Monday, February 08, 2010
SABAR
Anita, sebut saja itu namanya. Wanita dengan paras cantik. Agak kurus, dengan rambut panjang tak terurus. Usianya belum lagi 30 tahun. Anita sedang hamil 5 bulan. Ia mengeluh pada Mpu Peniti, menderita diberlakukan kasar dan kadang dengan kekerasan oleh suaminya. Mpu Peniti tentu saja menjadi sangat kuatir. Beliau menasehati agar Anita meminta perlindungan kepada polisi, atau melibatkan anggota keluarga lain untuk menjaga keselamatan-nya. Namun Anita menolak rekomendasi Mpu Peniti. Ia cuma minta diajari sabar. Anita bercerita bahwa dulunya ia yang kepalang ‘ngotot’ minta menikah dengan suaminya yang sekarang. Dalam banyak hal Anita bercerita bahwa ia telah salah menilai karakter suaminya. Kalaupun ia ingin melakukan sesuatu, Anita baru akan melakukannya setelah anaknya lahir. Ia sangat ingin bersabar dalam bulan-bulan mendatang. Saya yang ikut menyaksikan peristiwa ini, ikut sedih dan terharu.
Secara perlahan-lahan, akhirnya Mpu Peniti tergerak untuk mengajarkan sabar kepada Anita. Itupun pendek dan tidak panjang lebar. Menurut Mpu Peniti, sabar tidak diberikan Tuhan kepada kita, karena Tuhan ingin menguji kita. Ini poin yang terpenting. Kadang kita salah kaprah dengan mengatakan bahwa kita harus koreksi diri dan bersabar, dalam menghadapi segala cobaan dari Tuhan. Ungkapan itu sering kita dengar dalam setiap krisis, tragedi dan bencana alam. Kata Mpu Peniti, hal ini cuma jalan pintas untuk secara tidak langsung menyalahkan Tuhan. Mana mungkin Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang tega membuat susah kita ??
Mpu Peniti menasehati Anita, bahwa sabar justru anugerah Tuhan, yang diberikan kepada manusia sebagai kelengkapan ‘survival’. Agar kita memiliki kemampuan berjuang, dan bertahan dari segala kesulitan. Sabar seringkali adalah pintu keluar atau solusi dari sebuah masalah. Sabar adalah ‘skills’ yang paling unik. Sabar adalah kombinasi dari ketekunan, kegigihan, sikap merendah dan mengalah, serta kecerdikan mencari ‘timing’ yang tepat untuk menciptakan momentum.
Adalah salah kalau kita menganggap seseorang yang punya kesabaran yang bijak, justru dianggap sebagai orang yang lemah tidak berdaya. Karena sesungguhnya itulah orang yang paling berbahaya. Ibaratnya ia membawa senjata yang tersembunyi dan tidak terlihat. Seorang pemancing yang berpengalaman, pasti memiliki kesabaran yang luar biasa. Ia bukanlah seseorang yang pasrah dan pasif hanya menunggu. Tetapi ia tahu persis bahwa pada satu-satunya cara mengalahkan sang ikan adalah dengan sabar. Ia sadar sepenuhnya bahwa apabila ia sabar, pada akhirnya ialah yang akan menjadi pemenangnya.
Pernah sekali, seorang pengusaha bertanya kepada saya, kenapa saya bisa dengan lepas tertawa dengan enak, sampai terbahak-bahak. Malah sampai ada orang menuduh saya hanya berpura-pura saja. Dan tertawa cuma untuk aksi. Saya menjawab dengan rendah hati, bahwa banyak belajar sabar, membuat saya bisa tertawa seperti itu. Pengusaha itu bingung. Ia bilang apa hubungannya antara kesabaran dan tawa.
Ceritanya memang rada panjang. Suatu hari ketika saya sedang sangat susah hati, saya bertanya kepada Mpu Peniti, tentang solusi dan jawaban-nya. Mpu Peniti malah tertawa mendengar pertanyaan saya. Beliau bercerita bahwa banyak orang-orang bijak, punya kemampuan yang luar biasa untuk lupa. Hanya dengan lupa, kita bisa mengalahkan waktu dan melanjutkan hidup. Semua yang sudah terjadi harus kita lupakan. Dan mulai dengan yang baru. Bila tidak masa lalu yang menyakitkan bisa jadi penyakit. Mulai dari sakit hati hingga dendam yang berkepanjangan. Disaat itulah saya mulai menuruti nasehat beliau, dan belajar lupa. Hasilnya memang manjur. Saya merasa beban hidup menjadi sangat enteng. Hidup terasa lebih nyaman dan nikmat. Tidur saya terasa lebih nyenyak.
Sehabis lupa, jangan lupa tertawa, begitu pesan Mpu Peniti selanjutnya. Mulanya saya sama sekali tidak mengerti. Terasa janggal. Seperti pengecut yang melarikan diri dari permasalahan. Mpu Peniti mengajarkan saya untuk belajar menertawakan diri sendiri. Kata beliau, menertawakan orang lain memang sama dengan menghina dan sangat kurang ajar. Yang ini dilarang keras oleh beliau. Tetapi menertawakan diri sendiri merupakan ilmu bela diri yang unik. Memerlukan kecerdasan luar biasa untuk bisa melihat segala situasi dan kondisi dengan humor. Kalau sudah bisa, maka kita akan tabah dan sabar menghadapi segala situasi. Karena seburuk apapun situasinya, kita mampu untuk lewat dan menghadapinya. Hidup ini bisa saja berakhir semuanya dengan bencana, tragedi dan derita. Atau sebaliknya. Berakhir dengan canda dan tawa. Mana yang anda pilih ? Saya memilih yang kedua.
Setelah satu dan dua tahun saya menekuni kemahiran untuk menertawakan diri sendiri, akhirnya saya mulai mengerti ajaran dan manfaat menertawakan diri sendiri. Saya mulai mengerti bahwa hidup ini tidak punya satu sisi pandangan. Tetapi sangat majemuk. Tidak semuanya hitam dan putih. Abu-abu dan kelabu bisa jadi warna yang indah juga. Gagal tidak selalu tragis dan menyedihkan. Gagal bisa juga lucu. Jatuh tidak selamanya sakit. Tetapi terkadang membuat kita tertawa juga. Latihan hidup ini menjadi motivasi untuk melihat segalanya secara kreatif dan kadang terbalik. Melihat dengan kemungkinan yang berbeda-beda. Setiap kali saya mengalami hambatan dan kesulitan, saya tidak lagi stress dan mengurut dada. Tapi sabar dan tertawa saja. Saat itulah hidup terasa sangat gurih untuk dinikmati. Sabar adalah senjata ampuh melawan waktu. Dan tertawa adalah kebahagian yang menyertainya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment