Monday, October 29, 2007

Sunday, October 28, 2007

SURAT DARI CHICAGO

Konon letak kota Chicago yang bersebelahan dengan danau Michigan, menyebabkan perbedaan temperatur yang seringkali berbeda cukup besar, antara daratan dan permukaan danau, sehingga menyebabkan Chicago memiliki tiupan angin yang cukup besar. Tak heran apabila Chicago dijuluki “The Windy City”. Ahli sejarah memperkirakan, bahwa sebutan “The Windy City”, bermula pada tahun 1876, ketika Charles Dana, editor dari koran New York Sun, menggunakannya sebagai referensi pertama tentang kota yang tiupan angin-nya memang kencang, juga konon sebagai metafor untuk melukiskan situasi politik kota itu, yang selalu bergoyang. Jangan lupa juga, pada masa-masa itu Chicago memang terkenal sebagai kota gangster yang serem.
Itu sebabnya setiap kali saya berkunjung ke Chicago, saya selalu siap mantel yang tebal. Hari Sabtu lalu, ketika melintas North Michigan Avenue, daerah “shopping” di Chicago, dibawah terpaan angin musim rontok yang cukup dingin, teman saya mengajak saya mampir ke Water Tower Place. Ditempat ini katanya ada makanan yang lagi ngetop di Chicago. Benar saja, ketika kami sampai di lobby, tampak sejumlah orang sedang ngantri. Cukup panjang antrian-nya. Dan semuanya terlihat antusias. Ketika saya tahu apa, mereka antri apa, saya hampir saja tertawa keras-keras. Rupanya mereka sedang antri membeli ”ba-pao”. Makanan yang biasa dan sudah dianggap kuno di Indonesia pada umumnya.
Tapi rupanya buat Chicago ini barang baru. Dan memang cerdik banget. Buat Chicago yang dingin, makanan apa yang paling sedap kalau tidak, ”ba-pao” panas yang sedang ngepul-ngepul. Sebagai praktisi pemasaran, saya tentunya tertarik dengan cara-cara mereka memperkenalkan dan memasarkan ”ba-pao” hingga bisa orang antri sepanjang itu. Konon menurut sejarah, ”ba-pao” ditemukan di Cina kira-kira 500-600 tahun yang lalu. Sebagai bagian dari perayaan tahun baru. Saat itu ”ba-pao” dibuat mirip buah persik, yang melambangkan keberuntungan, dan umur panjang. Sejak itu ”ba-pao” terus menjadi sangat populer, baik yang didalamnya ada isi, maupun yang kosong sebagai pengganti mie dan nasi.
Nah, ”ba-pao” ala Chicago ini merupakan kreasi 5 orang, Richard Melman, Kevin Brown, Art Mendoza yang memiliki sejumlah restoran di Chicago dengan 2 ahli kuliner Asia, Bruce Cost dan Marc Bernard. Untuk memperkenalkan ”ba-pao” mereka menggunakan teknik persuasif yang terencana baik. Persuasif dapat didefenisikan sebagai bujukan yang mampu mengubah prilaku konsumen. Teknik ini umum sekali diajarkan disebuah kursus Salesman.
Yang pertama adalah membuat konsumen penasaran, untuk membuat perhatian konsumen terfokus kepada kita. Itu sebabnya mereka memilih nama merek yang unik. Jaman sekarang, adalah jaman merek internet, seperti google, blogspot, dan yahoo. Maka outlet ”ba-pao” mereka dinamakan ’WOW BAO’. Trendy dan moderen. Dekor toko dibuat merah menyolok untuk membuat konsumen merasakan keaslian atau rasa otentik dari Asia. Sebagai atraksi utama diperlihatkan 4 dandang kukus yang bertumpuk tiga lapis, dengan uap yang mengepul-ngepul panas. Sehingga konsumen lewat yang kedinginan baru saja ditiup angin bisa merasakan impresi kehangatan. Kombinasi inilah yang membuat orang berhenti dan penasaran.
Setelah penasaran, kita secara persuasif harus bisa membuat mereka membeli. Di Jakarta ”ba-pao” cuma ada 2 rasa, yaitu ayam dan kacang hitam. Dari dulu cuma 2 rasa itu. Tidak ada satu-pun yang mencoba membuat inovasi. Lain dengan ‘WOW BAO’ mereka menyediakan 6 rasa yang berbeda. Inspirasinya datang dari makanan Asia yang paling populer dengan konsumen Amerika. Pertama adalah Kung Pao Chicken dan Spicy Mongolian Beef. Dua menu populer yang sering kita temukan di restoran Cina diseluruh Amerika. Lalu ada juga Chicken Teriyaki, menu populer di restoran Jepang. Dan karena masakan Thai juga sedang naik daun, maka mereka menyediakan menu Thai Curry Chicken. Sebagai pelengkap disediakan satu menu sayuran untuk yang vegetarian dan menu klasik BBQ Pork. Sehingga boleh dikata pasti ada satu rasa yang anda sukai.
Dan langkah terakhir dari teknik persuasif adalah membuat konsumen puas, ketagihan dan membeli lagi. Saya sendiri membeli 3 buah yang harganya cukup murah untuk ukuran Amerika, $1.34 /buah. Jadi 5 dolar dapat 3 ’WOW BAO’. Ukurannya tidak sebesar ”ba-pao” di Jakarta. Cukup sedang saja. Tetapi setelah makan 3 buah saya merasa kenyang dan tidak lapar hingga makan malam. Rasanya enak, hangat dan gurih. Saya betul-betul puas. Besok paginya saya kembali lagi, dan menjadikan ’WOW BAO’ sebagai sarapan pagi bersama kopi Starbucks. Nikmat luar biasa ! Itulah tekhnik persuasif yang terdiri 3 langkah sederhana. Filsuf Aesop bertutur, ”Persuasif seringkali lebih efektif dari kekerasan”.

