Saturday, February 27, 2010

6 Filosofi Bisnis ala Hok-kian



Sejak jaman dahulu kala, bumi Nusantara sudah menjadi jalur lalu-lintas, budaya, agama, seni, ilmu pengetahuan dan juga perdagangan. Apabila daratan Tiongkok dan Asia Tengah dikenal dengan jalan sutera, maka Nusantara dan ASEAN dikenal sebagai jalan rempah-rempah yang tidak kalah berharganya. Itu sebabnya selama beratus-ratus tahun, Indonesia telah dikunjungi bangsa Tionghoa, India, dan juga Arab.

Malah banyak kaum perantuan Tionghoa atau yang kita kenal dengan sebutan Hoakiao, menjadikan Nusantara akhirnya sebagai tempat kediaman mereka. Dimana mereka membuka usaha, mengadu rejeki, menikah dengan wanita setempat dan meneruskan kehidupan mereka. Kaum perantauan Tionghoa ini, tidak berasal hanya dari satu etnik. Melainkan justru bervariasi, seperti etnik Kong Hu (Cantonese), Hakka, Tio Ciu, dan juga Hok-kian. Distribusi dan penyebaran mereka juga tidak merata. Etnik Hakka misalnya menyebar lebih merata di Jawa. Sementara di Medan didominasi etnik Hok-kian. Dan Kalimantan lebih banyak orang-orang etnik Tio Ciu.

Secara geografis, asal etnik Hok-kian memang berasal dari provinsi Fujian di daratan Tiongkok. Namun bahasa Hok-kian pengaruhnya dalam fusi budaya ternyata jauh lebih dominan dan dalam bahasa dialek Betawi banyak meninggalkan jejak yang sangat unik. Bahasa pergaulan di Betawi sejak jaman dahulu banyak kita dapati kata pinjaman atau ‘loanwords’ dari bahasa dialek Hok-kian. Nominasi mata uang seperti “go-ceng (lima ribu)” – “ce-ban (sepuluh ribu)” – “cepe (seratus)” – “gopeh (limaratus)” semuanya berasal dari bahasa dialek Hok-kian. Hingga penyebutan kata diri seperti “gue” dan “lu” juga berasal dari sumber yang sama.

Menurut sebuah artikel di kampungbetawi.com, banyak istilah sehari-hari Betawi yang berhubungan dengan tradisi dan adat istiadat makanan, yang juga berasal dari bahasa dialek Hok-kian ini. Misalnya saja “kecap” – “mie” – “bihun” – “tauge” – “tauco” – “tahu” “juhi” – “lumpia” dan banyak lagi, semuanya berasal dari bahasa dialek Hok-kian. Kekentalan pengaruh ini juga merembes ke budaya yang lain. Termasuk perdagangan dan ekonomi. Di wilayah-wilayah pusat distribusi barang sejak jaman dulu, seperti Glodok, Pasar Pagi, hingga Senen dan Jatinegara, tanpa tertulis, beredar sebuah kode etik yang mendasari prilaku dan suksesnya orang Tionghoa berbisnis saat itu.

Belum lama ini, seniman beken Teguh Ostenrik mengirimkan sebuah artikel pendek yang mengingatkan saya pada filosofi berbisnis orang Tionghoa ini. Unik dan cukup menggelitik. Bagi orang Tionghoa, ada 3 “C” yang harus dijadikan pilar berbisnis. Dan 3 pantangan “C” lagi yang harus dihindari. “C” yang pertama adalah “Cengli”. Artinya adil. Kelihatan-nya sederhana. Tetapi ini menyangkut kredibilitas dan reputasi. Kalau ada pengusaha yang bisnisnya dianggap tidak “cengli”, mau menang sendiri, suka curang, dan menipu, biasanya dia akan di “black-list” oleh komunitas pengusaha dan akan dijauhi. “Cengli” mirip dengan paspor atau rating perbankan. Seseorang yang “cengli” artinya boleh dan sangat bisa dipercaya. Kalau seseorang dikatakan “cengli”, biasanya dia akan mudah meminjam uang atau meminta pertolongan pengusaha lain. “Cengli” memiliki pengertian yang sangat dalam, bahwa seorang pengusaha yang baik harus selalu berlaku “fair” terhadap teman dan lawan. “Cengli” secara kemasyarakatan mengatur kondisi dan iklim berusaha yang saling menghormati, sportif dan tidak akan ada yang curang dan melanggar peraturan.

“C” yang kedua adalah “cincai”. Sederhana-nya,“Cincai” memiliki arti fleksibel dan mudah kompromi. Dalam kajian filosofis, justru “Cincai” memiliki arti yang dalam sekali. Pertama mengajarkan sikap merendah dan mengalah. Asalkan ada untung sedikit, maka kompromi jalan terus. Inilah strategi ‘win-win’ ala Tionghoa. Kedua, filosofi ini juga mendisplinkan kita agar lebih baik berteman dan membentuk net-work, daripada bermusuhan dan menciptakan lawan dan musuh sebanyak-banyaknya. Pengusaha yang “cincai” seringkali sangat dihormati oleh komunitasnya, karena dianggap pemurah, baik-hati dan mau memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bersama-sama maju. Bilamana ada kawan dan lawan bisnis yang cidera janji, selalu saja ia siap memberikan keluwesan dan tenggang waktu yang lebih lama. Ketika selesai kuliah, saya pernah belajar filosofi ini langsung dari almarhum M.S. Kurnia, pendiri Hero Group. Menurut beliau, orang yang menguasai filosofi ini biasanya sangat pandai sekali bernegosiasi. Sisi buruknya, pengusaha “Cincai” sering dilecehkan oleh lawan bisnisnya, karena dianggap terlalu lembek dan baik hati. Padahal “Cincai” menganut ilmu bambu, yang sangat kuat dan tidak mudah dipatahkan. Kekuatan-nya justru ada pada kemampuan-nya yang lentur dan fleksibel.

“C” yang ketiga dan yang juga terpenting adalah “Coan”, atau artinya “laba”. Kata ini sering dijadikan ledekan dan hina-an. Misalnya seringkali kita mendengar “ Ah, pengusaha anu, yang dipikirkan cuma ‘coan’ doang sih !” Padahal kata inilah yang menjiwai semangat bisnis pengusaha Tionghoa. Baik dari segi kompetitif, atau persaingan, berkembang secara agresif, hingga kekuatan survival yang kokoh. Banyak orang awam, yang tidak mengerti filosofi ini. Padahal filosofi inilah yang mendasari ‘sustainability’ bisnis pengusaha Tionghoa. Mengapa misalnya, pengusaha Tionghoa berperilaku tekun, rajin dan hemat. Itu sebabnya pengusaha Tionghoa seringkali kelihatan sangat kompetitif dan agresif; karena hitungan laba mereka seringkali sangat mepet dan tipis sekali. Tetapi dalam segi jumlah dan tekhnik mereka mengelola ‘cash-flow’, kita jumpai ‘coan’ yang tersembunyi; yang tidak diperhitungkan musuh atau lawan bisnis. Filosofi ini juga mendisplinkan mereka untuk hemat dan menabung. Serta bijaksana melakukan investasi di wilayah-wilayah yang tidak pernah dilirik orang.
Dengan pilar 3 “C” yang semuanya meminjam bahasa dialek Hok-kian, pengusaha Tionghoa mengembangkan bisnisnya. Uniknya 3 “C” menjadi sebuah etika bisnis yang tidak tertulis. Adalah kewajiban tiap pengusaha Tionghoa untuk menghormatinya untuk menciptakan lingkungan berbisnis yang harmonis, tentram dan mampu menciptakan kesejahteraan bagi setiap pengusaha. Mirip sebuah budaya perusahaan. Seorang konglomerat sepuh, mengeluh pada saya bahwa generasi muda pengusaha Tionghoa yang menikmati pendidikan di luar negeri, cenderung secara filosofis tidak memahami ketiga pilar ini. Maka persaingan menjadi kasar dan semua main kemplang se-enak-nya saja.

Konglomerat yang sepuh ini bercerita bahwa kalau 3 “C” tadi tidak kita hormati lagi, maka bencana-nya semua orang akan melakukan 3 “C” pantangan pengusaha Tionghoa. Pantangan pertama adalah “Ciok” alias hutang. Anda boleh tertawa, jaman sekarang mana ada pengusaha yang tidak berhutang ? Dan menguras kredit dari bank ? Tetapi hutang itu punya akibat mendalam. Yaitu harus berani bertanggung jawab dan membayarnya dengan disiplin. Jangan asal berhutang, kalau nanti tidak bisa bayar, perusahaan dibubarkan saja. Beres sudah. Bilamana ini terjadi, konglomerat sepuh ini mengingatkan kekacauan yang akan terjadi. Yaitu munculnya pantangan “C” yang kedua yaitu “Cia” alias makan. Para pengusaha akhirnya saling makan dan menipu sesama-nya. Kalau sudah morat-marit akhirnya muncul tragedi “C” yang terakhir – yaitu “Cao” alias kabur dan ngilang. Sang konglomerat sepuh lalu menghitung sejumlah nama pengusaha yang sudah minggat keluar negeri. Ternyata jumlahnya sudah melebihi jumlah jari beliau. Saya cuma sanggup senyum-senyum saja. Karena memang tidak terbantahkan. Menurut beliau 6 “C” ini saling berkaitan satu sama lain. Rantai yang mengikat. Sehingga mutlak dijalankan dan diamalkan.

Thursday, February 25, 2010

MANA MUNGKIN ORANG JUJUR JADI PRESIDEN ?



Beberapa tahun yang lalu, menjelang tengah malam, pulang menuju hotel di Semarang, seorang supir taxi, mengeluhkan nasibnya sebagai rakyat kecil. Yang tidak juga bergeming. Tidak berubah. Tidak ada perbaikan. Supir taxi mengeluh bahwa nasib mereka porak poranda gara-gara kepentingan politik. Dan salah satu kalimatnya yang selalu nempel dikepala saya : “Mas, mana mungkin orang jujur jadi Presiden ?”. Diucapkan dengan kesedihan yang sangat mendalam. Hingga kini pertemuan saya dengan sang supir taxi selalu membayang dan terbayang.

Kemaren ketika ‘ngobrol’ dengan seorang pendidik tentang kualitas sumber daya manusia di Indonesia, ingatan saya tentang perkataan supir taxi itu kembali menjadi echo yang membuat saya gelisah. Sang pendidik bercerita tentang sejumlah permasalahan sumber daya manusia di Indonesia. Mulai dari yang bikin kita kesal dan sedih hingga yang membuat kita tertawa. Salah satu komentarnya yang membuat saya terusik, adalah tentang kriteria pemberian bea siswa. Menurut teman saya, seringkali bea-siswa itu diberikan kepada anak-anak dari keluarga yang kurang mampu, tetapi prestasinya bagus. Beliau berkilah bahwa anak-anak dari keluarga kurang mampu yang membutuhkan bantuan bea siswa sangatlah banyak. Tetapi untuk mencari yang prestasinya bagus seringkali sangat sulit. Karena semata-mata anak-anak dari keluarga yang kurang mampu ini, seringkali kekurangan gizi, sehingga perkembangan otaknya sangat terganggu. Mendengar penjelasan beliau saya manggut-manggut juga. Kritik beliau, semestinya pemilihan bea-siswa didasari oleh kepribadian yang rajin dan tekun, bukan semata-mata karena IQ.

Hal yang sama pernah saya utarakan ke seorang pemimpin perusahaan yang berniat membuat acara apresiasi yang megah dan gegap gempita untuk salesman-nya yang unggul dan berprestasi. Saya kasih komentar kepada beliau, bahwa acara seperti itu memang bagus dan sangat dibutuhkan. Supaya salesman-nya tetap terpacu membuat prestasi terbaik. Tetapi iseng-iseng saya juga melontarkan ide, apakah sang pemimpin pernah terpikir membuat acara yang sama bobotnya untuk salesman yang paling tidak berprestasi alias ‘memble’. Ia melihat saya dengan sinis. “Untuk apa ? Kan mereka paling malas dan paling tidak berprestasi ?”. Sambil tertawa saya menjelaskan, bahwa kalau dipikir-pikir, justru salesman yang tidak berprestasi adalah beban perusahaan yang paling berat. Ia mengangguk dan mengiyakan. Argumen saya, kalau salesman yang sudah berprestasi diberikan sebuah program motivasi yang bagus. Maka salesman yang belum berprestasi; sebenar-benarnya justru yang paling banyak membutuhkan pertolongan. Mestinya program motivasi mereka; mungkin 2-3 kali lipat lebih hebat dibanding yang sudah berprestasi. Sang pemimpin perusahaan manggut-manggut juga akhirnya. Sederhananya orang sakit lebih banyak membutuhkan pertolongan dibanding orang sehat.

