Friday, December 31, 2010

Wednesday, December 29, 2010

SEMANGAT MALAM INI - 29 DESEMBER 2010

KLINIK BISNIS - KAFI KURNIA



Anda punya masalah dengan bisnis anda ?

Kini anda bisa mendapatkan solusi dan ide bisnis terbaik,

dari praktisi bisnis Indonesia yang paling imajinatif dan kreatif, - KAFI KURNIA

Secara langsung, lugas dan tuntas !



TIRTAYU - Healing Center

mulai Januari 2011,

membuka KLINIK BISNIS pertama di Indonesia



Anda tidak lagi perlu menunggu,

solusi instant kini bisa anda dapatkan,

Dijamin manjur dan cespleng !



Untuk keterangan lebih lanjut hubungi :

Arini

“Tirtayu” - Healing Center

Jalan Senopati 20

Kebayoran Baru

Jakarta 12110

Tel : 7280 0343

Fax: 720 0670

Tuesday, December 28, 2010

KETIKA KITA KALAH 0-3 DARI MALAYSIA !



Saya tidak mau membela siapapun. Saya juga tidak mau menyalahkan siapapun. Dan saya tidak ingin mencari pembenaran apapun. Yang jelas kita semua sedih, kesal dan berduka, ketika TIMNAS SEPAKBOLA kita dikalahkan Malaysia. Seorang teman mengirim SMS, “Tau ngak, gue sampe nangis beneran, pas kita kalah !” Text SMS lain berbunyi : “Sebelllll…… sebelllllll…… sebelllllllll” Plus sejumlah SMS dan BB yang isinya bervariasi dari sumpah serapah, hingga kekesalan yang menjengkelkan.

Saya ingat betul, ketika Indonesia masuk final, saya sedang berada di airport Jakarta, diruang tunggu, menunggu pesawat ke Yogyakarta. Di TV saya menonton seorang menteri diwawancara dengan sangat semangat dan bertele-tele soal kemenangan Indonesia itu. Tak lama kemudian, seorang teman mengirim pesan di BB, “Ayo don, Tanya Mpu Peniti siapa yang bakal menang di Final “ Saya cuma menyeringai saja. Lalu bergegas naik pesawat. Pulang dari Yogyakarta, saya menerima sejumlah pesan yang mirip. Sejumlah teman saya, rasanya tidak yakin dan belum yakin Indonesia bakal menang. Saya pun jadi terusik. Sambil menenteng soto kesukaan Mpu Peniti dan martabak manis favorit beliau, saya maju akhirnya menuju rumah beliau. Saya tahu pasti beliau tidak akan mau memberikan ramalannya pada saya. Cuma iseng dan penasaran saja, yang membuat saya ingin tahu, apa bisikan dan komentar beliau.

Dirumah Mpu Peniti, saya disambut beliau diberanda depan. Melihat saya membawa soto dan martabak, beliau senyum-senyum saja. Hanya saja senyum terlihat agak sinis. Hati saya jadi ciut. Pasti beliau sudah tahu maksud dan tujuan saya. Di teras belakang, akhirnya kami makan malam. Sambil ditemani 2 orang cucunya. Kami berbicara ringan, tentang tahun 2010 yang cukup gonjang ganjing. Dan acara tahun baru nanti. Menjelang selesai makan malam, kami ngopi ditemani martabak. Mpu Peniti lalu bercerita panjang lebar tentang saat-saat kecil beliau ketika masih suka main bola di Yogyakarta dulu. Beliau berkomentar “ Alangkah dahsyatnya bilamana kita berhasil mengalahkan Malaysia. !” Kini giliran saya yang menyeringai lebar. Lanjut Mpu Peniti’ “ Maka semua kekesalah kita akan terhapus semua” Saat itu saya tiba-tiba merasakan betapa kemenangan Indonesia mutlak perlu dan sangat penting.

Bayangkan, kita dan Malaysia, biar bertetangga, hubungan kita selalu boleh dikata seperti musuh bebuyutan dengan sejumlah konflik dan emosi yang sangat kompleks. Mulai dari jaman Soekarno, dengan kampanyenya “Ganyang Malaysia”, hingga perseteruan kita dijaman bulu tangkis tahun 70an, dan masalah lain seperti TKI, lagu dan kesenian yang dibajak, hingga perselisihan perbatasan. Maka kritik Mpu Peniti, apapun ongkosnya Indonesia harus menang. Kalau saja hasilnya terbalik, maka situasinya bakal makin runyam.