Friday, October 26, 2007

Monday, October 22, 2007

SURAT DARI PARIS

Pas bulan Puasa, Mpu Peniti ikut Umroh Ramadhan. Pulang Umroh, beliau menengok beberapa teman lama di Eropa, termasuk di Paris. Cerita beliau sangat bertumpuk. Terutama tentang arsitektur kota Paris. Kalau anda perhatikan benar-benar, arsitektur kota Paris memang menyimpan banyak cerita tentang Napoleon Bonaparte.

Napoleon masuk akademi milter – Ecole Militaire, ketika ia masih berusia 15 tahun pada tahun 1784. Napoeleon muda ikut merasakan sengsara rakyat dibawah pemerintahan Louis ke XVI, dan jiwa mudanya berontak. Pada tahun 1799, disaat masih berumur muda sekali, 30 tahun – Napoleon sudah melancarkan kudeta. Kota Paris yang babak belur selama 10 tahun akibat anarki dan pemberontakan revolusi, akan dibangun kembali oleh Napoleon menjadi tempat terindah di muka bumi. Begitu sumpah Napoleon.

Usai kudeta itu, 5 tahun kemudian Napoleon menobatkan dirinya sebagai kaisar Napoleon I di tahun 1804. Maka dimulailah upaya mewujudkan cita-cita Napoleon. Sayangnya cita-cita itu mulai bergeser. Paris yang semrawut dirubah oleh Napoleon untuk menjadi kota perlambang kemenangan. Itu sebabnya Napoleon menciptakan sumbu simitris kota yang membelah kota menjadi dua, Utara dan Selatan. Sumbu ini membentang dari Barat ke Timur. Dari Tuileries hingga ke Champs Elysees. Idenya adalah setiap orang bisa masuk ke Paris di-iringi fajar atau matahari terbenam. Sehingga merasakan keangunan yang spektakuler. Saat itu untuk sumbu ditengah antara Utara dan Selatan, belum ada jalan yang memadai. Napoleon lalu menciptakan sumbu ditengah yaitu jalan raya yang diberinya nama The Rue de Rivoli, sesuai dengan daerah taklukan Napoleon tahun 1797 di Italia, yaitu Rivoli.

Sayangnya cita-cita Napoleon membangun kota Paris tidak sepenuhnya terwujud dengan semangat idealisme yang sama. Kebanyakan arsitektur Paris selanjutnya, lebih banyak didirikan sebagai tugu dan peringatan kemenangan Napoleon saja. Misalnya saja The Vendome Column, yang didirikan berdasarkan inspirasi the Column of Troy, dimana tugu setinggi 148 kaki atau hampir 50 meter, ditegakan dengan patung Napoleon dipuncaknya berpakaian ala kaisar Romawi. Tugu setinggi ini terdiri atas batu keras dan dibalut oleh tembaga yang berasal dari 250 meriam Rusia dan Austria.
Disamping The Vendome Column, Kaisar Napoleon I juga membangun sejumlah tugu dan monumen spektakuler lain-nya. Diantaranya The Carrousel Arch of Triumph, yang didirikan Napoleon I sebagai gerbang menuju Tuileries dan juga sebagai tugu kemenangan beliau atas Marengo. Walaupun demekian usaha dan upaya Napoleon I perlu juga kita hargai, karena keindahan dan keagungan kota Paris saat itu, sedikit banyak berkat visi dan inspirasi Napoleon I. Hanya saja, upaya propaganda Napoleon I untuk menciptakan kultus individu dirinya bukanlah contoh yang baik.

Ketika saya dan Mpu Peniti berdiskusi tentang arsitektur Paris dan Napoleon I, diskusi kami akhirnya menyerempet kepada fenomena baru yang sedang melanda Indonesia saat ini. Yaitu soal potret diri. Kalau anda perhatikan kemana saja anda pergi, selalu ada spanduk bertebaran di jalan dengan potret seseorang atau pejabat yang cukup besar atau menyolok. Contoh, saja ketika Lebaran kemaren, banyak spanduk yang mengucapkan Selamat Lebaran, tetapi disertai dengan gambar foto seseorang. Seperti kampanye terselubung. Cucu Mpu Peniti saja nyeletuk iseng , “Kakek, mereka itu mau ngucapin Selamat Lebaran atau kampanye ?” Terasa banget bahwa ucapan Selamat Lebaran-nya menjadi tidak tulus. Saya dan Mpu Peniti tertawa-tawa saja.

Fenomena ini celakanya sudah semakin parah. Karena bukan saja dikota-kota besar kita melihat fenomena ini, tetapi juga sudah masuk ke kampung dan kedesa. Pernah saya menyaksikan sebuah baliho besar di sebuah kampus, isinya tentang turnamen olah-raga dikampus itu. Tetapi lebih dari setengah baliho itu isinya adalah foto dari sang rektor. Lha, apa hubungan dan relevansi-nya ? Sebuah spanduk juga saya temui disebuah sekolah negeri. Isinya tentang penerimaan murid baru. Yang bikin saya kaget spanduk itu dilengkapi dengan foto sang kepala sekolah. Fenomena ini jelas telah merasuk semua tatanan kepemimpinan kita, bukan saja pejabat, dan ketua partai yang melakukan-nya. Celakanya sudah amblas, hingga ketitik bawah, dan di-ikuti bupati, camat, kepala desa, rektor hingga kepala sekolah.

Menurut Mpu Peniti, ini bukti jelas bahwa pemimpin kita juga mengalami krisis kepercayaan diri. Banyak diantara mereka yang kurang PD. Kalau mereka jualan ayam goreng, atau soto, rasanya memang perlu memasang potret mereka sebesar-besarnya di atribut promosi seperti spanduk dan baliho. Bukankah seorang pemimpin tidak semestinya populer lewat sebuah potret, melainkan populer lewat prilaku dan kepribadian-nya ? Yang meresap dan kemudian menjadi suri tauladan yang di hormati dan diikuti oleh para pengikutnya.

Wednesday, October 17, 2007

Thursday, October 11, 2007

JANGAN TAKUT !

Hampir tiap 2 tahun, saya selalu ikut pertemuan para ahli pemasaran komoditi pertanian. Biasanya kami membahas sejumlah permasalahan dan perkembangan konsumen secara global. Pertemuan ini di-ikuti oleh lebih dari perwakilan di 20 negara, mulai dari Eropa, Asia, hingga Timur Tengah. Selesai pertemuan di Portland selama 2 hari, kami dibawa keliling menyusuri wilayah pertanian sepanjang wilayah Northwest Pacific yang membentang dari Portland, Washington hingga California. Salah satu malam, kami berkesempatan makan malam disebuah café kecil, ditepi sungai Hood yang terkenal. Kebetulan bulan purnama sangat cemerlang. Dari café kami bisa melihat silhuet tepian sungai Hood yang membentang sangat indah, disiram oleh cahaya bulan.

