Monday, October 22, 2007

SURAT DARI PARIS

Pas bulan Puasa, Mpu Peniti ikut Umroh Ramadhan. Pulang Umroh, beliau menengok beberapa teman lama di Eropa, termasuk di Paris. Cerita beliau sangat bertumpuk. Terutama tentang arsitektur kota Paris. Kalau anda perhatikan benar-benar, arsitektur kota Paris memang menyimpan banyak cerita tentang Napoleon Bonaparte.

Napoleon masuk akademi milter – Ecole Militaire, ketika ia masih berusia 15 tahun pada tahun 1784. Napoeleon muda ikut merasakan sengsara rakyat dibawah pemerintahan Louis ke XVI, dan jiwa mudanya berontak. Pada tahun 1799, disaat masih berumur muda sekali, 30 tahun – Napoleon sudah melancarkan kudeta. Kota Paris yang babak belur selama 10 tahun akibat anarki dan pemberontakan revolusi, akan dibangun kembali oleh Napoleon menjadi tempat terindah di muka bumi. Begitu sumpah Napoleon.

Usai kudeta itu, 5 tahun kemudian Napoleon menobatkan dirinya sebagai kaisar Napoleon I di tahun 1804. Maka dimulailah upaya mewujudkan cita-cita Napoleon. Sayangnya cita-cita itu mulai bergeser. Paris yang semrawut dirubah oleh Napoleon untuk menjadi kota perlambang kemenangan. Itu sebabnya Napoleon menciptakan sumbu simitris kota yang membelah kota menjadi dua, Utara dan Selatan. Sumbu ini membentang dari Barat ke Timur. Dari Tuileries hingga ke Champs Elysees. Idenya adalah setiap orang bisa masuk ke Paris di-iringi fajar atau matahari terbenam. Sehingga merasakan keangunan yang spektakuler. Saat itu untuk sumbu ditengah antara Utara dan Selatan, belum ada jalan yang memadai. Napoleon lalu menciptakan sumbu ditengah yaitu jalan raya yang diberinya nama The Rue de Rivoli, sesuai dengan daerah taklukan Napoleon tahun 1797 di Italia, yaitu Rivoli.

Sayangnya cita-cita Napoleon membangun kota Paris tidak sepenuhnya terwujud dengan semangat idealisme yang sama. Kebanyakan arsitektur Paris selanjutnya, lebih banyak didirikan sebagai tugu dan peringatan kemenangan Napoleon saja. Misalnya saja The Vendome Column, yang didirikan berdasarkan inspirasi the Column of Troy, dimana tugu setinggi 148 kaki atau hampir 50 meter, ditegakan dengan patung Napoleon dipuncaknya berpakaian ala kaisar Romawi. Tugu setinggi ini terdiri atas batu keras dan dibalut oleh tembaga yang berasal dari 250 meriam Rusia dan Austria.
Disamping The Vendome Column, Kaisar Napoleon I juga membangun sejumlah tugu dan monumen spektakuler lain-nya. Diantaranya The Carrousel Arch of Triumph, yang didirikan Napoleon I sebagai gerbang menuju Tuileries dan juga sebagai tugu kemenangan beliau atas Marengo. Walaupun demekian usaha dan upaya Napoleon I perlu juga kita hargai, karena keindahan dan keagungan kota Paris saat itu, sedikit banyak berkat visi dan inspirasi Napoleon I. Hanya saja, upaya propaganda Napoleon I untuk menciptakan kultus individu dirinya bukanlah contoh yang baik.

Ketika saya dan Mpu Peniti berdiskusi tentang arsitektur Paris dan Napoleon I, diskusi kami akhirnya menyerempet kepada fenomena baru yang sedang melanda Indonesia saat ini. Yaitu soal potret diri. Kalau anda perhatikan kemana saja anda pergi, selalu ada spanduk bertebaran di jalan dengan potret seseorang atau pejabat yang cukup besar atau menyolok. Contoh, saja ketika Lebaran kemaren, banyak spanduk yang mengucapkan Selamat Lebaran, tetapi disertai dengan gambar foto seseorang. Seperti kampanye terselubung. Cucu Mpu Peniti saja nyeletuk iseng , “Kakek, mereka itu mau ngucapin Selamat Lebaran atau kampanye ?” Terasa banget bahwa ucapan Selamat Lebaran-nya menjadi tidak tulus. Saya dan Mpu Peniti tertawa-tawa saja.

Fenomena ini celakanya sudah semakin parah. Karena bukan saja dikota-kota besar kita melihat fenomena ini, tetapi juga sudah masuk ke kampung dan kedesa. Pernah saya menyaksikan sebuah baliho besar di sebuah kampus, isinya tentang turnamen olah-raga dikampus itu. Tetapi lebih dari setengah baliho itu isinya adalah foto dari sang rektor. Lha, apa hubungan dan relevansi-nya ? Sebuah spanduk juga saya temui disebuah sekolah negeri. Isinya tentang penerimaan murid baru. Yang bikin saya kaget spanduk itu dilengkapi dengan foto sang kepala sekolah. Fenomena ini jelas telah merasuk semua tatanan kepemimpinan kita, bukan saja pejabat, dan ketua partai yang melakukan-nya. Celakanya sudah amblas, hingga ketitik bawah, dan di-ikuti bupati, camat, kepala desa, rektor hingga kepala sekolah.

Menurut Mpu Peniti, ini bukti jelas bahwa pemimpin kita juga mengalami krisis kepercayaan diri. Banyak diantara mereka yang kurang PD. Kalau mereka jualan ayam goreng, atau soto, rasanya memang perlu memasang potret mereka sebesar-besarnya di atribut promosi seperti spanduk dan baliho. Bukankah seorang pemimpin tidak semestinya populer lewat sebuah potret, melainkan populer lewat prilaku dan kepribadian-nya ? Yang meresap dan kemudian menjadi suri tauladan yang di hormati dan diikuti oleh para pengikutnya.

2 comments:

deteFAM said...

bos thx atas artikel ini...
jujur aku terinspirasi menulis naskah dg tema pemimpin...so ijinkan sy mengutip sebagian naskah ini utk artikel sy. thx

KAFI KURNIA said...

he....he....
silahkan saja,
misi biangpenasaran
memang ingin menularkan
virus-virus penasaran
kemana saja ......

salam saya;
kafi kurnia