Monday, February 22, 2010
TEORI BERBOHONG DAN BANK CENTURY
Mengakui sebuah kebohongan dan meminta maaf langsung kepada publik, menjadi topik berita yang sangat spektakuler saat ini. Apalagi kalau yang berbohong itu adalah seorang tokoh masyarakat beken. Presiden Clinton melakukan-nya. Demekian juga David Letterman dan yang terakhir, adalah Tiger Woods pada tanggal 19 Pebruari yang lalu. Ketiganya kebetulan berbohong untuk urusan yang sama, yaitu selingkuh sex. Dan konon permohonan maaf Tiger Woods menjadi rekor permohonan maaf yang paling banyak diliput oleh televisi diseluruh dunia.
Berbohong barangkali satu-satunya dosa atau kesalahan yang membuat kita ketagihan untuk melakukan-nya. Kata Mpu Peniti, apalagi kalau kita telah mahir memanfaatkan berbohong, maka berbohong telah menjadi candu untuk kehidupan kita. Sekali berhasil, dua kali berhasil dan seterusnya. Berbohong menjadi kenikmatan dan sekaligus alat untuk memanupulasi kehidupan. Celakanya berbohong itu begitu mudahnya hingga anak kecil-pun seringkali melakukannya tanpa sadar. Barulah ketika kita beranjak dewasa dan belajar agama, etika dan kejujuran, maka bohong menjadi masalah. Ada yang menganggapnya dosa yang serius. Adapula yang merasa bohong adalah mekanisme bertahan. Atau dosa yang kadang-kadang bisa dimaklumi.
Saya sendiri pernah berbohong dan masih kadang-kadang berbohong. Tidak pernah serius memikirkan soal berbohong ini, sampai minggu lalu ketika saya di Bali. Pas saya mendarat di airport Ngurah Rai, masuk sebuah SMS pendek, “You have to see her ! Now !”. Begitu bunyi-nya dan membuat saya sangat penasaran. Usai ‘check in’, saya bergegas ke villa teman saya untuk menemui tamu misterius itu, dan sekaligus makan siang. Melihat wajahnya, wanita ini pasti sudah diatas 60 tahun. Ketika kami bersalaman dan saling memperkenalkan diri, ia memakai kaca mata gelap dan rambutnya berkerudung sutera batik yang sangat mahal. Badannya masih langsing dengan kulit mulus yang jauh dari berkerut. Barulah ketika ia duduk kembali, melepas kaca matanya, dan kain kerudung jatuh di pundaknya, saya merasa tersihir dengan pesona kecantikan-nya yang betul-betul magis. Rambutnya hitam terurai sangat indah. Mahal dan sangat rapi. Bahasa tubuhnya tertata sangat rapih seperti sebuah opera mewah. Tangan-nya lentik dengan kuku-kuku yang sangat terawat rapi. Ketika bibirnya menyedot ‘ice tea’, barulah saya sadar betapa sensual bibirnya itu. Terus terang saya tergetar.
Ia menggunakan parfum yang sangat eksotik. Bukan keharuman yang menabrak indera penciuman anda, semerbak seperti layaknya parfum biasa. Tetapi seperti sesuatu yang merayap, merembes, dan menguasai anda secara perlahan. Membuat kita tak berdaya. Luluh ! Parfumnya mengingatkan saya pada wewangian dari rumah butik Satellite di Paris, tak jauh dari hotel Costes. Nama parfumnya ‘Padparascha’. Diambil dari nama permata sapphire di India yang sangat langka, karena berwarna merah muda dengan rona ‘orange’. ‘Padparascha’ juga berarti bunga teratai yang sedang mekar atau nafas kehidupan. Saya langsung menghirupnya dengan serakah sehingga mabuk kepayang. Konon menurut teman saya, wanita ini mirip Matahari, menjadi mata-mata ketika periode perang dingin yang terakhir. Gaya berbicaranya dengan sedikit aksen Timur Tengah dan bahasa Inggris yang sangat halus. Kini ia bekerja sebagai konsultan Public Relation. Bukan sembarang PR tentunya, tetapi lebih tepatnya PR untuk mengatasi krisis gawat darurat. Termasuk berbohong tingkat tinggi.
Baru kali ini, saya bertemu dengan konsultan berbohong. Yang sudah pasti sangat mahal dan sangat jarang ada pula. Selama makan siang dan hampir 2 jam, kami ngobrol tentang teori kebohongan. Mulanya saya menuduh dia berbohong, kalau dia cuma mengatakan berlibur ke Indonesia. Jangan-jangan dengan begitu banyaknya skandal yang sedang beredar di Indonesia, dia sedang sibuk disewa oleh seseorang yang tengah dilanda krisis dan memerlukan kebohongan yang sangat besar. Mungkinkah dia ini disewa oleh ……. ? Batin saya jadi penuh tanda tanya.
Menurutnya berbohong memerlukan strategi dan sekaligus ‘exit strategy yang elegan’. Apa yang terjadi dengan Clinton, Letterman dan Tiger Woods, semata-mata karena ‘exit strategy’-nya tidak terumuskan. Orang seringkali menganggap remeh, bahwa berpikir bahwa dia tidak akan ketahuan berbohong. Kalau ketahuan, mudah solusinya, berbohong yang lebih besar lagi saja. Secara teori memang benar, bahwa sebuah kebohongan kalau terbongkar, maka kita memerlukan kebohongan yang lebih besar untuk menutupinya. Celakanya kalau sudah terlampau besar, maka semua orang harus diajak berbohong. Hal, ini kemungkinan akan sangat tidak mungkin dan ongkosnya akan menjadi mahal sekali. Jangan-jangan dengan semua pemberitaan di media tentang pansus Bank Century yang anti klimaks dan cenderung melemah pada akhirnya, kita berada dititik ini. Bahwa kebohongan-nya sudah sedemkian besar sehingga semua orang harus diajak berbohong. Kalau memang benar, berapa yah ongkosnya ? Dan siapa yang menanggung ?
Berbohong jelas memerlukan tokoh yang kredibilitasnya luar biasa. Sehingga pas kebohongan itu dilakukan semua orang akan percaya. Seorang wartawan yang mengaku mengikuti sepak terjang Menteri Sri Mulyani dan Wapres Boediono selama bertahun-tahun, merasa tidak nyaman, karena pada akhirnya seolah-olah keduanya menjadi tokoh sentral dari skandal Bank Century. Dalam berbagai demo, mereka berdua dan SBY diarak dalam poster-poster bernada sangat negatif. Malah ada orang yang berspekulasi, bahwa keduanya akan dikorbankan. Mungkinkah itu skenario yang sebenarnya ? Benarkah mereka Cuma aktor yang melakoni peran dari sutradara ?
Sayangnya obrolan kami tentang teori kebohongan tidak tuntas, karena waktunya sangat terbatas. Namun saya bersyukur karena sudah banyak juga belajar dari-nya tentang teori kebohongan. Diakhir diskusi kami, satu hal yang mengganjal pemikiran, adalah soal citra dan ‘Brand’ dari Indonesia. Melihat Corruption Perception Index 2009, yang dikeluarkan oleh organisasi Transparency International, dari 180 negara yang diriset, Indonesia masih menduduki urutan 111 negara terkorup di dunia. Kami jadi prihatin. Bayangkan bekas ketua KPK yang mestinya menjadi badan tertinggi pemberantasan korupsi di Indonesia, di vonis bersalah dan masuk penjara karena terlibat konspirasi pembunuhan. Dua bekas Gubernur Bank Indonesia yang terakhir juga pernah dan masih dipenjara. Kalau kita menonton berita di televisi sore-sore hari, isi beritanya dipenuhi kasus korupsi. Entah itu bekas bupati, walikota, gubernur hingga menteri sekalipun. Lha, kalau hampir semua pihak didalam sistim kita sudah korup dan bersalah, siapa ‘dong’ yang bisa kita percaya ? Ini bahaya yang sesungguhnya bahwa tidak ada lagi yang bisa kita percaya ! Masyarakat lalu terjebak terlanjur percaya, bahwa tidak lagi ada orang baik dan jujur. Mereka apatis, dan demokrasi kita mandeg total. Karena siapapun yang memimpin jadi tidak lagi penting. Sama saja ! Toh, akan bohong dan korupsi juga !
Percaya atau tidak, solusi edan-nya mungkin membubarkan KPK. Karena masalahnya memang bukan menangkapi maling dan penjahat. Tetapi mencegah kemalingan. Membudayakan profesi jujur. Tidak tergoda suap dan korupsi. Merekrut orang jujur dan membuat sistim jujur yang anti korupsi. Bila tidak, kita semua akan berada ditepi jurang yang akan membuat kita bersama-sama terjun. Dan bersama-sama berbohong.
Duh, kalau itu terjadi. Kita semua bakal terkutuk !
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment