Wednesday, January 25, 2012

LOMBA FOTO - FROM DJOGDJAKARTA WITH LOVE



.... tiap kota punya kisah cinta sendiri-sendiri ..... apa kisah cinta anda di DJOGDJAKARTA ? ..... ROEMAH PELANTJONG dan LENTUR GALLERY menyelenggarakan lomba foto FROM DJOGDJAKARTA WITH LOVE .... mulai 22 Jan 2012 hingga 12 Feb 2012 .... keterangan lebih lanjut : Riri Novita -- riryand@yahoo.com -- Mobile +6281575170599

Sunday, January 08, 2012

PERMISI, SAYA MAU MENJUAL KEPERAWANAN SAYA !



“Gue punye cerita yang harus elu tulis. Kita harus segera ketemu”, begitu pesan yang saya terima di Balckberry. Dan pesan tadi datang dari teman saya yang menjadi aktivis pemberdayaan masyarakat. Rasa penasaran saya terusik. Teman saya sudah menjadi aktivis lebih dari 20 tahun, semenjak ia bercerai dari suaminya. Semenjak ia pesimis dengan ikatan pernikahan dalam budaya moderen. Teman saya sangat fanatik dengan ide bahwa tiap orang harus mandiri dan mampu memberdayakan dirinya sendiri. Bertahun-tahun ia selalu menceritakan berbagai cerita dan tragedi dalam kehidupan rakyat sehari-hari. Setiap kali saya mau menulis, ia melarang saya. Alasan dia, “kasihan mereka cuma orang kecil…..” Dan baru kali ini dia menyuruh saya menulis. Jelas saya jadi penasaran.



Kami akhirnya makan sate di warung pinggiran kota. Ketika kami bertemu, ia hadir dengan wajah yang sama. Wajah seorang perempuan yang selalu kelelahan. Namun ada satu yang beda kali ini. Biasanya biarpun lelah, ia selalu punya senyum sinis. Terutama buat saya. Ia selalu meremehkan hidup saya. Tapi kali ini senyum sinis itu hilang. Wajahnya cuma meninggalkan bayang-bayang kelelahan. Dan itu sangat menakutkan saya.



Ia bercerita tentang 2 perempuan yang ia coba berdayakan. Keduanya datang dari kota kecil di Jawa. Lalu ia mengeluhkan bagaimana kehidupan kota-kota besar menjadi mercu suar yang makin berkilau dan menyiarkan persepsi kehidupan yang salah. Teman saya punya teori. Bahwa ia melihat dibeberapa desa kecil di berbagai kota di Jawa, seorang lelaki mendefinisikan kehidupan dan kebahagiannya dengan sangat ngawur. Yaitu dengan cara semena-mena dan semata-mata memanfaatkan istri dan anaknya. Seorang lelaki disebuah kota kecil, yang cukup miskin, tanpa tanah pertanian yang cukup, menonton televisi tiap hari, mengintip kehidupan kota besar dengan kaca mata yang salah. Sang lelaki akan menikah muda, punya beberapa anak. Ketika kehidupan makin susah, maka istrinya dipaksa menjadi TKI atau TKW, baik didalam negeri atau di luar negeri. Ia akan berdalih, biarlah sang istri mencari nafkah, dan hasilnya akan lebih banyak, lalu sang lelaki akan menjadi penunggu rumah yang baik sambil merawat anaknya. Akibatnya ribuan kaum perempuan merantau kekota besar menjadi pembantu rumah tangga. Teori teman saya, telah terjadi pemanfaatan kaum perempuan yang mirip dengan perbudakan berbudaya.



Cerita atau teori ini makin parah, ketika keluarga itu memiliki beberapa anak perempuan. Karena begitu anak perempuan telah mengalami menstruasi pertama, maka oleh sang ayah mereka dimotivasi untuk segera ke Jakarta mencari pekerjaan. Karena mereka sangat rendah pendidikannya. Seringkali cuma pendidikan asal-asal-an, sekedar hanya bisa membaca dan menulis, maka kaum perempuan ini terjebak menjadi pekerja dengan profesi tertentu. Sang ayah di rumah tinggal ongkang-ongkang kaki menerima setoran gaji dari sang istri dan anak-anaknya. Saya sendiri merasa sangat tidak nyaman dengan cerita yang mirip teori konspirasi ini. Lalu teman saya bercerita lebih lanjut.



Teman saya bertemu dengan Sari, seorang perempuan berusia sekitar 16-17 tahun. Sari juga berasal dari sebuah kota kecil. Setiap kali mudik, ia harus naik ojek beberapa jam menuju rumahnya dari persingahan bus terakhir. Karena rumahnya sangat terpencil dikampung. Wajah Sari tidaklah cantik. Biasa-biasa saja. Namun tubuhnya cukup bongsor. Dan mekar dengan sangat baik. Ketika Sari baru berumur 14 tahun, ayahnya sudah memotivasi Sari untuk mencari uang sendiri. Biar bisa hidup lebih baik. Begitu nasehat sang ayah. Maka oleh ayahnya Sari ditawarkan bekerja disebuah keluarga di Bandung. Tentu saja sang ayah mendapat komisi yang lumayan. Sari sempat bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama setahun lebih. Ketika pulang mudik saat Lebaran, Sari disambut bagai pahlawan dirumahnya. Awalnya Sari cukup bangga. Tak lama kemudian, sang ayah membujuknya bekerja di Jakarta. Alasannya, uangnya lebih banyak. Maka Sari berhenti secara sepihak, dan tidak kembali lagi ke majikan semula di Bandung. Sari mulai petualangan baru di Jakarta. Tentu saja sang ayah menerima kembali komisi. Dan tiap kali pulang mudik, ayahnya selalu membujuknya untuk pindah ke majikan baru. Semata agar sang ayah selalu mendapatkan uang komisi.



Sari bertemu teman saya, sang aktivis di Jakarta. Saat itu Sari sedang bingung, karena ia dipaksa kawin oleh keluarganya. Menurut Sari dikampungnya ada sebuah kepercayaan bahwa lebih baik menjanda daripada tidak laku dan menjadi perawan tua. Sang ayah tentu saja sudah menyediakan calon suami. Dan dugaan teman saya, Sari dijual kepada sang calon suami oleh ayahnya, dengan sangat halus. Maka akhirnya Sari tak bisa melepaskan diri lalu menikah muda. Perkawinan itu sendiri hanya mirip status saja. Karena pada kenyataan-nya Sari hanya mudik kekampung setahun sekali. Dan bertemu dengan sang suami setahun sekali. Konyol tapi sangat nyata. Setelah menikah, suaminya yang menggantikan peran ayahnya. Tiap kali sehabis mudik Sari ditawarkan kepada keluarga baru. Semata untuk mengambil uang komisi itu. Kepada teman saya Sari mengaku tidak betah harus berpindah-pindah kerja. Ia seringkali kabur, dan hanya kembali ke salah satu keluarga di Jakarta.



Kepada teman saya, Sari mengaku bahwa ayah dan suaminya, setiap hari mengirim SMS, isinya selalu minta uang. Mulai dari uang untuk membetulkan rumah hingga ongkos berobat. Selalu saja ada alasan dan permintaan dari kampong. Sari merasa hidupnya sangat tertekan. Ia mengaku tidak tahu makna kebahagian yang sesungguhnya. Ia tidak bisa menabung. Dan akhirnya ia merasa menjadi budak. Namun ia tidak punya kuasa untuk melawan. Karena kalau ia membangkang, ketika mudik pulang kampong, ada resiko ia dikucilkan dan tidak diterima di keluarganya. Itu adalah resiko yang sangat menakutkan. Sari cuma punya keluarganya. Itu harta satu-satunya. Diluar itu ia miskin dengan komplit. Tanpa tabungan tanpa kemampuan pemberdayaan ekonomi.



Kasus seperti Sari barangkali pernah anda dengar ceritanya berkali-kali. Saking seringnya, kita cuma menghela nafas ketika mendengarnya. Kadang kita iba sesaat lalu mati rasa. Lain buat teman saya sang aktivis. Baginya ini sudah menjadi tragedi dengan kesedihan yang berlapis-lapis. Lalu ia bercerita tentang kasus perempuan lain. Yaitu Dewi. Cerita Dewi tidak berbeda jauh. Hanya saja Dewi dianugerahi wajah yang lebih cantik dan manis. Saya diperlihatkan foto Dewi. Mirip anak SMA mau kepesta. Sepupu Dewi, kebetulan menjadi terapis SPA disebuah hotel berbintang di Jakarta. Maka oleh keluarganya Dewi dititipkan kepada sepupunya agar memiliki karir yang mirip. Dan penghasilan dengan duit sangat banyak. Cerita tentang Dewi hinggap ditelinga teman saya, ketika Dewi mau menjual keperawanannya. Anda mungkin kaget mendengarnya. Sama pula dengan perasaan saya. Rasanya jengah, dan menjijikan.



Tapi cerita seperti Dewi sangat umum. Teman saya sang aktivis, bercerita bahwa Dewi dibujuk sepupunya. Dengan penjelasan sangat sederhana. Sepupunya bercerita bahwa bekerja sebagai terapis SPA sangat berbahaya. Karena rayuan dari tamu sangat bermacam-macam dan beragam. Resikonya juga sangat tinggi. Dan salah satunya adalah diperkosa oleh tamu didalam kamar. Korban perkosaan atau pelecehan seksual yang dialami terapis SPA didalam sebuah kamar tertutup statistiknya sangat tinggi. Namun tidak pernah dilaporkan, karena sangat sulit dibuktikan. Apalagi ini pekerjaan dengan stigma tertentu. Oleh sepupunya Dewi dibujuk untuk menjual keperawanannya saja. Daripada nanti diperkosa dan tidak dapat uang. Lebih baik dijual dulu. Minimal dapat uang banyak, begitu janji sepupu Dewi.



Anda bisa bayangkan ketakutan Dewi menghadapi kehidupan kota besar yang ganas begini. Menurut Dewi, sepupunya menilai harga keperawanan-nya bisa laku 50 juta. Saya terhenyak mendengarnya. Teman saya yang aktivis ini bercerita bahwa di kampung terpencil, harganya bisa jauh lebih murah lagi. Ia mengaku pernah bertemu dengan seorang perempuan yang baru menjual keperawanannya seharga 200 juta. Lalu siapa saja pembelinya. Banyak. Mulai dari orang yang punya kelainan sex, hingga orang tertentu yang membeli karena persyaratan dari dukun. Ada pejabat yang diperintahkan dukun, untuk mencari 7 perawan agar tidak tertangkap KPK.



Cerita seperti Dewi mungkin pernah and abaca di novel atau anda tonton di sebuah sinetron. Dan sama sekali bukan fiksi. Teman saya berteori bahwa kemiskinan dan gemerlap kehidupan kota besar menjadi paradox yang menyakitkan. Selama orang tua seperti Dewi dan Sari, tidak bersikap tegas untuk melindungi anak-anaknya, kejadian ini akan tetap berulang. Karena salah satu penyebabnya yang sangat serius justru datang dari orang tua yang tega mengkomersilkan anak-anak mereka.



Ketika saya berpisah dengan teman saya. Kami berpelukan erat. Dengan suara terisak teman saya berbisik : “Kayaknya gue akan kalah dan gue harus menyerah.” Saya mencoba memeluknya lebih erat. Saya balas berbisik : “Bersabarlah. Gue yakin banget Tuhan tau apa yang mesti Ia perbuat !”. Teman saya dengan wajah lelahnya mencoba tersenyum. Senyuman sinis seperti biasanya. Ia tidak pernah yakin dunia ini akan segera berubah.

POHON KRISTUS



Pernah sekali, saya bertanya kepada seorang suci, bahwa bagaimana mungkin ia memastikan Tuhan itu ada ? Ia menatap saya dalam-dalam lalu menjawab dalam suara yang tidak pernah saya lupakan hingga hari ini, “Ada saatnya nanti engkau akan merasakan kehadiran-Nya, bukan hanya sekali tetapi akan berkali-kali. Dan pada akhirnya engkau akan ber-Tuhan dengan semestinya”. Itulah sebabnya setiapa kali orang bertanya pada saya, apa agama saya, saya cuma tersenyum dan tidak pernah menjawab. Karena bagi saya lebih penting ber-Tuhan daripada beragama. Bagi saya, awal mulanya kehadiran Tuhan hanya saya rasakan di tempat-tempat suci. Misalnya ketika saya mengunjungi katedral Notre Dame di Paris, Mesjid Biru di Turki, atau vihara Wong Tai Sin di Hong Kong. Namun setelah semakin sering merasakan kehadiran-Nya, maka kehadiran Tuhan semakin saya rasakan dalam setiap kejadian setiap hari.

Seminggu sebelum Natal tahun ini, saya mendapat BBM dari arsitek beken Indonesia Sindhu Hadiprana. Ia sedang membangun sebuah gereja di Pejompongan, dan di depan altar akan ada patung Kristus yang diukir utuh dalam sebuah batang pohon jati tua, yang sudah berusia ratusan tahun. Pemahatnya adalah artis beken Bali I Wayan Winten dari Ubud. Entah kenapa, saya seperti mendapat bisikan untuk melihat peristiwa langka ini. Tanggal 24 Desember pagi saya buru-buru terbang dari Djogdjakarta ke Jakarta. Begitu turun pesawat saya langsung mengirim pesan pendek “OTW ke Pejompongan”. Lalu saya bergegas ke TKP. Konon gereja yang sedang dibangun ini, digagas oleh Romo Rochadi dari Djogdjakarta. Beliau di lahirkan di Bantul, dan merupakan salah satu Romo yang dipercaya memiliki kemampuan sangat unik. Misa penyembuhan beliau selalu ramai dikunjungi umat yang terutama menderita penyakit tertentu.

Mendekati tengah hari saya tiba di lokasi gereja yang sedang dibangun, dan baru akan selesai April 2012. Pak Sindhu Hadiprana memperkenalkan saya kepada Romo Rochadi dan I Wayan Winten. Mata saya langsung takjub melihat pemandangan beberapa pengukir sedang memasang sebuah patung Kristus setinggi 8 meter. Utuh dari sebuah pohon jati tua yang sudah berusia ratusan tahun. Bagi saya, patung Kristus ini bukan saja terlihat sangat megah, namun saya merasakan getar enerji-nya sebagai sebuah “sacred objects” atau relik suci.

Ketika saya bertanya pada I Wayan Winten tentang proses pembuatan patung ini, beliau sempat tertawa. Lalu memperlihatkan tangan-nya yang berdiri bulu kuduknya. Sebagai pematung, I Wayan Winten bercerita tentang hubungan spiritual antara sepotong kayu dengan dirinya sebagai pengukir dan pemahat. Ia mengatakan bahwa sebuah karya besar patung atau ukiran hanya akan terjadi apabila ada penyerahan total dari salah satu pihak. Artinya harus ada yang mengalah. Terkadang sang pengukir atau pematung yang harus mengalah dan mengikuti garis kayu dan memanfaatkan pola yang sudah ada. Sebaliknya kadang sang kayu yang harus rela mengalah dan mengikuti kemauan sang pematung atau pengukir. Barulah bisa tercipta karya besar. Sebuah sentilan halus, bahwa kehidupan ini memerlukan kolaborasi dan team work. Bila semuanya angkuh, arogan dan tidak mau mengalah, maka titik temu yang hendak dicapai, tidak akan pernah ada.

Yang membuat I Wayan Winten, tersentuh dan terpesona dalam proses pembuatan patung ini, adalah proses yang kedua. Bahwa ia tidak menyangka diberikan kesempatan untuk didepan memimpin, dan seolah sang kayu mengalah total. Sebuah contoh filosofi yang seringkali diajarkan Kristus dan berbagai kisah kehidupan-nya. Selalu merendah dan mengalah. Dan ini membuat I Wayan Winten tersentuh secara spiritual.

I Wayan Winten, bercerita bawa proses pencarian kayu jati sendiri memakan waktu yang sangat lama. Ia berkeliling ke berbagai pusat jati di seluruh Jawa. Mencari berkali-kali dan hampir putus asa. Karena ia tidak menemukan apa yang dicarinya. Ketika hampir menyerah, ia akhirnya menemukan-nya justru di kota Solo, disebuah langganannya. Ia juga tidak percaya ketika harganya juga sedemikian murah. I Wayan Winten, merasakan bahwa dari proses pencarian saja, ia belajar bahwa seringkali kesempurnaan itu tidak pernah jauh. Kesempurnaan itu seringkali justru ada didepan mata kita.

Setelah menemukan kayu dengan ukuran yang diinginkan, I Wayan Winten kuatir kalau kayu jati itu rusak didalamnya dan terlalu banyak mata. Lalu ia mencoba “sampling” dengan cara di bor disalah satu sisinya. Ia terperanjat karena kayu jati itu utuh dan penuh. Rasa percaya diri I Wayan Winten kembali penuh 100%. Ia juga memutuskan untuk untuk memahat dan mengukir dalam posisi berdiri utuh 8 meter, untuk mendapatkan kesempurnaan proporsi antara kaki, badan dan kepala yang lebih nyata. Kini timbul masalah kedua. Bagaimana dengan ekspresi wajah Kristus ? Kebanyakan lukisan dan pahatan Kristus ketika disalib, dibuat ketika Kristus wafat. Hal ini digambarkan dengan kepala Kristus yang terkulai, dan mata tertutup. Saat Kristus wafat. Karena dalam agama Kristen, sengsara dan penyaliban Kristus diperingati sebuah sebuah misteri yang unik. Arsitek Sindu Hadiprana, minta ijin dengan Romo Rochadi, penggambaran Kristus tidak pada saat Kristus wafat melainkan saat Kristus hampir wafat. Maka patung Kristus karya I Wayan Winten, mata Kristus tidak terpejamkan. Ketika saya diperlihatkan ekspresi Kristus itu, darah saya berdesir. Seolah saya melihat Kristus yang sengsara namun hidup. Inilah salah satu keunikan yang juga lain daripada biasanya.

I Wayan Winten, lalu membuat contoh kepala Kristus dengan kayu lain. Berhasil dengan baik. Dan Kristus terlihat sangat magis. Ketika Romo Rochadi berkunjung ke Ubud untuk menyaksikan pemahatan wajah Kristus yang sesungguhnya di kayu jati 8 meter, I Wayan Winten bercerita Ubud dilanda hujan besar dengan badai petir yang tidak mau berhenti. Persis sama dengan cerita di Alkitab, saat menjelang Kristus hampir wafat. I Wayan Winten tidak akan pernah lupa akan peristiwa itu. Ketika patung Kristus selesai, I Wayan Winten hatinya sangat kuatir. Karena takut transportasi dari Ubud ke Jakarta akan mengalami gangguan di perjalanan. Percaya atau tidak semua perjalanan berjalan mulus. Patung Kristus itu akhirnya tiba hari Rabu di Jakarta. Dan dengan “crane” besar patung itu coba dipindahkan ke tempat instalasainya. Namu berbagai kesulitan terus menerus muncul. Patung Kristus itu baru berhasil berdiri dan dipasang, pada hari Jumat menjelang jam 3 sore hari. Sebuah peristiwa yang mengingatkan kita pada Jumat Agung, menjelang detik-detik terakhir wafatnya Kristus.

Sindu Hadiprana sendiri, sangat kagum dengan patung Kristus itu, karena ternyata pohon jati itu hampir tidak memiliki hati pohon. Itu sebabnya seluruh wajah Kristus hingga ke kakinya terukir dengan kayu yang sangat halus, dan nyaris tanpa urat sama sekali. Bilamana diperhatikan dari jauh mirip ukiran dan pahatan dari pualam. Sungguh menakjubkan.

Bagi kami berempat – Romo Rochadi, I Wayan Winten, Sindhu Hadiprana, dan saya, peristiwa tanggal 24 Desember 2011 punya arti luar biasa. Entah bagaimana caranya, kami bisa bertemu berempat sekaligus. Barangkali bagi Romo Rochadi, inilah Pohon Kristus yang seutuhnya, seperti sabda Kristus : ““Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah Kehidupan,…….” -Yohanes 14 ayat 6. Sebuah pohon yang bisa menjadi inspirasi kehidupan bagi banyak orang nantinya. Bagi I Wayan Winten, sekali lagi ia mengalami “taksu” secara spiritual atas karyanya. Taksu sebuah filosofi Bali, secara sederhana berarti enerji yang menghantarkan kita pada sebuah kesaktian. Bukan enerji yang datang begitu saja, melainkan datang lewat ketekunan dan pengabdian sungguh-sunggu. Sindu Hadiprana sendiri, berkomentar, “Sesuatu yang berawal dari Tuhan, bila diberdayakan tanpa pamrih, pasti akan menjadi berkat terbesar dan karya terbesar.” Sebagai seorang arsitek, Sindhu barangkali berada dibatas kebesaran itu. Dan buat saya, Tuhan sekali lagi menampakkan dirinya dan menjamah saya. Secara sangat misterius.

Selamat Natal. Semoga kuasa Kristus menjamah anda di hari suci ini.

