Wednesday, June 25, 2008

IMAGINARIUM

Kurang lebih 27 tahun yang lalu, seorang petani yang tinggal di Zentsuji, Kagawa, Jepang mengawasi dengan cermat, bahwa konsumen selalu mengalami kesulitan untuk menyimpan semangka didalam lemari es. Pertama, ukuran semangka yang kadang terlampau besar. Kedua, semangka yang bundar dan oval, mudah bergulir didalam lemari es. Petani itu kemudian punya ide super gila. “Apa jadinya bilamana ia mampu menghasilkan semangka yang bentuknya kotak seperti kubus ?” Mudah disimpan dan mudah ditansportasikan. Mudah disusun dan pasti membuat semua orang penasaran !

Ide super gila itu kemudian bergulir. Petani mulai melakukan aneka percobaan. Akhirnya ditemukan sebuah cara sederhana. Semangka ditanam didalam kotak kaca yang seragam. Lama-lama semangka tumbuh mengikuti bentuk kotak kaca. Hasilnya ajaib. Semangka kotak berhasil ditanam di Jepang. Kini Semangka berbentuk kotak kubus, bukan barang aneh lagi, dan bisa anda jumpai dimana-mana di Jepang. Hanya saja harganya juga gila. Pertama kali muncul harganya sekitar sejuta rupiah. Tetapi sekarang konon dengan inflasi harganya sudah mencapai hampir 2 juta rupiah. Saya pernah melihatnya tampil disalah satu pasar swalayan di Jakarta.

Kalau dipikir-pikir, petani yang pertama kali menemukan ide ini, memang edan luar biasa. Imajinasinya melewati batas tantangan. Kadang dalam hidup ini, untuk membuat terobosan yang paling berarti kita butuh imajinasi sebesar ini. Kita tidak boleh takut untuk berimajinasi. Imajinasi harus dibiarkan bebas dan liar.

Sejak kemunculan semangka kotak di Jepang, petani di Jepang dari wilayah-wilayah lain, berlumba untuk berkompetisi menciptakan semangka dalam bentuk yang berbeda dan lebih edan. Petani semangka di Hokaido misalnya telah berhasil menciptakan semangka dalam bentuk piramida. Karena bentuknya semakin susah, harganya juga berlipat ganda. Konon bisa mencapai hampir 7-8 juta rupiah perbuah. Semangat berkompetisi dan tidak mau kalah inilah yang membuat Jepang tampil sangat kompetitif dan inovatif dalam perdagangan global. Usai penampilan semangka piramida, maka petani di Fukuoka berhasil menciptakan semangka mirip dengan wajah manusia, lengkap dengan mata, hidung, dan mulut.
Sejak heboh semangka dalam berbagai bentuk, maka kini di Jepang muncul juga melon dengan bentuk kotak kubus yang sama. Dan malah sudah ada mentimun dengan bentuk penampang hati dan bintang. Semuanya membuktikan sebuah ungkapan dalam pribahasa Jepang, bahwa tidak ada yang tidak mungkin dicapai dengan imajinasi ! Semuanya mungkin.

Tak heran apabila Albert Einstein sendiri mengumbar komentar bahwa imajinasi itu lebih penting dari ilmu pengetahuan. Alkisah, usai menemukan teori relativitas yang terkenal itu, maka Einstein banyak menerima tawaran memberikan kuliah tamu diberbagai universitas. Dalam kuliah keliling itu Einstein selalu datang hanya berdua dengan supir-nya yang setia. Konon setiap kali Einstein memberikan kuliah, supirnya selalu menonton dengan setia dibelakang. Sampai suatu ketika, setelah menonton kuliah yang sama lebih dari selusin kali, sang supir berkomentar, bahwa kalau saja kuliahnya sama selalu seperti itu, sang supir juga sanggup, karena ia mengaku sudah hafal betul. Mulanya Einstein cukup terkejut mendengarnya, tetapi kemudian Einstein menantang supirnya untuk berganti tempat dengan dirinya. Sang supir memberikan kuliah dan Einstein duduk dibelakang pura-pura menjadi supir. Sang supir menerima tantangan Einstein.

Minggu berikutnya, ketika tawaran kuliah datang dari sebuah universitas. Meraka tukar tempat. Einstein duduk dibelakang dan sang supir kedepan memberikan kuliah. Dengan percaya diri, dan suara lantang yang mantap sang supir memberikan kuliah dengan lancar sekali. Maklum ia telah hafal isinya semua. Usai kuliah, datanglah sesi tanya jawab. Einstein tersenyum - karena ia ingin tahu bagaimana caranya, sang supir mengatasi masalah ini. Seorang mahasiswa mengacungkan tangan, dan mulai bertanya sebuah pertanyaan yang teknis dan Einstein yakin sang supir tidak akan mungkin bisa menjawab. Dengan tersenyum lepas, sang supir berkata menanggapi pertanyaan sang mahasiswa :”Wah, pertanyaan anda itu sangat tidak bermutu. Jangankan saya yang menjawab, supir saya saja yang duduk dibelakang tau betul jawaban-nya !” Einstein yang duduk dibelakang tentu saja kaget mendengar jawaban sang supir. Tetapi akhirnya Einstein kedepan dan membebaskan sang supir dari jeratan masalah tanya jawab itu. Terbukti imajinasi itu lebih penting dari ilmu pengetahuan.

Ditengah situasi pertempuran bisnis yang makin sengit, dan kompetisi yang makin menggila. Dan ancaman datang dari segala penjuru, pemberdayaan imajinasi merupakan solusi manjur yang patut anda perhitungkan. Karena tidak mungkin adalah kata yang tak tidak akan kita temukan dalam kamus Imajinasi.

Friday, June 20, 2008

Tuesday, June 17, 2008

FILSAFAT CAP CAY GORENG

Salah satu masakan kesukaan Mpu Peniti, adalah “cap-cay” goreng. Masakan sederhana yang terdiri dari aneka sayuran dipotong kecil-kecil dan kadangkala dimasak dengan baso ikan, baso sapi, udang, dan daging ayam. Di Amerika “cap-cay” goreng disebut “chop-suey” dan konon diakui sebagai bagian ciptaan kuliner para imigran Cina di Amerika, dan merupakan salah satu ciptaan masakan Chinese-American. Anda, mungkin penasaran, bagaimana mungkin “cap-cay” goreng berkelana begitu jauh dari Amerika hingga Indonesia.

Jangan bingung, sejarah “cap-cay” goreng memang rancu. Versi terpopuler adalah ketika duta besar Cina Li Hung, mengunjungi kota New York pada tanggal 29 Agustus 1896, tukang masaknya berusaha menciptakan masakan yang bisa diterima oleh diplomat Cina dan Amerika. Dan menurut catatan sejarah, “cap-cay” goreng memang terhidang sebagai salah satu menu. Versi lain yang lebih kuno, menyebutkan bahwa makanan ini berasal dari dinasti Qing. Dimana jerohan di masak bersama sayur-sayuran untuk membuatnya tampil lebih elok dan lebih sehat.

Ada satu versi yang menurut saya lebih masuk akal, adalah masakan ini diciptakan oleh kaum Imigran Cina yang berkelana kemana-mana. Yaitu masakan yang ditentukan oleh nasib. Apapun sayur yang didapat hari ini, dipotong semua dan dimasak jadi satu. Kalau cuma ada 2 sayur, maka cap-cay-nya cuma terdiri 2 sayur itu. Tapi kalau nasib baik hari ini dan punya sayur lebih, maka cap-cay gorengnya lebih mewah. Sederhana dan praktis. Masalahnya kapan masakan cap-cay goreng ini ditemukan ? Karena di Cina sendiri, masakan ini tidak dikenal. Hanya di Taishan, Cina yang majoritas penduduknya berkelana dan menjadi kaum imigran, masakan cay-cay goreng dikenal.

Apapun sejarahnya, Mpu Peniti menganggap masakan ini punya arti filosofis yang dalam. Beliau menyebutnya ilmu kombinasi. Dan saya banyak belajar dari ilmu sederhana ini. Menurut Mpu Peniti, keseimbangan dan kesempurnaan hidup selalu datang dari sebuah kombinasi. Sebuah pohon apel bisa berbuah bagus apabila pohon itu ditanam dalam sebuah kombinasi tanah yang subur, sumber air yang baik, dan iklim yang pas. Kombinasinya salah, hasilnya juga akan ngawur. Demikian juga perkawinan, kongsi dagang, hingga praktek pemasaran. Kita butuh kombinasi yang pas dan harmonis.

Dari Ilmu Kombinasi ini Mpu Peniti mengajarkan saya beberapa hal. Pertama Tuhan yang maha pencipta dan maha kuasa menciptakan manusia semuanya sempurna. Jadi kalau anda punya sebuah team, dan anda merasa ada beberapa anggota team anda yang tidak memuaskan karena kinerja-nya lemah, jangan putus asa dan menyerah. Rahasianya, mereka butuh kombinasi partner yang bisa memotivasi dan membuat kinerja kerja mereka saling menunjang.

Seorang ahli HRD yang berkecimpung dalam “out-sourcing” dan “recruitment” pernah berguyon kepada saya. Menurut beliau, kalau anda punya meja resepsionis di kantor dan anda butuh 2 resepsionis. Maka sebaiknya anda mencari satu yang sangat cantik tetapi skillsnya boleh tidak terlalu tinggi dan cakap. Yang cantik, dilatih menjawab telpon dan melayani tamu. Satunya lagi pilih yang wajahnya biasa-biasa saja, tetapi skillsnya tinggi dan cakap. Cocok untuk mengerjakan administrasi. Kalau dua-duanya cantik, situasinya bakalan runyam, karena mereka berdua akan bersaing terus menerus dan saling iri. Kalau cantik dan skillsnya tinggi dan cakap, pasti umurnya pendek karena cepat dibajak orang, atau di ajak kawin oleh karyawan sendiri. Tapi kalau kombinasinya pas seperti diatas, umurnya bisa dijamin lebih lama.

Hal kedua yang saya pelajari dari Ilmu Kombinasi Mpu Peniti, adalah terkadang sumber daya kita terbatas dan tidak sempurna. Nah, strategi ces-plengnya adalah justru memanfaatkan kelemahan dan keterbatasan itu. Yaitu dengan mencari pasangan kombinasi yang bisa melengkapi-nya. Seorang teman saya, adalah seorang pedagang permata. Klien-nya banyak, dan dari berbagai kalangan. Ia dikenal sering menjual permata yang apik dengan harga miring. Selidik punya selidik, rupanya ia juga menjadi tempat orang butuh duit untuk menjual permata dengan cepat. Itu sebabnya ia selalu mendapat permata dengan harga murah. Tetapi ia tidak serakah dan loba. Ia tidak pernah mau menjual permata-permata itu dengan laba besar. Sambil tersenyum ia menjelaskan bahwa ia selalu senang bisa menolong orang dalam kesususahan. Besar amal dan pahalanya, kata beliau. Itu sebabnya permata yang ia beli, ia usahakan jual kembali dengan laba cukup. Biar duitnya muter, dan ia selalu siap siaga menolong orang butuh duit yang berikutnya.

SLOW DOWN


Monday, June 09, 2008

KERONCONG RUMAH SLEMAN

Saya kedatangan sejumlah tamu dari Amerika, yang ingin melancong ke kota Yogyakarta. Mereka ingin menyaksikan keagungan mahakarya Borobudur. Lalu batin saya bergejolak mencari hidangan megah yang setara untuk disajikan kepada tamu-tamu ini agar mereka juga merasakan bahwa kejayaan kuliner Indonesia setara dengan keagungan Borobudur. Bolak-balik saya berpikir, tidak juga muncul inspirasi yang pas.