Menjelang Natal, saya berangkat ke Bandung, untuk mengurus restoran saya yang baru. Dan saya berjanji kepada beberapa teman untuk nonton bareng, atau “nobar” final bola yang pertama di Malaysia itu di Jakarta. Pagi hari tanggal 26 Desember, sejumlah SMS masuk dan menanyakan kepastian saya. Tetap saja saya jawab akan ikut “nobar’ di Jakarta. Menjelang sore, sekitar jam 4, saya baru bebas dan bergegas menuju Jakarta. Awalnya saya tertidur di mobil. Entah berapa lama. Ketika saya bangun, mobil masih merayap di Pasteur. Saya melirik jam dan ternyata sudah sejam, kita masih belum keluar kota Bandung. Gerimis mulai turun, antrian mobil semakin panjang dan macet. Mimpi buruk yang saya takutkan akhirnya terjadi juga. Sepanjang Pasteur hingga loket tol di Padalarang, macet total. Mobil merayap sangat pelan. Akhirnya butuh 3 jam untuk keluar tol Padalarang.

Teman-teman saya yang tidak sabar, sudah SMS dan BB menanyakan lokasi saya. Jam tujuh malam ‘teng’, final bola dimulai. Saya masih dijalan. Up-date jalannya pertandingan hanya saya ikuti lewat BB dan SMS. Tak lama kemudian, babak pertama usai. Dan skor masih seri alias kosong-kosong. Menjelang tempat peristirahatan km 97, saya melihat antrian yang sangat padat. Kami ikut antri. Karena sudah 3 jam merayap di jalan. Dan sisa ngopi tadi siang sudah berontak pengen keluar. Mulanya saya berpikir, orang-orang ini juga ingin ke WC karena lelah kena macet. Tebakan saya ternyata salah. Semua berhenti dan mampir, dengan satu tujuan. Menyempatkan diri menonton Indonesia berlaga. Suasananya sangat gegap gempita. Riuh dan sangat sulit digambarkan. Melebihi saat pengumuman suara pemilu. Malah WCnya sepi. Yang ramai, hampir ditiap gerai dan restoran yang memajang televise, semua menonton dengan sangat antusias. Tiap gerakan selalu di-iringi sorak sorai yang riuh.

Satu hal yang jelas terpampang di setiap wajah yang menonton, mereka sangat haus akan kemenangan. Barangkali itulah jawaban yang kita cari selama ini. Bangsa ini haus pada kemenangan. Bangsa ini haus pada sesuatu yang bisa kita banggakan. Sudah terlalu lama rasanya, harga diri kita lecek dan lusuh, tidak mendapat setrika baru yang melicinkan. Saat itu, batin saya ikut berseru “Indonesia harus menang ! Indonesia harus juara !”

Karena tempat penuh dan tidak ada ruang parker tersisa, saya akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Melihat betapa antusias dan besarnya dukungan para fans sepakbola kita, saya optimis kita akan menang. Namun nasib timnas Indonesia, punya cerita yang berbeda. Tak lama setelah meninggalkan tempat peristirahatan km 97, masuk SMS dan BB yang mencemaskan. Gawang Indonesia bobol satu nol. Langsung hati saya remuk redam. Ketika gol kedua masuk, saya tak kuasa menahan diri, lalu mengumpat dan memaki. Rasanya kesal bukan main. Dan pas gawang Indonesia, jebol ketiga kalinya, saya langsung lemas. Saya melirik jam, dan waktu tinggal sedikit. Hati saya membatin bahwa Indonesia akan kalah. Ternyata memang itu yang terjadi ! Kita kalah 0-3 !

Jam 10 malam saya tiba dirumah. Bandung – Jakarta yang biasanya kita tempuh dalam 2 jam lebih, kali ini harus saya alami 6 jam. Perasaan saya sangat galau. Letih lelah dan kecewa kita kalah. Esok harinya semua kritik, dan pernyataan salah menyalahkan, serta sejumlah pembelaan diri muncul. Mulai dari isu, laser, petasan, hingga ajakan menteri makan malam. Pokoknya ramai luar biasa. Satu hal yang saya rasakan betul adalah kekalahan itu sangat mirip dengan perjalanan saya yang 6 jam pulang dari Bandung. Dan semua orang langsung pesimis bahwa pada akhirnya kita akan kalah juga pada tanggal 29 Desember mendatang.