GUE MAU JADI PRESIDEN ! (Sebuah percakapan dengan Iblis)



Langit nampak abu-abu , lusuh dan kusam. Jakarta diguyur hujan, berhari-hari. Basah dan teduh. Hati gue gelisah bukan main menanti tahun berganti. Bukankah nujum terakhir bangsa Mayan mengatakan kiamat 2012 ? Ditemani secangkir kopi Panama Geisha, gue meramu khayal, diberanda bersama sepiring kue pancong, yang sebentar lagi mengeras karena kedinginan. Sembari sesekali menatap langit, menanti dewa turun yang akan memberi wangsit baru tentang tahun 2012. Siapa tahu ada ralat tentang kiamat.

Entah dari mana, tiba-tiba masuk dipekarangan rumah, sebuah mobil Bentley Continental. Warnanya emas sangat menyilaukan. Seperti sebongkah emas jatuh dari langit. Tiba-tiba turun dari mobil Bentley, seorang wanita yang mirip banget sama Rosie Huntington-Whiteley . Rambutnya yang pirang, tergerai panjang menciptakan gerakan gemulai yang membuat surga iri hati. Kakinya yang jenjang melangkah dengan eloknya seolah perintah yang membelah samudra. Secara refleks gue menabok pipi sendiri keras-keras, jangan-jangan kopi Panama Geisha dan kue pancong kalau dimakan bersama-sama, bercampur menjadi obat ilusi yang dahsyat. Sang wanita tersenyum. Dan gue merasakan pipiku sakit. Ternyata ini bukan ilusi dan mimpi. Tapi nyata ! Sang wanita dibalut dengan gaun merah menerawang, mirip gaun pesta Valentino yang iconic. Melangkah dalam gerakan yang tidak mungkin didefiniskan. Lebih elok dari tarian manapun didunia ini . Belahan didadanya bagaikan ombak yang mampu meruntuhkan baja sekeras apa-pun. Gelisah yang mengganjal dada gue berhari-hari tiba-tiba musnah. Menguap tanpa bekas. Digantikan dengan debaran jantung yang sangat gaduh.

Terus, tiba-tiba saja, cewe yang mirip Rosie Huntingtin-Whiteley, ini sudah duduk didepan gue. Hanya dalam sedetik, kepala gue mabok seperti tersihir sama parfumnya yang mirip Black Orchid dari Tom Ford, dan keharuman cerutu yang dihisapnya. Sang cewe duduk dengan santai menyilangkan kedua kakinya yang jenjang. Gue langsung nyengir. Dan tiba-tiba mengerti betul mengapa Ken Arok tergila-gila sama Ken Dedes setelah melihat belahan kakinya. Mungkin gue merasakan emosi yang sama dengan Ken Arok. “Kaget yaaah ?”, begitu tegur sang cewe. Bibir gue terasa kram. Kehilangan suara. Gue nyengir saja. Sang cewe tertawa melihat gue salah tingkah. Dan disela-sela tertawanya. Tanpa sengaja gue melihat taringnya. Maka gue baru sadar siapa sebenarnya cewe dihadapan gue. Ternyata Iblis sedang bertamu kerumah gue.

“Kegelisahan hati mas Kafi, membuat dinding neraka bergetar. Saya diutus untuk menanyakan apa yang mas Kafi inginkan buat hadiah tahun baru ?”, kata Iblis dengan senyum menggoda. Gue kaget bukan main. Otak gue muter kaya pusaran blender. Pikir gue, harus minta yang kaga mungkin. Kapan lagi gue punya kesempatan bisa bikin iseng Iblis. Bibir gue langsung bergerak :”Gue mau jadi Presiden ! “ Permintaan gue singkat dan jelas. Sang Iblis ketawa ngikik. Bulu kuduk gue langsung berdiri. Takut juge gue. Jangan-jangan ini Iblis bakalan ngamuk. Setelah reda dia ketawa. Lalu dia mengisap cerutunya dalam-dalam. Dan menghembuskan asapnya ke muka gue. Wuuuuussssss. Gue berasa kaya ayam jago yang disembur saat berkelahi. Lalu suaranya renyah menyapa : “Kalau mas Kafi jadi presiden, ….. pengen ngapain sih ?” Kaget jug ague denger pertanyaan kayak gitu. Terus terang kaga siap menjawabnya. Tapi entah kenapa, otak gue tiba-tiba memberikan jawaban seperti ini : “Gue pengen jadi presiden yang paling korup di republik ini !” Balik lagi sang Iblis ketawa ngakak lama banget.