Sehabis makan malam, diskusi dan percakapan semakin seru. Beberapa diantara kami mulai bertukar kisah hidup. Louis Moreno, teman kami dari Mexico akhirnya mendongeng. Alkisah seekor musang sedang mengejar seekor ayam. Tentu saja sang ayam lari terbirit-birit saking takutnya. Dalam kejar-kejaran yang serba seru itu, akhirnya ayam minta perlindungan kepada sapi. Maka ayampun berlindung dibawah sapi. Malang nasib sang ayam, saat bersembunyi seluruh badan-nya akhirnya kena ditutupi oleh kotoran sapi. Apa boleh buat, biarpun nasibnya jelek banget, ayam terpaksa bersembunyi dengan berselimut kotoran sapi. Yang penting aman. Tak lama kemudian, musang yang penciuman-nya sangat tajam, akhirnya bisa mengikuti jejak sang ayam dan mendekati sang sapi. Tapi sang ayam tidak kelihatan batang hidungnya. Sementara itu sang ayam sudah mengigil ketakutan.

Karena sang musang tidak mau pergi, akhirnya sang ayam tidak sabar, dan melakukan kesalahan. Sang ayam membuat suara orang mengusir : ‘hussss……hussss….hussssss’ Suara itu mengusik sang musang, setelah diperhatikan betul, akhirnya sang musang tau bahwa sang ayam bersembunyi dibawah tumpukan kotoran sapi. Akhirnya musang menarik sang ayam dari tempat persembunyian-nya. Dan berakhirlah hidup sang ayam tadi. Mendengar cerita yang tragis itu, banyak diantara kami yang tertawa terkekeh-kekeh. Tapi Louis Moreno bercerita dengan seriusnya.

Louis bertutur, bahwa cerita ini, selalu menjadi modalnya dalam menghadapi setiap kesulitan hidup yang datang menerpa kehidupan-nya. Karena dalam dongeng itu tersembunyi 3 strategi hidup yang sering dimanfaatkan Louis. Strategi pertama, sangat sulit untuk mendapatkan pertolongan yang sesungguhnya. Louis mengalami, seringkali orang yang menolong anda, tidak sepenuh hati dan dengan tulusnya menolong anda. Seperti perlakuan sang sapi terhadap sang ayam. Biarpun begitu, menurut Louis, ada baiknya anda memanfaatkan setiap pertolongan, kesempatan, dan celah yang ada. Biarpun nasib anda harus seperti ayam yang bersembunyi dibalik kotoran sapi. Yang penting selamat ! Begitu tutur Louis.

Yang kedua, kalau anda sedang susah, menderita, bermandi lumpur dan kotoran, sebaiknya anda low profile saja. Jangan berisik dan ribut-ribut. Karena akan membuat anda menjadi fokus perhatian. Anda mudah menjadi target bagi musuh anda. Dan yang ketiga atau yang terakhir, siapapun yang memberikan uluran tangan, dan menawarkan pertolongan, seperti sang musang yang menarik sang ayam dari kubangan kotoran, seringkali bukanlah juru selamat yang sesungguhnya. Hidup mesti hati-hati, begitu pesan Louis.

Mendengar cerita dan penuturan Louis, perdebatan kami menjadi semakin seru. Karena para rekan-rekan mulai bercerita tentang kesulitan hidup mereka masing-masing. Yang uniknya, hampir semua cerita selalu bersinggungan dengan sebagian dari cerita Louis. Jadi memang situasi sesungguhnya dari hidup ini, tidak jauh dari cerita Louis. Saat cerita mulai reda, dan kami masing-masing menikmati espresso dan teh, akhirnya Louis menutup seluruh diskusi dan perdebatan kami. Louis menambahkan bahwa dalam hidup ini, barangkali jangan pernah kita mau menjadi ayam yang selalu dikejar musang. Kalau posisi ini yang kita ambil, maka setiap kali kita menghadapi kesulitan hidup kita harus kabur dan bersembunyi. Bagaimana kalau posisi-nya kita balik ? Kita yang menjadi musang, dan kita yang balik mengejar. Sambil tertawa berderai-derai, kami mengakhiri diskusi dan perdebatan malam itu, dengan satu konsensus, bahwa kami semuanya ingin jadi musang dalam hidup ini.

Dalam perjalanan pulang, saya merenung ulang cerita Louis. Menjadi musang memang tidaklah mudah. Hidup kita dikelilingi sejumlah rasa takut, dan rasa tidak aman. Terkadang rasa takut itu saking lamanya berteman dengan kita, akhirnya rasa takut itu terasa lebih nyaman. Seorang teman, percaya atau tidak, menamakan perusahaan miliknya, dengan nama DEG-DEG-AN. Ia tertawa saja, ketika saya konfrontir. Habis menurut beliau, sepanjang hidupnya selalu deg-deg-an. Dan itu juga yang menjadi motivator hidupnya selama ini. Menabung, karena takut. Membeli asuransi karena takut. Punya satpam juga karena takut. Pokoknya serba takut dan deg-deg-an. Tapi kalau anda ingin betul merubah nasib anda saat ini. Maka apapun perhitungan-nya. Anda harus berani berubah. Membalik situasi bila perlu. Berani menghadapi segala masalah dan tantangan . Berhenti untuk lari dan bersembunyi. Jangan lagi mau menjadi ayam. Jangan lagi mau menjadi korban !

Wednesday, October 10, 2007

Monday, October 08, 2007

BERSYUKUR DAN BERTERIMA KASIH

THE POWER OF "THANK YOU"


Ketika kecil, saya sering rewel kalau makan. Selalu saja, merasa kalau lauknya kurang. Atau masakan Ibu terasa tidak enak. Kurang ini dan kurang itu. Pokoknya tidak pernah puas. Pengen jajan tambahan. Ibu saya sering marah dengan ulah saya ini. Beliau selalu mengingatkan saya betapa beruntungnya saya, karena masih bisa cukup makan. Padahal disaat yang sama, banyak orang yang justru kelaparan ditempat yang lain. Ibu mengajarkan saya untuk selalu bersyukur dan berterima kasih. Menurut Ibu, kalau kita bandingkan nasib kita dengan orang yang lebih kaya dan lebih beruntung, mungkin kita akan iri dan cemburu. Tetapi kalau kita terbalik membandingkan-nya dengan orang yang nasibnya jauh lebih miskin, maka akan terasa betapa beruntungnya kita ini. Nasehat hidup ini mulanya saya telan begitu saja. Tidak saya rasakan keampuhan-nya.

Pertama kali saya berkenalan dengan Mpu Peniti, disaat saya mengalami krisis hidup yang luar biasa. Saat itulah saya berterima kasih bisa bertemu dengan beliau. Mpu Peniti menyela :”Lha, kamu ndak pernah toh, merasa bersyukur dengan hidup kamu selama ini ?” Saya malu, dan hanya menggeleng. Lalu Mpu Peniti menuturkan sebuah lawakan Warkop jaman dulu. Tentang orang yang selalu merasa beruntung. Konon menurut lawakan Warkop, kalaupun sudah kecelakaan dan patah kakinya, orang masih juga merasa beruntung, “Untung, cuma patah kakinya ! Kan, tangan-nya selamat”. Lalu kalaupun matanya buta satu, masih juga untung :” Untung, cuma kena matanya satu. Mata satunya masih normal !”. Dan biarpun separah patah kaki tangan, dan buta kedua matanya, masih juga bisa untung : “ Masih untung tidak mati !” Saya mulanya ikut nyengir mendengar lawakan itu.

Mpu Peniti lalu mengajarkan kepada saya, bahwa berkat dan karunia Allah, bagaikan udara disekeliling kita. Diberikan gratis kepada semua orang. Semua orang punya kesempatan yang sama. Tinggal tiap orang mau tidak berusaha menikmatinya. Ada orang yang acuh tidak acuh dan menghirup udara apa adanya. Tapi ada orang yang bermeditasi, dan melakukan yoga, melatih pernafasannya sehingga udara yang dihirupnya memiliki makna yang lebih. Lalu orang lain bersusah payah mendaki gunung, karena ingin menghirup udara segar. Dan menikmatinya. Jadi menurut Mpu Peniti, berkat dan karunia Allah, membutuhkan apresiasi. Barulah hidup kita bernilai dan bermakna sebagaimana mestinya.

Mike Robbins, bekas pitcher dari team softball Kansas City Royals, yang kini menjadi penulis buku dan motivator, menulis sebuah buku kecil yang unik. Judulnya “Focus on the good stuff – Appreciation” Menurut Mike, kita hidup dengan budaya yang terobsesi dengan hal-hal yang negatif. Tengok saja berita di media. Semuanya berfokus pada hal-hal yang negatif, seperti peperangan, bencana alam, kecelakaan, skandal dan banyak lagi. Infotainment kita juga isinya melulu tentang skandal, perselingkuhan dan perceraian. Ngobrol dengan teman-teman-pun, kita bicara gossip dan aib orang lain. Karena kita terbiasa memiliki obsesi dengan hal-hal yang negatif. Akibatnya sekeliling kita dipenuhi dengan aura dan enerji negatif. Tanpa kita sadari, kita justru menikmati dan menghargai yang negatif saja. Saya ajak anda bereksperimen ! Mulai hari ini, kita membalik fokus hidup kita. Titik fokus hidup kita arahkan hanya pada yang positif saja. Saya jamin hidup anda akan segera berubah !

Deborah Norville, bekas penyiar NBC yang sangat beken, juga meluncurkan buku yang mirip. Judulnya “The Power of Thank You”. Didalam buku ini dikatakan bahwa bersyukur, dan berterima kasih telah menjadi sebuah ilmu tersendiri untuk menyiasati hidup. Malah buku ini juga mengutip berbagai riset yang dilakukan oleh berbagai universitas terkenal seperti Universitas Cornell, Universitas Michigan dan Universitas California-Davis, yang telah melakukan berbagai riset tentang bersyukur dan berterima kasih.

Riset menyimpulkan bahwa orang-orang yang terbiasa bersyukur dan berterima kasih, umumnya lebih mudah bangkit dari segala macam kegagalan. Mereka juga terbukti mengatasi stress lebih baik. Dan memiliki tekanan darah yang lebih rendah. Banyak orang terheran-heran, mendengar saya sering dan mudah tertawa di acara radio saya di Trijaya setiap Rabu sore. Sebagian menuduh saya cuma berpura-pura tertawa. Sisanya bertanya apa resepnya. Sejujur-jujurnya, sejak belajar dari Mpu Peniti tentang sikap bersyukur dan berterima kasih, percaya atau tidak, hidup saya terasa sangat “plong”. Saya merasa lebih rileks dan benar-benar bisa menikmati hidup. Tidur lebih nyenyak. Dan lebih mudah tertawa. Di saat Idul Fitri tinggal beberapa hari lagi, saya bersyukur dan berterima kasih kepada Allah, atas hidup yang luar biasa ini. Semoga anda semua juga diberkahi rahmat, karunia dan nikmat yang berlimpah. Mohon maaf lahir batin.

Monday, October 01, 2007

INSPI(RED)


SURAT DARI SEATTLE

Penyanyi rock Bono dari U2 dan Bobby Shriver, Chairman dari DATA, berdua menciptakan sebuah global brand dengan nama (RED). Idenya sederhana, Bono dan Bobby Shriver, lewat merek ini, membujuk sejumlah produsen dengan produk-produk dengan merek global yang beken untuk menciptakan produk khusus dengan mengadopsi merek (RED). Tujuan-nya agar menciptakan sebuah “awareness” unik, tentang wabah penyakit HIV di Afrika. Sebagaian keuntungan dari produk-produk berlabel (RED), disumbangkan untuk membeli obat HIV dan juga program-program pemberantasan penyakit HIV di Afrika.

Bono dan Bobby Shriver sendiri, kemudian menjadi Brand Activist, yang mempromosikan merek ini secara global. Hal inilah yang juga menjadi daya tarik baik bagi konsumen dan produsen. Saat ini, sejumlah perusahaan seperti Motorola, American Express, Emporio Armani, Converse, GAP, dan Apple membuat produk khusus dengan merek (RED). Jadi lain kali kalau anda belanja ke salah satu toko dengan merek itu, perhatikan baik-baik produk khusus dengan label (RED). Karena disamping anda bisa membeli produk khusus, anda bisa ikut berbuat amal untuk pemberantasan penyakit HIV di Afrika.

Berlainan dengan konser Live Aid, yang diproklamasikan oleh Bob Geldof dan Midge Ure, pada tanggal 13 Juli 1985, yang dipancarkan ke 150 negara dan ditonton oleh lebih dari semilyar pemirsa diseluruh dunia, yang merupakan pengumpulan dana global sekali secara masif. Maka merek (RED) adalah sebuah upaya pemasaran global yang sifatnya bisa berkesinambungan lewat pemberdayaan konsumen. Atau ”empowering global consumer” untuk membuat pilihan yang lebih bijak dan bertanggung jawab. Dalam manifesto (RED) yang bisa anda lihat di www.joinred.com, disebutkan bahwa (RED) bukanlah sebuah gerakan amal, melainkan sebuah model bisnis yang kreatif. Dan seandainya gerakan ini diadopsi oleh konsumen diseluruh dunia, dan konsumen lebih menyukai produk yang berlabel (RED), maka akan lebih banyak produsen yang ikut tergerak dan akhirnya juga ikut membuat produk dengan label (RED). Ini ide brilyan, yang sangat bergantung sekali terhadap peran Bono sebagai ”brand activist” atau duta besar dari merek (RED).

Majalah Vanity Fair, misalnya ikut tergerak membuat propaganda gede, dengan mengeluarkan edisi khusus bulan Juli 2007, dengan 20 cover yang berbeda. Ke 20 selebriti yang tampil adalah tokoh-tokoh yang peduli dengan nasib Afrika diseluruh dunia. Dengan Bono bertindak sebagai brand activist, rasanya akan sangat unik melihat perkembangan merek (RED) di masa-masa mendatang.

Di Inggris, retailer beken Marks & Spencers juga meluncurkan ”Plan A – Food Miles”. Sebuah issue yang menarik sekali, dan menjadi diskusi hangat yang saya ikuti baru-baru ini di USA Pears Global Convention 2007, di Portland. Seperti kita ketahui, bahwa dunia kita, sedang mengalami perubahan luar biasa. Polusi yang berlebihan dan tidak terkontrol dari industri, kendaraan dan rumah kita, telah menciptakan sejumlah fenomena penyakit “global warming”, yang sangat mempengaruhi iklim kita. Akibatnya cuaca dunia menjadi sinting tidak keruan. Gempa bumi, musim yang bergeser, munculnya taifun yang sangat banyak, dan banjir dimana-mana. Hal ini membutuhkan kesadaran kita untuk mengubah prilaku enerji kita.

Prilaku enerji kita saat ini, dihitung dengan “carbon footprint”, yaitu jejak polusi karbon yang kita tinggalkan karena satu perbuatan dan prilaku. Marks & Spencers, berdalih bahwa produk-produk makanan yang ditansportasikan terlalu jauh, akan meninggalkan “carbon footprint” yang berlebihan. Itu sebabnya setiap produk makanan harus mempunyai ukuran “food miles”. Yaitu berapa jauh makanan itu telah ditansportasikan ketempat anda membeli. Tujuannya membiasakan konsumen untuk membeli makanan dengan ”food miles” terendah. Agar menghemat enerji dan mengurangi ”carbon footprint”.

(RED) dan ”Food Miles” adalah 2 contoh tentang pemberdayaan konsumen untuk menentukan pilihan konsumsinya agar lebih bijak dan bertanggung jawab. Dimasa mendatang pemberdayaan konsumen seperti ini jelas akan semakin banyak. Konsumen tidak lagi menjadi pihak yang pasif dan hanya meng-konsumsi. Konsumen akan bergerak fungsi dan pengaruhnya menjadi stakeholder yang secara agresif akan mentukan pola dan prilaku konsumsi kita dimasa mendatang. Konsumen secara umum akan menjadi ”global citizen” yang lebih bertanggung jawab terhadap pilihan konsumsinya.

RECIPE FOR COFFEE