Sebenarnya ada satu pelajaran yang sangat dahsyat dari semua peristiwa ini. Dan mestinya pemimpin bangsa ini sadar dan eling. Bahwa kita sangat merindukan sebuah kemenangan dan kebangga-an ! Kata Mpu Peniti, “ Kalau 11 orang bisa menghentikan Negara ini dalam 90 menit. Maka 11 orang yang sama bisa menggerakan Negara ini dalam 9.000 menit berikutnya !” Barangkali itu peluang yang sesungguhnya. Bahwa sudah saatnya masalah olahraga ditangani secara serius dan professional. Jangan amatiran dan hanya menjadi komoditi politik. Siapa tahu, Olahraga adalah semangat terbarukan bangsa kita yang selanjutnya !

Saturday, December 25, 2010

DIMANE NONTON BARENG BOLA NYANG PALING ASOY ?




Ente pengen nonton bareng bola nyang paling asik sik ?
Tanggal 26 Desember dan 29 Desember ini ..... ???
So pasti laaah .... tempat nyang paling asoy cume di BADUNG !
Resto anyar di kota Bandung.
Pokoke anda boleh teriak sekencang-kencangnye ......
Boleh badung se badung-badung-nye !!!!

Jalan Dr. Cipto 3
Bandung

Reservasi : 022 4264876

Buruan .... bangkunye ude ampir abis ..... jangan ampe nyesel deh!!!!!

Tuesday, December 14, 2010

TRADITIONAL CHINESE MEDICINE AT TIRTAYU HEALING CENTER



Sejak tanggal 10 Desember 2010, Tirtayu Healing Center telah menambah fasilitas pelayanan baru,

berupa TRADITIONAL CHINESE MEDICINE


Untuk melayani semua keluhan dan masalah penyakit anda dengan menggunakan

accupuncture, accupressure dan Chinese Medicine

Tirtayu Healing Center memiliki visi untuk menyediakan pelayanan kesehatan

yang berkualitas tinggi, dan suasana lingkungan yang serba nyaman.

Untuk reservasi dan keterangan lebih lanjut, mohon menghubungi.

Arini / Astri

“Tirtayu” – Healing Center

Jalan Senopati 20

Kebayoran Baru

Jakarta 12110

The Advantages of Traditional Chinese Medicine



 

Traditional Chinese medicine (TCM) was born in the background of ancient Chinese “harmony culture”. The mainstream of Chinese culture is Confucianism and Taoism. Whether it is the medium doctrine of the Confucianism, or it is the idea of the Taoism that everything keeps harmony by holding Yin and Yang, they all emphasize the harmony.

Under the guidance of this philosophy, Chinese medicine upholds balancing, uprighting and eliminating the pathogens as the main principles of treating diseases and maintaining health, rather than confrontation and killing as methods to conquer diseases. In the fight against viral diseases, chronic inflammation, functional disorders, endocrine disorders and other diseases, TCM plays a good role.

Chinese medicine puts the occurrence of diseases, climatic changes, environmental variations, emotional fluctuations, imbalance of diet and life, and the disorder of sex life together. That is, the so-called Three Pathogens Theory. This etiology doctrine that is built on the basis of the macro methodology is entirely different from that of Western medicine which is on the basis of the microscopic and pathologic anatomy. But it is exactly a biological, psychological, social and new medical model that Western medicine is attempting to pursue. While Chinese medicine established its own system with this medical model about 2000 years ago.

Chinese medicine doesn’t look up to static anatomy as a starting point for understanding the diseases and does not rely on detection equipments. However, TCM relies upon inspection, listening and smelling, inquiry and pulse-taking to directly experience and study the human dynamic life information. Also it is based on syndrome differentiation to guide the disease treatment. This method not only can save a lot of examination fees for patients, but also can help doctors exchange with patients more closely, which reflects a real humanistic spirit.

Chinese medicine stresses “prevention before diseases rather than treating diseases”. This does not simply refer to the medical thought of prevention before disease onset. More importantly, before the discovery of the development trend of certain diseases, that is, when patients with symptoms or not feeling well, without waiting for the disease to be formed, without waiting for detection of positive results, you can use the medicine to prevent and treat it. To senile diseases, degenerative diseases, sub-health state, TCM has positive roles in the prevention and correction.

Chinese medicine treats diseases mainly with prescription and acupuncture. Acupuncture is used as a non-medication therapy, whose side effects are slight in an acknowledged way. Chinese medicine is mainly from the original medications of nature. Most of them are not only without toxicity or side effects, but also through processing, especially in accordance with the principle of “monarch, minister, assistant and envoy” combined into a prescription, TCM upholds "prescription corresponding with the disease” as the basic idea of treatment based on syndrome differentiation, and “balancing, uprighting and eliminating the pathogens” as the principle of applying the prescription to play an integrated role in the body. This way can cure diseases and rarely cause side effects. TCM never simply combats poison with poison.