Pernah sekali gue diundang sama salah diskusi kelompok. Ceritanya mereka mau nyari solusi yang praktis untuk memberantas korupsi di republik ini.. Yang sebenarnya sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Lalu beradaptasi menjadi budaya kong-ka-li-kong. Dan sogok menyogok menjadi proses ekonomi biasa. Dengan rumusan “cost vs benefit”. Maka korupsi menjadi sangat tidak aneh lagi. Yang aneh adalah upaya untuk memeberantasnya. Akibatnya Negara harus bikin lembaga dengan ongkos yang sangat mahal untuk menangkap anggota DPR, bupati, gubernur, hingga menteri yang ketahuan korupsi. Konon dari sebuah seminar di bulan Juni 2011, disebutkan dari 560 anggota DPR, ada 50 anggota DPR yang terkena kasus korupsi. Alias hampir 10%. Dan dari jumlah bupati, walikota, hingga gubernur yang berjumlah 500 orang, 155 orang terkena kasus korupsi alias 30%. Itu yang ketahuan dan kena tangkap. Kalau kita pakai teori gunung es, maka yang melakukan korupsi, jumlahnya akan lebih banyak lagi. Membentuk lembaga khusus untuk memerangi korupsi, rasanya cuma efektif untuk menangkapi koruptor. Dan bukan untuk mencegah korupsi itu sendiri. Artinya untuk mencegah korupsi diperlukan sebuah metode baru yang revolusioner.

Dalam diskusi itu, gue menyodorkan teori, bahwa di republik ini harus ada Presiden yang berani memonopoli korupsi. Tujuannya sederhana, agar anggota DPR, bupati, walikota, gubernur dan menteri, tidak bisa lagi korupsi, karena korupsi dikuasai dan dimonopoli oleh Presiden seorang. Bayangkan saja APBN kita saat ini berkisar di 2.200 trilyun rupiah. Kalau 10%nya kena korupsi maka jumlahnya akan menjadi 220 trilyun. Dengan 220 trilyun kita bisa membangun : 1.000 sekolah @ 5 milyar, 1.000 rumah sakit @ 50 milyar, 5 trilyun biaya promosi produk dan tujuan wisata Indonesia di luar negeri, membuat 100 film bermutu @ 10 milyar, 1.000 perpustakaan @ 5 milyar, 1.00 kompleks apartemen murah @ 200 milyar, 1.000 poliklinik @ 20 milyar, 200 pasar tradisional moderen @ 200 milyar , dan masih ada sisa 70 trilyun rupiah yang bisa kita salurkan sebagai kredit mikro untuk membantu 1 juta UKM diseluruh negeri ini. Bayangkan peluang dan manfaatnya bagi rakyat. Indonesia yang gemah ripah loh jinawi bukan lagi impian semata. Kalau perlu gue bikin berdampingan sama KPK, sebuah lembaga baru yaitu Badan Pengelola Korupsi, yang tujuan memonopoli korupsi di negeri ini.

Maka gue bilang sama Iblis, kalau gue dikasih kesempatan jadi presiden, gue akan jadi presiden yang paling korup. Semata-mata agar gue bisa memonopoli korupsi. Sehingga hasil duit korupsi bakal bisa gue kembalikan kepada rakyat untuk kesejahteraan sosial mereka. Gue rasa ini solusi yang paling cakep. Dan Iblis untuk pertama kalinya tidak lagi nyengir. Tetapi memperlihatkan senyum yang tertahan, dengan taringnya nyelip diluar bibir. Sangat mengerikan

Sang iblis mengisap cerutunya dalam-dalam. Kali ini asapnya tidak dihembuskan ke muka saya. Melainkan dihirupnya dalam-dalam lalu keluar di lubang hidung dan telinganya. Sang Iblis berdiri, tersenyum genit, menghampiri gue, dan melumat bibir gue. Sampai gue kehabisan nafas dan gelagapan kaya ikan mujair kurang air. Lalu Iblis berbisik dikuping gue : “Mas Kafi adalah orang paling berbahaya di negeri ini !”, lalu tertawa ngikik sangat keras dan “puff” menghilang begitu saja.

Terus terang gue jadi terbengong-bengong. Bukan karena gue bingung kemana gerangan tuh Iblis ? Tetapi sang Iblis meninggalkan mobil Bentley-nya dipekarangan gue. Sialnya kunci sama STNK-nya ngak ditinggal buat gue . Duh, ….. dasar Iblis ! Selalu seenaknya saja.