Ketika asyik melamun, tiba-tiba saja sepotong inspirasi berkelebat. Saya jadi ingat konsep Slow Food ciptaan Carlo Petrini, di Italy tahun 1986. Carlo Petrini lahir di propinsi Cuneo, Italia. Tahun 1989 ia menemukan gerakan Slow Food Movement, sebagai sebuah gerakan anti-klimaks terhadap fenomena “fast-food” diseluruh jagad raya ini. Tahun 2004, ia terpilih sebagai salah satu pahlawan versi Majalah Time. Slow Food mempromosikan kembalinya makanan lokal, terutama pelesteraian bahan bakunya, tradisi dan tata cara memakan-nya. Sebagai contoh, banyak makanan tradisional kita, mulai dari masakan, minuman hingga hidangan kue-kue yang hilang satu demi satu terkikis budaya fast food moderen.

Setelah saya mendapatkan konsep untuk menyajikan Slow Food kepada tamu saya, kini datang masalah baru, yaitu dimana dan siapa yang bisa menyajikan-nya secara asri dan apik. Untung saya teringat dengan Rumah Sleman, miliki Ibu Anna Mathovani. Kalau anda pengagum musik-musik lama dijaman 60’an dengan sederetan penyanyi beken seperti Oslan Husen, Erny Djohan, Tuty Subardjo, Alwy AS, Alfian, Vivi Sumanty, Aida Mustafa, Diah Iskandar Bob Tutupoly, dan Lilis Suryani . Maka nama Anna Mathovani, ada dalam deretan penyanyi-penyanyi yang berjaya dijaman itu.

Ibu Anna Mathovani, kini mengelola sejumlah Private Residences, yaitu konsep ultra butik hotel yang terdiri dari rumah-rumah esklusif. Dibawah manajemen Annapola, muncul nama-nama Private Residence seperti Rumah Kertanegara, Rumah Iman Bonjol, Rumah Daksa dan Rumah Sleman. Rumah Sleman terletak di Jalan Purboyo didesa Warak Kidul, Sleman, Yogyakarta. Berasal dari sebuah rumah yang dibangun oleh Darah Dalem dari keluarga Kasunanan pada tahun 1814, di Kampung Sewu, Solo. Rumah kuno ini kemudian dipindahkan ke desa Warak Kidul dengan menggunakan desain lay-out asli yang sesuai dengan filosofis Jawa. Kini Rumah Sleman memiliki 4 kamar esklusif yang ditata secara unik dan sangat artistik.

Satu hal yang sangat mengejutkan saya, Ibu Anna Mathovani sangat mendukung ide saya, dan mau berbaik hati menerbangkan koki pribadi beliau, yaitu Mbok Iyem dari Jakarta ke Yogyakarta, untuk secara pribadi menghidangkan masakan Jawa secara otentik, sesuai dengan konsep slow food yang seutuhnya. Hasilnya memang ajaib luar biasa.
Malam itu, diteras Rumah Sleman, yang diberi nama Paseban Terrace, ditemani semilir angin malam yang turun dari lereng Merapi, kami berdelapan menikmati hidangan Indonesia ala Slow Food sejati. Meja panjang tempat kami makan, dihias untaian bunga mawar berwarna merah muda. Keharumannya menebar pesona dan nuansa romantisme yang sangat elegan. Menu malam itu sangat sederhana sekali, sebagai pembuka disiapkan kerupuk dan rempeyek. Ditambah dengan gorengan ikan wader dan perkedel kentang. Konon menurut cerita, gorengan ikan wader ini sejarahnya cukup panjang, populer di Trowolan sejak jaman ke-emasan Majapahit.

Sup pembuka adalah Soto Ayam yang klasik. Hidangan makan malam itu tetap sederhana, nasi putih yang masih hangat dan mengepul, dihidangkan bersama gudeg, ayam goreng lengkap dengan lalap dan sambalnya. Goreng lidah sapi. Tumis daun pepaya, oseng-oseng terong dengan daging cincang, dan lodeh Jawa yang gurih dan lezat. Ditambah lagi dengan oseng-oseng kangkung. Terasa sekali kelezatan makanan yang membumi ini, menyatu dengan penyajian yang sangat artistik, menjadikan pengalaman makan malam itu sangat sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Didepan teras terhampar kebun, dan dipojoknya ada sebuah Gazebo yang diberi nama Khayangan Gazebo. Malam itu Ibu Anna, berbaik hati menyajikan sebuah orkes keroncong di Gazebo. Mereka menyanyikan sejumlah lagu-lagu keroncong populer, mulai Bengawan Solo, hingga Ariati dan beberapa karya lama Ismail Marzuki. Hingga lagu-lagu cinta populer dalam bahasa Inggris. Termasuk lagu legendaris Frank Sinatra, My Way. Hidangan penutup tidak kalah sederhananya. Serabi Solo, dan pisang goreng, ditemani dengan buah-buah-an dari wilayah setempat, mulai dari jambu air, salak pondoh, manggis dan sawo. Diakhiri dengan kopi Jawa yang kental memikat.

Pengalaman malam itu sungguh bertuah. Membuat semua tamu saya dari Amerika terkagum-kagum. Gerakan Slow Food bukanlah alternatif dan juga bukan tindakan improvisasi yang mendadak. Justru sebaliknya gerakan Slow Food adalah sebuah upaya pelestarian terhadap tradisi, budaya dan filosofis makan. Slow Food adalah sebuah safari untuk menemukan kembali cita rasa yang sesungguhnya dan sejati. Sebuah pelatihan cita rasa, agar kita dan generasi setelah kita mampu membedakan dan merasakan kelezatan yang sesungguhnya.

Malam itu, ketika musik keroncong senyap dari Rumah Sleman, dikepala saya masih saja tertinggal sejumlah aroma dan kelezatan masakan Mbok Iyem. Membekas dan tidak mau pergi.

ILMU BERKELIT BRUCE LEE


Tuesday, June 03, 2008

ILMU BERKELIT

Seorang pria, yang menjadi pasien Mpu Peniti, datang berkonsultasi dan menceritakan bahwa ia tidak sanggup lagi hidup dengan isterinya. Yang menurut istilahnya, lebih licin dari belut. Selalu berkelit. Di dalam dunia profesi, isterinya rajin menipu kiri kanan. Meninggalkan hutang dimana-mana. Dalam kehidupan rumah tangga, juga sama saja. Isterinya selalu berkelit dengan berbohong seribu macam dusta yang kadang sampai luar biasa dan tidak masuk akal. Sang suami putus asa dibuatnya.

Ketika sang pasien pulang, saya dan Mpu Peniti, melanjutkan obrolan soal ilmu berkelit. Dalam contoh diatas ilmu berkelit memang dipraktekan secara keliru. Lalu Mpu Peniti bertutur secara filosofis. Secara strategi, ada serangan secara agresif. Dan ada berkelit secara defensif. Seorang jendral perang yang handal dan seorang praktisi bisnis yang cermat, dapat dipastikan menguasai kedua gerakan manuver ini secara mahir.

Hampir semua ilmu bela diri, punya jurus khusus untuk berkelit. Seorang petinju pernah berkelakar bercerita pada saya, “bayangkan betapa-pun jagonya seorang petinju, yang mampu membuat pukulan-pukulan yang mematikan, ….. tetapi tidak tahu caranya menghindar dan berkelit…… pasti cepat lambat ia akan ambruk juga” Jadi berkelit itu sama pentingnya dengan menyerang. Ada sebuah pribahasa terkenal yang berbunyi : “The best defense is a good offence” – Artinya sebuah taktik bertahan yang baik akan sama sempurnanya dengan sebuah taktik menyerang. Menurut Mpu Peniti, terkadang jawara-jawara yang sombong, hanya selalu memikirkan bagaimana caranya secara telak dan mematikan untuk menyerang lawan. Dan sering lupa bagaimana menciptakan pagar pertahanan yang ampuh.

Selama 20 tahun saya mengarungi lembah dan jurang dunia bisnis, ulah ilmu berkelit yang terbaik seringkali saya jumpai justru dikalangan pedagang dan pelaku bisnis yang sangat kecil. Mereka yang memiliki panca indera survival tertinggi untuk bertahan dari kebangkrutan, tanpa peduli apapun situasinya. Tanpa perlu belajar ilmu strategi perang, mereka tau secara naluri untuk berperang. Kadang saya suka malu dan bercampur kagum dengan mereka.

Pedagang-pedagang kecil umumnya secara naluri, mengerti ungkapan terkenal dari Jendral Sun-Tzu yang berbunyi bahwa kemenangan yang paling sempurna adalah kemenangan yang diraih tanpa harus bertempur. Didekat kantor saya, ada sebuah lorong kecil yang penuh dengan pedagang kaki lima yang menjual makanan. Dan selalu ramai setiap saat makan siang. Beberapa tahun yang lalu, di lorong sepi itu, awalnya menjelang makan siang parkir sebuah mobil pick-up kecil berwarna biru, dan dengan kain plastik biru sebagai atapnya, mulai berjualan sebagai warung berjalan. Jualan-nya mirip warung Tegal. Dalam waktu singkat office boys disekelilingnya langsung memberi julukan “warung tenda biru”. Mirip lagu terkenal itu.

Uniknya selang beberapa bulan kemudian, satu demi satu pedagang kaki lima berdatangan dan mulai berjualan disebelah dan disekeliling “warung tenda biru” tersebut. Semua yang datang belakangan, tidak ada satupun yang berjualan sama. Semuanya berkelit untuk berkompetisi satu dengan yang lain. Kini ditempat itu, ada tukang gado-gado, ketoprak, mie ayam, soto mie, sate padang, tukang rujak dan gorengan. Mirip sebuah food court mini. Semuanya berkelit untuk berkompetisi satu dengan lainnya. Kehadiran setiap pedagang untuk memperkuat konsep bisnis yang ada.

Ilmu berkelit kedua yang juga sangat populer, didalam dunia bisnis, berbunyi : “meminjam tangan lawan untuk membunuh musuh”. Atau “membunuh musuh dengan pisau pinjaman”. Ketika isu pemerintah mau menaik-kan BBM, para pedagang yang berjualan disekitar “warung tenda biru” semuanya secara seragam dan kompak menaik-kan harga seribu rupiah dari harga lama. Tidak ada satupun pedagang yang berbeda. Konsumen yang makan terpaksa harus pasrah. Dan semuanya menyalahkan pemerintah. Tidak ada satupun yang menyalahkan pedagang itu. Ketika saya bertanya kenapa mereka naik dulu sebelum pemerintah menaik-kan BBM, mereka berbisik kepada saya sebuah strategi unik. Mereka bilang, lebih baik naik seribu perak sebelum pengumuman pemerintah. Ibaratnya menjajal dalamnya sungai. Setelah pemerintah menaik-kan BBM, dan ternyata omzet penjualan mereka turun, ramai-ramai mereka masih bisa berkelit dan turun harga untuk menyesuaikan situasi. Sungguh licin ilmu berkelit mereka.

Ilmu berkelit yang sesungguhnya tidak sama dengan tindakan bersembunyi seorang penipu atau pembohong. Jawara tulen bisnis, tidak akan bersembunyi menghadapi setiap serangan lawan. Justru mereka menghadapinya dengan berkelit dan terhindar dari serangan yang mematikan. Mirip Muhammad Ali menghindari tonjokan lawannya dengan cara menari-nari lincah di kanvas tinju.