In short, Western medicine has absolute advantages in the medical fields like surgery, diagnosis of organic diseases, first aid, prevention of spreading of epidemic conditions, and life-sustaining activities in the need of modern science and technology to support. While in the treatment of chronic inflammation, chronic pains, functional disorders, endocrine disorders, viral diseases, hyperplastic diseases, degenerative diseases, senile diseases, commonly-encountered clinical syndromes, sub-health state of the human body, and difficult health problems, Chinese medicine takes the unparalleled advantages.

Professor Pengjian

Translated by Dr.Zhu Ming and Yuan yuying

February 3, 2009

Monday, December 13, 2010

TELAH DIBUKA KLINIK DOKTER GIGI DI TRITAYU HEALING CENTER



Sejak tanggal 10 Desember 2010, Tirtayu Healing Center telah menambah fasilitas pelayanan baru, berupa KLINIK DOKTER GIGI.

Untuk melayani semua keluhan dan masalah penyakit gigi anda.

Tirtayu Healing Center memiliki visi untuk menyediakan pelayanan kesehatan
yang berkualitas tinggi, dan suasana lingkungan yang serba nyaman.

Reservasi dan keterangan lebih lanjut, mohon menghubungi.

Arini / Astri

“Tirtayu” – Healing Center
Jalan Senopati 20
Kebayoran Baru
Jakarta 12110

Monday, December 06, 2010

NGAK ADA YANG BERUBAH DI REPUBLIK INI



When we are no longer able to change a situation, we are challenged to change ourselves. ~ Victor Frankl

Malam itu saya kembali dari Bangkok. Dilapangan udara Cengkareng,sebelum melewati petugas bea cukai, dibelakang saya ada 3 orang berseragam hitam-hitam. Mendorong 3 troley, dengan sejumlah koper besar-besar. Dan menyebut nama orang penting di republic ini. Sang petugas bea cukai hanya nyengir saja. Dengan sangat terpaksa ia mempersilahkan mereka lewat tanpa diperiksa. Tiba-tiba dada saya sesak. Kenapa hal-hal tertentu di republik ini masih saja tidak berubah. Terutama kebejatan-kebejatan tertentu.

Malamnya saya menelpon teman yang sudah bekerja bertahun-tahun disebuah maskapi penerbangan, dan sekaligus bercerita tentang pengalaman saya. Ia tertawa ngakak. Menurut dia, banyak hal di republik ini yang belum berubah. Tetap sama. Kehausan dan keserakahan kita untuk aji mumpung, masih tetap saja sama dan tidak bergeming satu jengkalpun. Ia menasehati saya untuk acuh. Biar saja, begitu ia menasehati saya.

Pulang dari bandara, saya mampir kerumah Mpu Peniti, sambil mengantar singkong santan, kesukaan Mpu Peniti. Siang tadi saya beli disalah satu took kue di Bangkok. Berdua ditemani martabak, singkong santan dan secangkir kopi, saya bercerita tentang kegelisahan saya soal republic ini. Mata tua Mpu Peniti menerawang sangat jauh. Ia menghela nafas panjang. Ia merasakan hal yang sama. Seperti awan yang bergantung dilangit. Membuat panas cuaca, tetapi tidah jua menurunkan hujan. Dengan lirih beliau bercerita tentang seorang guru ZEN yang sedang mengajar para murid-muridnya.

Alkisah seorang guru, sedang mengajar dibawah sebuah pohon rindang. Ia dikelilingi puluhan muridnya. Lalu ia bertanya dengan suara lantang berwibawa, “Dalam kehidupan ini, apa yang paling dekat dengan kita semua ?” Sejenak para murid berpeikir keras. Salah satu muridnya mengatakan “Orang tua !” Sang guru tersenyum tetapi menggeleng. Lalu satu murid yang lain berkata “Sang Guru”. Sang guru tetap menggeleng. Setelah sejumlah murid menjawab, sang guru menjelaskan “ Bayangan kita”. Para murid terhenyak. Dalam kehidupan ini, segala nilai, prestasi dan reputasi kita dibayang-bayangi oleh tindakan kita. Prilaku dan tindakan yang tidak terpuji akan selalu menempel dan menjadi baying-bayang kita selalu.

Sang guru, lalu mengajukan pertanyaan kedua. “Apa yang paling jauh dalam kehidupan kita ini ?” Pertanyaan kedua yang tampak lebih mudah, disambut dengan sangat antusias oleh para murid. Jawaban bervariasi. Ada yang menyebut bulan, bintang dan matahari. Namun tidak ada satupun jawaban yang memuaskan sang guru. Ia tetap saja menggeleng. Akhirnya sang guru membuka rahasia dari jawaban kedua. Kata beliau, tidak ada yang lebih jauh dari diri kita, selain masa lalu. Sedemekian jauhnya sehingga kita tidak lagi bias menyentuhnya. Sang guru berpesan, bahwa apa yang telah terjadi di masa lalu, seringkali tak terhapuskan. Jadi hati-hatilah berbuat, sehingga kita tidak mewariskan masa lalu yang kelam.

Sang guru lalu melempar pertanyaan yang ketiga. “Benda apa yang paling besar dalam kehidupan kita ?” Mendapat pengalaman dari dua pertanyaan didepan, banyak murid yang tidak berani menjawab karena takut salah. Suasana Nampak hening. Akhirnya seorang murid memberanikan diri menjawab “ Bumi !”. Sang guru tersenyum, lalu menjawab, “Tidak ada benda yang lebih besar daripada Nafsu. Sedemikian besarnya sehingga kita selalu dikalahkan oleh nafsu. Jangan biarkan nafsu tumbuh menjadi sedemekian besarnya dan mengalahkan kita. Para murid mulai mengerti dan menyimak lebih dalam.

Waktu berjalan perlahan, Matahari mulai turun dan perlahan-lahan sinarnya mulai meredup di langit sebelah barat. “Benda apa yang paling berat dalam kehidupan kita ?” Nampaknya pertanyaan semakin sulit. Sebagian muird mulai menggaruk-garuk kepala. Salah seorang murid akhirnya menjawab “Emas logam mulia”. Sisanya lirih menjawab, “gunung”, dan “batu karang”. Sayangnya semua jawaban masih salah dan belum ada yang memuaskan. Sang guru melipat kedua tangan-nya didada dan berkata “ Yang paling berat dalam kehidupan ini kepercayaan”. Inilah beban hidup yang sesungguhnya. Seorang pemimpin dinilai dari prilakunya memegang teguh kepercayaan yang dilimpahkan kepadanya Tidak ada yang mampu lebih berat daripada yang satu ini.

Dalam pertanyaan berikutnya, sang guru bertanya kebalikan dari pertanyaan sebelumnya. “Benda apa yang paling ringan dalam kehidupan kita ?” Puluhan jawaban lepas dari mulut para murid-murid. Ada yang menyebut, “nafas”,“daun kering”, “kapas” dan”debu”. Jawaban-jawaban itu belum memuaskan sang guru. Sambil menutup mata, dan menghela nafas panjang, sang guru menyebut lirih :” Yang paling ringan adalah meninggalkan tanggung jawab” Lalu beliau menjelaskan, seringkali sebuah keluarga dan Negara menjadi hancur berantakan, semata-mata karena sang pemimpin dengan entengnya meninggalkan tanggung jawab.

Pertanyaan yang terakhir sebelum matahari tenggelam, Sang guru bertanya kepada seluruh murid-muridnya. “Benda apa yang paling tajam di muka bumi ini ?” Serentak para murid menjawab “ pisau dan pedang”. Sang guru menggeleng. “Benda yang paling tajam di dunia ini adalah lidah manusia. Begitu tajamnya, seringkali ia membuat luka yang paling dalam tanpa ia sadari. Saking tajamnya, seringkali ia membuat luka yang tidak berdarah dan tidak meninggalkan bekas luka” Akhir kata sang guru berpesan, “Semua yang berat dan ringan, besar dan kecil, hanya menjadi persoalan fisik, apabila kita menggunakan panca indera yang biasa. Tetapi setiap kali kita menggunakan mata hati dan nurani, maka persoalannya menjadi sangat berbeda. Kualitas kita sebagai manusia sangat ditentukan oleh nurani kita. Jadilah kalian murid-muridku yang bernurani. Yang memiliki perasaan. Bukan yang mati rasa “

Usai pertanyaan ke 6 dari sang guru. Maka usailah cerita Mpu Peniti. Dan malam semakin larut, ketika saya meninggalkan Mpu Peniti. Di benak saya melayang sejumlah angan angan. Barangkali saja, kalau ada pemimpin yang mau menerapkan 6 pertanyaan ala ZEN yang bijak itu, mungkin nasib anda dan saya akan sangat berbeda. Mungkinkah angan-angan itu terwujud besok ?