Logika yang bengkok inilah, yang mungkin menjadi biang keladi sesungguhnya bahwa pengembangan sumber daya manusia di Indonesia tetap tersendat-sendat dan jalan ditempat. Karena kita lebih suka menolong orang sehat ketimbang orang sakit. Salah satu cerita favorite saya adalah tentang orang yang berseragam, dan yang kita sebut satpam. Di Indonesia profesi satpam barangkali adalah profesi yang paling ‘ancur’. Bayaran-nya murah. Jam kerja-nya panjang dan pendidikan dan pelatihan-nya asal saja. Sehingga siapa-pun bisa jadi satpam. “Tidak peduli betapa rendah IQ-nya”, begitu kritik seorang teman. Saya punya ratusan cerita yang mengesalkan tentang ulah satpam direpublik ini. Yang berakhir dengan simpati, bahwa mereka adalah pegawai yang nasibnya mungkin paling jarang diperhatikan.

Belum lama ini saya kembali mengalami pengalaman jelek dengan satpam. Yang pertama terjadi di Bali. Ketika saya berjalan kaki masuk sebuah hotel mewah di Legian, saya ditegur dengan se-enaknya “Mau kemana ?”. Menegurnya dengan ekspresi wajah, seolah-olah saya ini seorang maling atau teroris. Langsung saja saya naik pitam dan marah luar biasa. Yang pada akhirnya membuat saya menegur balik manajemen hotel itu. Saya marah karena 2 hal. Pertama pertanyaan itu sangat bodoh, dan tidak ada gunanya. Karena ketika ditanya saya mau kemana, saya jawab mau ketemu teman. Lalu dia bertanya siapa namanya, dan saya langsung sebut nama teman saya. Toh, dia tidak punya mekanisme untuk mengecek nama teman saya, ada atau tidak ? Untuk apa ia bertanya seperti itu. Jelas dia cuma menggertak dan pura-pura galak. Sialnya dia ketemu saya dan ketemu batunya. Kedua yang membuat saya marah dan naik pitam, karena dia hanya melakukannya kepada saya yang berwajah orang Indonesia. Ketika ada orang bule masuk, dia diam-diam saja. Apakah semua teroris dan maling itu hanya orang Indonesia ? Dan tidak ada maling serta teroris bule ? Jelas sekali, pendidikan dan pelatihan satpam ini pasti asal saja. Tidak dilakukan dengan serius dan benar.

Kejadian kedua, terjadi di Jakarta belum lama ini. Saya ada janji dengan klien disebuah gedung dekat Sudirman. Ketika sudah naik ke lantai 7, saya ditegur recepsionis karena tidak membawa kartu visitor. Recepsionis menelpon satpam di lantai 7, yang celakanya saya diusir sang satpam untuk turun ke Lobby lagi dan minta kartu visitor. Kembali saya marah dan naik pitam. Karena lagi-lagi logika-nya bengkok. Hingga kini saya tidak mengerti mengapa gedung-gedung memberlakukan peraturan setiap orang harus mendaftar dan menyerahkan KTP-nya, sebelum masuk gedung. Menurut saya ini pemborosan waktu dan prosedur yang percuma. Karena prosedur ini tidak membuat gedung lebih aman. Andaikata saya seorang teroris, saya pasti melakukan dua hal. Masuk dengan akses lain. Atau memalsukan KTP saya. Mestinya satpam dilantai 7 diberikan solusi bahwa kalau sampai ada tamu naik tanpa kartu visitor cukup di-ingatkan, “Pak, lain kali harus ambil kartu visitor dahulu”. Bukan main usir begitu saja ke lobby.

Inilah masalah yang membuat saya sangat sedih dan terusik. Logika yang bengkok, dan pengembangan sumber daya manusia yang masih sangat lemah di republik ini. Ketika dua cerita tentang satpam ini saya ceritakan kesejumlah wartawan belum lama ini, salah seorang nyeletuk : “Pak, kalau dia sudah pintar, pasti jadi menteri laaah !”. Saya tertawa mendengarnya tetapi hati saya tetap sedih. Kok kebodohan dilestarikan dan menjadi polemik politik.

Cerita kali ini, ingin saya tutup dengan sebuah cerita yang miris, tetapi pas dengan komentar supir taxi diatas. Teman saya telah mengabdi disebuah LSM dan Yayasan kemasyarakatan selama lebih dari 10 tahun. Saya melihat pengabdian-nya tulus dan sungguh-sungguh. Ketika didaerahnya ada lowongan pilkada bupati, ia didorong teman-teman kami untuk maju dan mencalonkan diri. Ternyata tidaklah mudah. Karena teman saya bukan orang partai, maka kami harus mencarikan partai yang mau mendukungnya. Tidak gratis memang, karena partai minta mas kawin yang jumlah tidak sedikit. Bukan jutaan tetapi milyaran. Terpaksalah kami beramai-ramai berusaha mencari dana talangan kemana-mana. Dan dalam misi pencarian itu bertemulah kami dengan para calo. Istilah keren-nya surveyor-politik. Mereka semua minta fee didepan, sekali survey biayanya bisa sampai 40-50 juta. Usai di survey, teman saya ini diminta tetap memberikan jaminan sertifikat diatas 5 milyar. Pokoknya sudah mirip banget meminjam duit dari Bank. Kalaupun uang itu sudah didapat, dengan biaya kampanye dan saksi saat pilkada, biayanya bisa jadi 10-20 milyar. Kalau menang ? Bagaimana kalau akhirnya kalah ? Siapa yang menanggung ?

Mendekati detik-detik terakhir, teman saya akhirnya mundur dan mengirim SMS panjang. Nurani akhirnya yang berbicara. Menurut teman saya, ia tidak bisa tidur berhari-hari. Apabila ia menang menjadi Bupati, ia berpikir keras, bagaimana mungkin ia bisa mengembalikan biaya pilkada sebesar 10-20 milyar. Padahal asetnya kurang dari semilyar. Mau tidak mau ia harus korupsi ketika sudah menjadi Bupati nanti. Mulanya ia berpikir tidak apa ia korupsi sebesar itu, asalkan ia mampu berbarengan mensejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Anggap saja itu sebagai ongkos dan resiko berjuang. Tetapi iman dan kejujuran-nya tidak bergeming. Ia tidak tega berbohong, berlaku tidak jujur dan korupsi. Usai menerima SMS itu, saya berpikir kalau bupati saja ongkosnya sudah 20 milyar ? Berapa ongkos walikota ? Gubernur ? Dan Presiden ? Pasti berkali-kali lipat. Pada akhirnya, ucapan sang supir taxi di Semarang, “Mas, mana mungkin orang jujur jadi Presiden ?”, memiliki kebenaran tersendiri. Saat itu wajah sang supir taxi melayang dalam ingatan saya. Tidak mau pergi.

Wednesday, February 24, 2010

Monday, February 22, 2010

TEORI BERBOHONG DAN BANK CENTURY



Mengakui sebuah kebohongan dan meminta maaf langsung kepada publik, menjadi topik berita yang sangat spektakuler saat ini. Apalagi kalau yang berbohong itu adalah seorang tokoh masyarakat beken. Presiden Clinton melakukan-nya. Demekian juga David Letterman dan yang terakhir, adalah Tiger Woods pada tanggal 19 Pebruari yang lalu. Ketiganya kebetulan berbohong untuk urusan yang sama, yaitu selingkuh sex. Dan konon permohonan maaf Tiger Woods menjadi rekor permohonan maaf yang paling banyak diliput oleh televisi diseluruh dunia.

Berbohong barangkali satu-satunya dosa atau kesalahan yang membuat kita ketagihan untuk melakukan-nya. Kata Mpu Peniti, apalagi kalau kita telah mahir memanfaatkan berbohong, maka berbohong telah menjadi candu untuk kehidupan kita. Sekali berhasil, dua kali berhasil dan seterusnya. Berbohong menjadi kenikmatan dan sekaligus alat untuk memanupulasi kehidupan. Celakanya berbohong itu begitu mudahnya hingga anak kecil-pun seringkali melakukannya tanpa sadar. Barulah ketika kita beranjak dewasa dan belajar agama, etika dan kejujuran, maka bohong menjadi masalah. Ada yang menganggapnya dosa yang serius. Adapula yang merasa bohong adalah mekanisme bertahan. Atau dosa yang kadang-kadang bisa dimaklumi.

Saya sendiri pernah berbohong dan masih kadang-kadang berbohong. Tidak pernah serius memikirkan soal berbohong ini, sampai minggu lalu ketika saya di Bali. Pas saya mendarat di airport Ngurah Rai, masuk sebuah SMS pendek, “You have to see her ! Now !”. Begitu bunyi-nya dan membuat saya sangat penasaran. Usai ‘check in’, saya bergegas ke villa teman saya untuk menemui tamu misterius itu, dan sekaligus makan siang. Melihat wajahnya, wanita ini pasti sudah diatas 60 tahun. Ketika kami bersalaman dan saling memperkenalkan diri, ia memakai kaca mata gelap dan rambutnya berkerudung sutera batik yang sangat mahal. Badannya masih langsing dengan kulit mulus yang jauh dari berkerut. Barulah ketika ia duduk kembali, melepas kaca matanya, dan kain kerudung jatuh di pundaknya, saya merasa tersihir dengan pesona kecantikan-nya yang betul-betul magis. Rambutnya hitam terurai sangat indah. Mahal dan sangat rapi. Bahasa tubuhnya tertata sangat rapih seperti sebuah opera mewah. Tangan-nya lentik dengan kuku-kuku yang sangat terawat rapi. Ketika bibirnya menyedot ‘ice tea’, barulah saya sadar betapa sensual bibirnya itu. Terus terang saya tergetar.

Ia menggunakan parfum yang sangat eksotik. Bukan keharuman yang menabrak indera penciuman anda, semerbak seperti layaknya parfum biasa. Tetapi seperti sesuatu yang merayap, merembes, dan menguasai anda secara perlahan. Membuat kita tak berdaya. Luluh ! Parfumnya mengingatkan saya pada wewangian dari rumah butik Satellite di Paris, tak jauh dari hotel Costes. Nama parfumnya ‘Padparascha’. Diambil dari nama permata sapphire di India yang sangat langka, karena berwarna merah muda dengan rona ‘orange’. ‘Padparascha’ juga berarti bunga teratai yang sedang mekar atau nafas kehidupan. Saya langsung menghirupnya dengan serakah sehingga mabuk kepayang. Konon menurut teman saya, wanita ini mirip Matahari, menjadi mata-mata ketika periode perang dingin yang terakhir. Gaya berbicaranya dengan sedikit aksen Timur Tengah dan bahasa Inggris yang sangat halus. Kini ia bekerja sebagai konsultan Public Relation. Bukan sembarang PR tentunya, tetapi lebih tepatnya PR untuk mengatasi krisis gawat darurat. Termasuk berbohong tingkat tinggi.

Baru kali ini, saya bertemu dengan konsultan berbohong. Yang sudah pasti sangat mahal dan sangat jarang ada pula. Selama makan siang dan hampir 2 jam, kami ngobrol tentang teori kebohongan. Mulanya saya menuduh dia berbohong, kalau dia cuma mengatakan berlibur ke Indonesia. Jangan-jangan dengan begitu banyaknya skandal yang sedang beredar di Indonesia, dia sedang sibuk disewa oleh seseorang yang tengah dilanda krisis dan memerlukan kebohongan yang sangat besar. Mungkinkah dia ini disewa oleh ……. ? Batin saya jadi penuh tanda tanya.

Menurutnya berbohong memerlukan strategi dan sekaligus ‘exit strategy yang elegan’. Apa yang terjadi dengan Clinton, Letterman dan Tiger Woods, semata-mata karena ‘exit strategy’-nya tidak terumuskan. Orang seringkali menganggap remeh, bahwa berpikir bahwa dia tidak akan ketahuan berbohong. Kalau ketahuan, mudah solusinya, berbohong yang lebih besar lagi saja. Secara teori memang benar, bahwa sebuah kebohongan kalau terbongkar, maka kita memerlukan kebohongan yang lebih besar untuk menutupinya. Celakanya kalau sudah terlampau besar, maka semua orang harus diajak berbohong. Hal, ini kemungkinan akan sangat tidak mungkin dan ongkosnya akan menjadi mahal sekali. Jangan-jangan dengan semua pemberitaan di media tentang pansus Bank Century yang anti klimaks dan cenderung melemah pada akhirnya, kita berada dititik ini. Bahwa kebohongan-nya sudah sedemkian besar sehingga semua orang harus diajak berbohong. Kalau memang benar, berapa yah ongkosnya ? Dan siapa yang menanggung ?

Berbohong jelas memerlukan tokoh yang kredibilitasnya luar biasa. Sehingga pas kebohongan itu dilakukan semua orang akan percaya. Seorang wartawan yang mengaku mengikuti sepak terjang Menteri Sri Mulyani dan Wapres Boediono selama bertahun-tahun, merasa tidak nyaman, karena pada akhirnya seolah-olah keduanya menjadi tokoh sentral dari skandal Bank Century. Dalam berbagai demo, mereka berdua dan SBY diarak dalam poster-poster bernada sangat negatif. Malah ada orang yang berspekulasi, bahwa keduanya akan dikorbankan. Mungkinkah itu skenario yang sebenarnya ? Benarkah mereka Cuma aktor yang melakoni peran dari sutradara ?

Sayangnya obrolan kami tentang teori kebohongan tidak tuntas, karena waktunya sangat terbatas. Namun saya bersyukur karena sudah banyak juga belajar dari-nya tentang teori kebohongan. Diakhir diskusi kami, satu hal yang mengganjal pemikiran, adalah soal citra dan ‘Brand’ dari Indonesia. Melihat Corruption Perception Index 2009, yang dikeluarkan oleh organisasi Transparency International, dari 180 negara yang diriset, Indonesia masih menduduki urutan 111 negara terkorup di dunia. Kami jadi prihatin. Bayangkan bekas ketua KPK yang mestinya menjadi badan tertinggi pemberantasan korupsi di Indonesia, di vonis bersalah dan masuk penjara karena terlibat konspirasi pembunuhan. Dua bekas Gubernur Bank Indonesia yang terakhir juga pernah dan masih dipenjara. Kalau kita menonton berita di televisi sore-sore hari, isi beritanya dipenuhi kasus korupsi. Entah itu bekas bupati, walikota, gubernur hingga menteri sekalipun. Lha, kalau hampir semua pihak didalam sistim kita sudah korup dan bersalah, siapa ‘dong’ yang bisa kita percaya ? Ini bahaya yang sesungguhnya bahwa tidak ada lagi yang bisa kita percaya ! Masyarakat lalu terjebak terlanjur percaya, bahwa tidak lagi ada orang baik dan jujur. Mereka apatis, dan demokrasi kita mandeg total. Karena siapapun yang memimpin jadi tidak lagi penting. Sama saja ! Toh, akan bohong dan korupsi juga !

Percaya atau tidak, solusi edan-nya mungkin membubarkan KPK. Karena masalahnya memang bukan menangkapi maling dan penjahat. Tetapi mencegah kemalingan. Membudayakan profesi jujur. Tidak tergoda suap dan korupsi. Merekrut orang jujur dan membuat sistim jujur yang anti korupsi. Bila tidak, kita semua akan berada ditepi jurang yang akan membuat kita bersama-sama terjun. Dan bersama-sama berbohong.

Duh, kalau itu terjadi. Kita semua bakal terkutuk !

Sunday, February 21, 2010

RAHASIA UMUR PANJANG !!!




Rahasia umur panjang ternyata sangat mudah dan sederhana.
Dr. Karen Weatherby yang melakukan riset kesehatan di Jerman terhadap 200 pria, yang setiap harinya selama 10 menit memandang foto-foto cewe yang sexy cenderung memanjangkan umur mereka rata-rata 5 tahun.

Memandang foto-foto cewe yang sexy akan menimbulkan rangsangan sexual. Yang membuat jantung aktif memompa darah dan memperbaiki aliran darah, mirip anda melakukan 30 menit senam aerobik.

Tuesday, February 16, 2010

MATEMATIKA INDUSTRI FILM INDONESIA



Peradaban umat manusia maju berkembang, berkat satu hal. Kemampuan kita sebagai manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Baik secara batin, lewat isyarat dan bahasa. Lewat cara yang sama pengetahuan, sejarah, legenda dan banyak lagi, kita turunkan dari generasi ke generasi lain. Kemampuan ini tidak saja berkembang lepas tanpa kendali, melainkan secara antropologis menjadi sebuah kemahiran penting. Yaitu kemahiran bercerita. Tengok saja bagaimana dongeng menjadi sebuah produk peradaban yang tetap populer, menarik dan bertahan. Dan bagaimana sejumlah tradisi dan seni terancam punah, karena kemampuan-nya berkomunikasi tidak lagi populer. Salah satu bentuk produk peradaban dan budaya yang semakin populer adalah film.

Film barangkali memiliki kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi yang paling komplit. Karena menggunakan bahasa, musik dan visualisasi bersama-sama tekhnologi dalam sebuah kemahiran bercerita yang aktuil. Itu sebabnya film dengan bahasa yang berbeda dan tidak kita mengerti, masih bisa sangat menarik untuk ditonton karena elemen komunikasi lainnya seperti musik, visualisasi dan tekhnologi menjadi kekuatan tersendiri, dan bukan pelengkap bahasa semata.

Ketika artikel ini ditulis, film AVATAR telah memecahkan rekor sebagai film box-office sepanjang masa. Penjualannya di Amerika saja telah mencapai diatas 660 juta dolar. Dan di luar Amerika sudah mencapai 1,6 milyar dolar. Dijumlah Avatar sudah menghasilkan 2,2 milyar dolar atau setara dengan 22 trilyun rupiah. Anda mungkin akan tertawa, bila kita membandingkan-nya dengan industri film Indonesia. Percaya atau tidak Indonesia yang penduduknya sudah diatas 220 juta orang hanya memiliki kurang dari 600 layar bioskop. Ini tentu saja tidak termasuk bioskop ‘misbar’ atau sejenisnya. Artinya satu layar bioskop harus digunakan oleh lebih dari 360.000 orang. Penonton Indonesia setahun ada kurang lebih 45 juta orang. Kelihatan banyak tetapi sebetulnya sangat minim. Karena konsumsi perkapita Indonesia cuma ¼ film pertahun. Di Amerika, konsumsi perkapita mereka sudah diatas 4 film pertahun. Jumlah tiket yang terjual di Amerika tahun 2009, diatas 1,3 milyar. Dengan omzet diatas 10 milyar dolar atau 100 trilyun lebih. Harga karcis di Indonesia masih sangat murah yaitu rata-rata cuma 15 ribu rupiah. Tahun 2009 tiket bioskop rata-rata di Amerika sudah mencapai $7.46 atau diatas 70 ribu rupiah. Lebih dari 4 kali lebih mahal di banding di Indonesia. Melihat angka diatas Hollywood sebagai industri kreatif barangkali memiliki pasar yang besarnya diatas 50 milyar dolar, atau diatas 500 trilyun rupiah. Atau lebih dari setengah besaran APBN Indonesia ditahun 2008-2009.
Indonesia yang hanya mampu memproduksi film kurang dari 200 judul setahun, belum bisa mengembangkan film sebagai salah satu industri kreatif berpotensi ekonomi yang masif. Industri film kita masih tertinggal jauh dibawah pasar 10 trilyun rupiah setahun.

