Tuesday, April 29, 2008

BAHASA GAUL

Kedai Burger King di Orchard Road, Singapore, pada sebuah pagi sekitar jam 7.30. Saya duduk dekat sudut, sambil mengunyah sarapan pagi. Sengaja memilih posisi dengan sudut pandang melebar. Agar bebas melakukan observasi. Datang seorang gadis belia. Sangat modis, dan berkaca mata hitam, dengan bibir berlip-stick “pink” yang menyala. Batin saya mengirim sinyal radar bahwa melihat caranya bersolek, 99% pasti gadis Indonesia. Hanya saja tampaknya lesu, seperti baru pulang dugem (dunia gemerlap). Tidak lama kemudian datang seorang temannya, bercelana jeans ketat, dan dengan tattoo kupu-kupu dilehernya. Nampaknya juga seorang gadis Indonesia. Bila melihat bahasa tubuh dan caranya berdandan. Hanya saja yang dating belakangan nampak segar dan seperti baru mandi. Tak lama kemudian terjadilah percakapan seru.

„Hai-hai“, seru gadis yang bertatoo. „Ih, kok jaim gitu seh !“ protesnya berlanjut. Gadis berkaca mata menghela nafas, dan berseru, „Jayus deh, pagi-pagi gini.“ Lalu mereka sibuk bercipika dan cipiki (cium pipi kanan dan pipi kiri). „Pasti ngak jauh neh, Andre lekong loh bikin stori lagi yah ? Udah go jomblo aje ne ! Takut amat seh ....“ gadis bertatoo memberikan motivasi. “Enak aje capcus-nye. Andre kan agatha banget, tajir, dan ngak pelit. Facenya juga licin abis. Imut banget.” “Remponk amat seh. Yang ngantre elu kan bejibun. Elu betibo sama Sandra Dewi. Menurut gue seh ! Jomblo paling banter seminggu. Habis itu pasti elu happy dan punya lengkong baru. Bukannya si Opi naksir berat ama elu ?” Gadis yang berkaca mata tertawa terbahak-bahak “ Aduh …. Opi caur banget. Dan bukan tipe gue deh. Opi capcay banget. Banyak maunya. Bosen gue !” “Ya, wis ngak usah jaim gitu”, hibur gadis bertatoo. “Makanya yuk kita cawyu deh, platinum si Andre kan masih ama gue. Pokoknya nemenin gue ampe maksi yah !” pinta gadis berkaca mata. “Yongkru girl !” sambut gadis bertatoo. Lalu mereka pergi sambil tertawa-tawa dan bergandengan tangan.

Percakapan diatas memang tidak persis banget. Tapi hanya saya rekam sebagian yang saya ingat saja. Saya juga bukan ahli dengan bahasa seperti itu. Anda mungkin bertanya, apakah itu bahasa Indonesia ? Percaya atau tidak, itu memang bahasa Indonesia tulen. Istilah kerennya, bahasa gaul jaman gini. Kalau anda tidak paham dengan bahasa ini, maka anda bisa di cap kurang gaul.

Dahulu ketika kuliah, saya ingat betul dengan istilah „lingua franca“ yaitu bahasa sehari-hari yang berbaur disetiap lapisan komunitas dan akhirnya menjadi bahasa „de-facto“ yang diterima masyarakat luas. Bahasa Indonesia sebagai „lingua franca“ mengalami metamorfosis yang dalam dan berlapis-lapis. Uniknya karena komunitas kita sangat beragam, maka bahasa Indonesia berubah ditiap segmen komunitas. Dan sebagian menjadi sangat esklusif seperti sebuah bahasa kode di segmen komunitas tertentu. Teman saya, seorang penulis naskah iklan, mengatakan bahwa bahasa gaul sangat penting implikasinya dalam sebuah iklan. Karena pemakaian istilah atau bahasa yang pas akan menentukan level komunikasi yang membuat target market merasa „ikut serta“ atau sesuatu yang asing dan bukan bagian dari mereka. „Bahasa iklan jaman sekarang tidak boleh berbunyi istilah yang jadul (jaman dulu) dikuping target market kita. Salah berbahasa, lepas pula target market kita“ begitu komentar akhir sang penulis naskah iklan.

Ratih Sang, bekas model beken yang kini aktif berdakwah, pernah mengeluh kepada saya, bahwa keindahan bahasa Indonesia, kena erosi jaman. Secara pergaulan memang bahasa Indonesia nampak maju dan terus berevolusi. Tetapi kefasihan menggunakan-nya dalam konteks sastra mungkin menurun jauh. Mpu Peniti, mentor saya juga berpendapat yang sama. Menurut beliau, kefasihan berbahasa Indonesia yang bagus dan indah, misalnya seperti membuat sajak, berpantun, membuat surat dan dipakai merayu menjadi „skills“ yang langka.

Barangkali bahasa Indonesia sepatutnya tidak menjadi instrumen berkomunikasi saja. Tetapi menjadi alat kreatif untuk mengungkapan perasaan dan melukiskan emosi kita. Bagaikan paparan musik yang indah.

* betibo=beda tipis, tajir=kaya raya, jaim=jaga image, jomblo=sendirian, jayus=tidak lucu, agatha=anak gaul jakarta, yongkru=okay, capcus=bicara, caur=jelek, capcay=cape deh, remponk=repot, maksi=makan siang, lengkong=pacar lelaki, cawyu=pergi, bejibun=banyak.

3 comments:

Anonymous said...

bahasa memang selalu berkembang selama waktu masih ada, apa yang dianggap bahasa gaul sekarang mungkin akan jadi bahasa resmi 100 tahun kemudian

KAFI KURNIA said...

ketakutan saya adalah esklusifitas yang dipromosikan dalam penggunaan bahasa tersebut yang cenderung menjadi sandi untuk kelompok-kelompok tertentu saja......

bahanyanya lalu bahasa menjadi barrier yang menghalangi komunikasi dan bukan sebaliknya....

seezqo said...

Ekslusifitas memang selalu ada dalam kelompok-kelompok kecil dalam berbahasa. Tapi bahasa yang di pakai mayoritas tetap akan eksis dan menjadi pemersatu.