini tidak pasti. Hanya sebagai indikator belaka. Namun menunjukan bahwa dalam industri daur ulang. Nilai ekonomi sampah jangan dianggap sembarangan.

Barangkali masalah sampah tidak dan belum menjadi perhatian dan prioritas. Saat ini teriakan Jakarta macet lebih nyaring bunyinya daripada masalah sampah. Padahal biaya pembuatan MRT di Jakarta konon bisa menghabiskan dana 16 trilyun. Padahal kalau proyek ini selesai, kita belum mendapat jaminan bahwa Jakarta akan bebas macet. Atau sejauh mana proyek ini membebaskan kita dari kerusuhan dan kepusingan macet lalu lintas. Proyek ini menjadi prioritas karena lebih banyak orang yang stress terhadap macet. Sampah sebenarnya seharusnya mendapatkan prioritas jauh lebih tinggi dari macet. Karena kerusakan ekologi dan ancaman cuaca esktrem jauh lebih berbahaya dari pada macet. Bahaya ini mesti kita perhitungan bersama.