Lalu apa rumus matematika-nya ? Salah satunya tentu saja matematika klasik antara ayam dan telur. Mana yang lebih dulu ? Film Indonesia yang selalu menuai kritik, memang mewarisi sejumlah permasalahan yang sangat kompleks. Dari segi permodalan, barangkali film Indonesia adalah industri yang paling berisiko. Tidak ada bank dimana-pun di Indonesia yang saat ini berani memberikan kredit pembuatan film. Dan pengusaha film kita rata-rata tidak memiliki aset untuk jaminan kredit pembuatan film. Itupun seandainya ada ! Seorang banker secara humoris mengatakan pada saya, bagaimana caranya menilai resiko sebuah film yang akan dibuat ? Memang tidak ada metode yang baku.

Sebenarnya kaya raya lewat film tidaklah susah bila dihitung secara matematis. Biaya pembuatan film Indonesia yang paling minim itu sekitar 1.5 milyar hingga 2 milyar dengan promosi seadanya saja. Untuk film semurah ini anda butuh minimal 100.000 – 150.000 penonton untuk breakeven. Kelihatannya mudah tetapi sulit sekali. Karena jumlah bioskop kita yang minim hanya kurang dari 600 itu. Andaikata film anda diputar di 50 bioskop, dengan rata-rata penonton 100 orang, maka anda minimal butuh waktu 2 minggu untuk mencapai titik break-even tadi. Dengan kompetisi yang sangat luar biasa antara film gratis di TV, DVD palsu dan karya Hollywood yang spektakuler, maka kebanyakan film Indonesia rontok di minggu pertama.

Jadi jangan salahkan kalau produser film Indonesia cuma mau membuat film yang laku. Seperti film setan, komedi sex dan percintaan. Membuat film diluar pakem itu, seperti film sejarah, aksi, dan sci-fi, akan menjadi sangat mahal dan tidak masuk akal untuk impas. Akibatnya film Indonesia dengan biaya produksi diatas 5 milyar menjadi sangat langka. Teorinya kalau tidak diberi modal cukup, bagaimana mungkin kita bisa membuat film yang bagus. Dan pengusaha bioskop tidak akan membangun bioskop baru bilamana tidak ada pertumbuhan penonton yang sehat di Indonesia.

Melihat hitungan matematika industri film Indonesia yang ruwet ini banyak orang menjadi sangat pesimis. Menurut saya pribadi solusinya sebenarnya sangat mudah. Kita butuh mendirikan sebuah lembaga PASAR FILM INDONESIA. Mulai saja dengan hitungan yang mudah. Pemerintah bersama BUMN (yang mampu tentunya) menghibahkan dana sebesar 60-80 milyar setahun selama 5 tahun. Ini komitmen terpenting. Dana ini dikelola secara profesional dan memiliki orientasi menghasilkan laba, dan bukan lembaga sosial yang kerja-nya hanya menyumbang dana. Dengan uang itu, PASAR FILM INDONESIA menginvestasikan 10-12 film setahun, dengan biaya produksi yang berbeda-beda tergantung kebutuhan. Produser film dan PASAR FILM INDONESIA bekerja sama untuk membuat film yang bagus, dan laris ditonton. Dengan sistim bagi keuntungan, modal tahunan PASAR FILM INDONESIA diharapkan berkembang dan berlipat ganda menjadi 1 trilyun rupiah setelah 6-8 tahun. Bila sistim ini berhasil, rakyat Indonesia, memiliki jaminan setiap bulan-nya ada film bagus yang bisa ditonton. Dan Industri Film Indonesia sebagai Industri kreatif bisa berkembang dan menjadi industri yang kompetitif untuk kita ekspor ke ASEAN.

Pemerintah dan BUMN sebagai penggagas dana, tentunya meminta sejumlah keuntungan. Dan mereka akan mendapatkan-nya dengan matematika yang menarik. Pertama yang klise tentu saja dari pertumbuhan tenaga kerja. Baik secara kualitas dan kuantitas. Yang kedua adalah dari industri pendukungnya. Masih banyak fasilitas produksi film yang masih harus di-outsource di luar negeri seperti Australia, Thailand, India dan Malaysia. Seperti finishing dan post-production. Apabila industri film Indonesia berkembang baik, investor akan menanamkan modal di industri pendukung ini. Efek bola saljunya juga akan menggelinding ke industri lain-nya seperti periklanan dan video-clip untuk musik. Ini bukan bonus yang sepele. Karena industri periklanan dan musik kita punya pangsa pasar yang cukup fantastis. Ketiga, industri pendukung lainnya seperti musik dan novel sebagai bahan baku cerita juga akan ikut tumbuh secara otomatis.

Film adalah alat promosi yang populer. Film “The Da Vinci Code” misalnya mampu membuat turis berduyun-duyun ke Paris. Film-film Indiana Jones dan James Bond berhasil mempromosikan tempat-tempat eksotis di Eropa dan Timur Tengah. Saat ini, salah satu sumber pendanaan aktif film Indonesia, adalah juga lewat sponsorship dari berbagai perusahaan swasta. PASAR FILM INDONESIA bisa juga melakukan barter dengan pemerintah dan produser film untuk mempromosikan BUMN, aneka produk Indonesia, tempat tujuan wisata Indonesia dan menjadi materi pendidikan yang baik, misalnya dalam membuat film-film sejarah.

Bisa pula dibuat perjanjian, apabila setelah 5 tahun, dana yang dhibahkan Pemerintah dan BUMN menghasilkan laba yang cukup, sebagian laba tersebut dikembalikan sebagai royalti keuntungan. Tetapi dalam bentuk program CSR yang menguntungkan pemerintah dan BUMN. Misalnya pendirian Akademi Film diberbagai daerah, bioskop keliling, dan pembuatan materi audio visual untuk kampanye program pemerintah dan BUMN.

Kafi Kurnia – Wakil Ketua II – Komite Kerja Festival Film Indonesia

Saturday, February 13, 2010

TAHUN HARIMAU 2010



Turun dari Yogyakarta pagi ini, Jakarta dirundung mendung yang cukup gelap. Semalam seorang teman mengabarkan lewat SMS bahwa Jakarta siaga I, karena terancam banjir kiriman dari Bogor. Dan besok 14 Pebruari 2010, adalah Imlek yang mengawali bertahtanya tahun Harimau. Sepanjang perjalanan pulang dari airport ke rumah, saya ingat cerita Ibu. Konon kalau hujan sangat merata dan cukup lama, terutama di hari-hari menjelang Imlek dan saat Imlek, adalah pertanda baik. Banyak rejeki dan keberuntungan yang bakal melimpah. Saya sungguh berharap agar hal itu terjadi.

Hampir lima puluh tahun terakhir ini, setiap kali kita mengalami siklus tahun shio HARIMAU, Indonesia selalu mengalami gonjang ganjing. Tahun 1974, ketika tahun shio HARIMAU, Indonesia diguncang dengan peristiwa MALARI. 12 tahun kemudian, tahun 1986 goncangan ekonomi membuat Rupiah di-devaluasi sekitar 21%. Ini adalah devaluasi Rupiah terakhir. Tahun 1998 ketika tahun HARIMAU kembali, kita mengalami peristiwa Kerusuhan Mei dan guncangan ekonomi yang lebih parah. Apakah tahun 2010 kita akan diguncang gonjang ganjing berikutnya. Seorang teman bercanda, jangan-jangan tanda-tanda menuju kesitu sudah terlihat. Lihat saja ekonomi dunia yang masih berantakan, dan di Indonesia kasus Bank Century bisa menjadi api yang sukar padam.

Harimau sebagai simbol dalam budaya Tionghoa sangat sentral dan strategis. Simbol Yin-Yang atau positif dan negatif memang disimbolkan dengan 2 hewan mitologi. Naga dan burung Hong atau Phoenix. Kedua hewan itu bersama Harimau dianggap sebagai aikon keberuntungan. Kepala Harimau yang biasanya memiliki 3 garis membujur, seringkali dianggap sangat mirip dengan aksara atau huruf Raja didalam bahasa Mandarin. Itu sebabnya Harimau merupakan simbol orang penting. Orang tua seringkali menjuluki anak-anaknya yang gesit dan cekatan dengan julukan “Harimau Kecil”. Yang menunjukan harapan orang tua yang ambisius terhadap putera dan puterinya. Disaat-saat Imlek, terkadang orang tua didaratan Tiongkok membelikan sepatu atau topi dengan desain harimau, karena dianggap mampu melindungi putera dan puteri mereka dari pengaruh-pengaruh jahat. Perusahaan produk olah-raga dunia Nike sendiri, mengeluarkan sepatu “limited” edition bergaya Harimau untuk merayakan tahun Imlek Harimau 2010.

Ketika pada abad ke 17, biara Shaolin diprovinsi Fukkien, dikenal sebagai kawah candradimuka yang mencetak pendekar-pendekar Kung-Fu terbaik diseluruh daratan Tiongkok. Pemerintahan Manchuria yang “dag-dig-dug” menghadapi sejumlah pemberontakan, akhirnya membakar biara Shaolin. Dengan harapan memutus supply pemberontak. Menurut kisah yang diturunkan turun temurun, ternyata ada 5 pendekar Kung-Fu yang lolos. Salah satunya adalah Hung Eee Kan. Beliau sangat menguasai Kung-Fu bergaya Harimau yang terkenal gesit dan memiliki pukulan mematikan.

Suatu hari, Hung Eee Kan melihat seorang kakek melatih seorang gadis muda berlatih Kung-Fu. Ia terpesona, karena tidak mengenali gayanya sama sekali. Berlainan dengan gaya Harimau, gaya Kung-Fu yang satu ini, sangat elok, elegan dan lemah gemulai. Hung Eee Kan akhirnya mengintip dengan seksama dibalik pohon. Tak lama kemudian, sang kakek mengendus keberadaan Hung Eee Kan. Lalu Hung diajak berlatih Kung-Fu bersama. Dan Hung Eee Kan sangat terkejut bahwa ternyata Kung-Fu gaya Harimau-nya tidak mempan melawan Kung-Fu sang wanita yang lemah gemulai. Wanita itu kemudian terkenal dengan nama Tee Eng Chon.

Akhirnya Hung Eee Kan tinggal dengan kakek Tee dan berguru ilmu Kung-Fu lemah gemulai itu, yang kemudian dikenal dengan nama ilmu Kung-Fu bangau putih. Lama-lama Hung Eee Kan jatuh cinta dengan Tee Eng Chon dan keduanya akhirnya menikah. Dari perkawinan inilah akhirnya lahir kesempurnaan ilmu Kung-Fu dengan kombinasi Harimau dan Bangau Putih.

Rahasia menghadapi tahun harimau 2010, konon cukup sederhana. Pertama, seperti harimau kita harus berani menghadapi berbagai peristiwa yang “unpredictable” dan selalu berubah. Kedua, kita harus sangat gesit seperti harimau dalam berburu peluang. Di tahun 2010, kecepatan bertindak adalah kata kunci yang penting. Ketiga dan yang terakhir, kita harus meminjam jurus Kung-Fu harimau dan bangau putih. Yaitu bakal banyak hal yang harus diselesaikan secara elegan, elok lewat diplomasi. Bukan dengan benturan kekuatan.

Ramalan 2010, Indonesia yang berada dititik “South-East” secara Feng-Shui memang dikaburkan dengan sejumlah enerji negatif bersama Thailand, dan Philipina. Sektor keuangan diperkirakan akan menguat. Dengan peringatan gonjang-ganjing pada bulan-bulan Juni-Juli-Agustus. Industri enerji akan terus menerus menjadi fokus baru ekonomi dunia. Perdagangan dunia tidak akan mulus, dan terus memicu sejumlah konflik. Apapun yang terjadi menurut saya – kita perlu meminjam naluri survival harimau. Bilamana kita berhasil survive selama 50 tahun terakhir. Kita juga akan survive 50 tahun berikutnya.

Gong Xi Fa Cai – Semoga tahun harimau 2010, membawa rejeki, keberuntungan dan sukses yang berlimpah.

Monday, February 08, 2010

SABAR



Anita, sebut saja itu namanya. Wanita dengan paras cantik. Agak kurus, dengan rambut panjang tak terurus. Usianya belum lagi 30 tahun. Anita sedang hamil 5 bulan. Ia mengeluh pada Mpu Peniti, menderita diberlakukan kasar dan kadang dengan kekerasan oleh suaminya. Mpu Peniti tentu saja menjadi sangat kuatir. Beliau menasehati agar Anita meminta perlindungan kepada polisi, atau melibatkan anggota keluarga lain untuk menjaga keselamatan-nya. Namun Anita menolak rekomendasi Mpu Peniti. Ia cuma minta diajari sabar. Anita bercerita bahwa dulunya ia yang kepalang ‘ngotot’ minta menikah dengan suaminya yang sekarang. Dalam banyak hal Anita bercerita bahwa ia telah salah menilai karakter suaminya. Kalaupun ia ingin melakukan sesuatu, Anita baru akan melakukannya setelah anaknya lahir. Ia sangat ingin bersabar dalam bulan-bulan mendatang. Saya yang ikut menyaksikan peristiwa ini, ikut sedih dan terharu.

Secara perlahan-lahan, akhirnya Mpu Peniti tergerak untuk mengajarkan sabar kepada Anita. Itupun pendek dan tidak panjang lebar. Menurut Mpu Peniti, sabar tidak diberikan Tuhan kepada kita, karena Tuhan ingin menguji kita. Ini poin yang terpenting. Kadang kita salah kaprah dengan mengatakan bahwa kita harus koreksi diri dan bersabar, dalam menghadapi segala cobaan dari Tuhan. Ungkapan itu sering kita dengar dalam setiap krisis, tragedi dan bencana alam. Kata Mpu Peniti, hal ini cuma jalan pintas untuk secara tidak langsung menyalahkan Tuhan. Mana mungkin Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang tega membuat susah kita ??

Mpu Peniti menasehati Anita, bahwa sabar justru anugerah Tuhan, yang diberikan kepada manusia sebagai kelengkapan ‘survival’. Agar kita memiliki kemampuan berjuang, dan bertahan dari segala kesulitan. Sabar seringkali adalah pintu keluar atau solusi dari sebuah masalah. Sabar adalah ‘skills’ yang paling unik. Sabar adalah kombinasi dari ketekunan, kegigihan, sikap merendah dan mengalah, serta kecerdikan mencari ‘timing’ yang tepat untuk menciptakan momentum.

Adalah salah kalau kita menganggap seseorang yang punya kesabaran yang bijak, justru dianggap sebagai orang yang lemah tidak berdaya. Karena sesungguhnya itulah orang yang paling berbahaya. Ibaratnya ia membawa senjata yang tersembunyi dan tidak terlihat. Seorang pemancing yang berpengalaman, pasti memiliki kesabaran yang luar biasa. Ia bukanlah seseorang yang pasrah dan pasif hanya menunggu. Tetapi ia tahu persis bahwa pada satu-satunya cara mengalahkan sang ikan adalah dengan sabar. Ia sadar sepenuhnya bahwa apabila ia sabar, pada akhirnya ialah yang akan menjadi pemenangnya.

Pernah sekali, seorang pengusaha bertanya kepada saya, kenapa saya bisa dengan lepas tertawa dengan enak, sampai terbahak-bahak. Malah sampai ada orang menuduh saya hanya berpura-pura saja. Dan tertawa cuma untuk aksi. Saya menjawab dengan rendah hati, bahwa banyak belajar sabar, membuat saya bisa tertawa seperti itu. Pengusaha itu bingung. Ia bilang apa hubungannya antara kesabaran dan tawa.

Ceritanya memang rada panjang. Suatu hari ketika saya sedang sangat susah hati, saya bertanya kepada Mpu Peniti, tentang solusi dan jawaban-nya. Mpu Peniti malah tertawa mendengar pertanyaan saya. Beliau bercerita bahwa banyak orang-orang bijak, punya kemampuan yang luar biasa untuk lupa. Hanya dengan lupa, kita bisa mengalahkan waktu dan melanjutkan hidup. Semua yang sudah terjadi harus kita lupakan. Dan mulai dengan yang baru. Bila tidak masa lalu yang menyakitkan bisa jadi penyakit. Mulai dari sakit hati hingga dendam yang berkepanjangan. Disaat itulah saya mulai menuruti nasehat beliau, dan belajar lupa. Hasilnya memang manjur. Saya merasa beban hidup menjadi sangat enteng. Hidup terasa lebih nyaman dan nikmat. Tidur saya terasa lebih nyenyak.

Sehabis lupa, jangan lupa tertawa, begitu pesan Mpu Peniti selanjutnya. Mulanya saya sama sekali tidak mengerti. Terasa janggal. Seperti pengecut yang melarikan diri dari permasalahan. Mpu Peniti mengajarkan saya untuk belajar menertawakan diri sendiri. Kata beliau, menertawakan orang lain memang sama dengan menghina dan sangat kurang ajar. Yang ini dilarang keras oleh beliau. Tetapi menertawakan diri sendiri merupakan ilmu bela diri yang unik. Memerlukan kecerdasan luar biasa untuk bisa melihat segala situasi dan kondisi dengan humor. Kalau sudah bisa, maka kita akan tabah dan sabar menghadapi segala situasi. Karena seburuk apapun situasinya, kita mampu untuk lewat dan menghadapinya. Hidup ini bisa saja berakhir semuanya dengan bencana, tragedi dan derita. Atau sebaliknya. Berakhir dengan canda dan tawa. Mana yang anda pilih ? Saya memilih yang kedua.

Setelah satu dan dua tahun saya menekuni kemahiran untuk menertawakan diri sendiri, akhirnya saya mulai mengerti ajaran dan manfaat menertawakan diri sendiri. Saya mulai mengerti bahwa hidup ini tidak punya satu sisi pandangan. Tetapi sangat majemuk. Tidak semuanya hitam dan putih. Abu-abu dan kelabu bisa jadi warna yang indah juga. Gagal tidak selalu tragis dan menyedihkan. Gagal bisa juga lucu. Jatuh tidak selamanya sakit. Tetapi terkadang membuat kita tertawa juga. Latihan hidup ini menjadi motivasi untuk melihat segalanya secara kreatif dan kadang terbalik. Melihat dengan kemungkinan yang berbeda-beda. Setiap kali saya mengalami hambatan dan kesulitan, saya tidak lagi stress dan mengurut dada. Tapi sabar dan tertawa saja. Saat itulah hidup terasa sangat gurih untuk dinikmati. Sabar adalah senjata ampuh melawan waktu. Dan tertawa adalah kebahagian yang menyertainya.

Monday, February 01, 2010

INGIN MENIKMATI KOPI LUWAK YANG ASLI ??



BREAKING NEWS :
Kopi Luwak mulanya hanyalah mitos lama yang hampir dilupakan orang.
Tahun 2007 ketika film The Bucket List yang diperankan Jack Nicholson dan Morgan Freeman beredar dan mempopulerkan Kopi Luwak, tiba-tiba saja dimana-mana beredar Kopi Luwak. Kalau tidak hati-hati kita mudah terjebak yang palsu. Atau c...ampuran dengan konsentrasi kurang dari 10%.

Kini anda bisa menikmati Kopi Luwak yang asli dengan mudah. Restoran Oasis yang berdiri sejak tahun 1968 dan merupakan satu-satunya Fine Dining ala Indonesian Gourmet kini menyajikan Kopi Luwak yang asli. Dijamin !!!!