Sunday, May 27, 2012

SOTO AYAM MAKSIAT DI DJOGDJAKARTA


Alkisah, salah satu masakan Peranakan yang sangat popular di semenanjung Melayu – Malaysia, Sumatera Utara dan Kepulauan Riau adalah laksa. Kuah santan yang diberi mie, irisan ayam, daun kemangi dan sambal yang cukup pedas. Kata Laksa diperkirakan datang dari bahasa Hindi/Persian – lakhshah yang menjelaskan mie atau bihun yang dipakai dalam masakan ini. Teori lain mengatakan bahwa Laksa berasal dari dialek Cantonese yang artinya “bumbu kasar” yang kemungkinan berupa gilingan halus ebi/udang kering yang ditaburi dalam laksa. Apapun perdebatannya, laksa memang popular, dan merupakan bukti fusi budaya Tiongkok Peranakan yang melebur menjadi satu dengan budaya kuliner dari India. Konon kabarnya Laksa ini juga diadopsi oleh komunitas Tiongkok Peranakan di tanah Jawa, terutama di Jawa Barat, sehingga popular-lah Laksa Bogor.

Teman saya yang doyan dan hobi makan, punya teori bahwa Laksa ini akhirnya di adopsi oleh dapur keluarga Belanda atau Tiongkok Peranakan di tanah Jawa yang kental dengan pendidikan Belanda. Agar lebih sehat dan lebih “Western” maka santan dihilangkan. Irisan tomat dan keripik kentang ditambahkan. Sehingga akhirnya menjadi Soto Ayam ala Indonesia yang sangat beken.

Teman saya berteori bahwa masyarakat “bule” punya kepercayaan yang kuat terhadap kuah ayam atau “chicken soup”. Kuah ayam atau “Chicken Soup” dipercaya memiliki kemanjuran pengobatan. Terutama pada saat tubuh lemah dan menjelang terserang penyakit flu atau masuk angin. Menurut beberapa penyelidikan dr.Stephen Rennard, MD dari University of Nebraska, kuah ayam atau “Chicken Soup” memiliki protein yang disebut cysteine, yang berfungsi melegakan saluran pernafasan dari segala macam lender. Kuah ayam atau “chicken soup” memiliki reaksi yang membantu sel darah putih untuk memerangi aneka radang dan gangguan saluran pernafasan.

Jadi mungkin saja laksa berevolusi menjadi soto Ayam di dapur keluar Belanda di tanah Jawa lebih dari seratus tahun yang lalu. Dalam perkara soto ayam, fokusnya adalah menciptakan kuah ayam yang harum, gurih dan berkhasiat. Dan memang inilah rahasia kelezatan soto ayam. Perkembangan budaya kuliner, sangat dipengaruhi oleh budaya keraton dari raja yang berkuasa dimasa itu. Sekitar tahun 1624, ketika Sultan Agung mengembangkan pengaruh kerajaan Mataram hingga keluar Jawa seperti Madura dan sekitarnya. Putera beliau Amangkurat ke 1 konon memiliki gaya hidup yang sangat glamor. Termasuk budaya kuliner. Dan dimasa inilah Belanda yang iri terhadap Amangkurat, banyak menjiplak budaya kuliner Indonesia dan diadopsi oleh dapur dapur keluarga Belanda. Raden Trunojoyo yang merupakan bangsawan Madura yang memberontak terhadap Amangkurat I dan Amangkurat II, kemungkinan besar melakukan persaingan bukan hanya lewat politik tetapi juga lewat budaya dan kuliner. Barangkali disaat itu pula kuliner Madura mengalami masa kejayaan. Tak heran apabila hingga hari ini, sejumlah masakan Madura seperti sate ayam dan soto ayam, mengalami jejak legendaris yang mengagumkan. Kini kemanapun anda pergi, entah itu hotel bintang 5, restoran Indonesia dimana saja, maka salah hidangan yang selalu ada adalah soto ayam.

Soto Ayam Madura Cak Yatim di Godean – Djogdjakarta 

 Biasanya ritual saya kalau sedang di Djogdjakarta adalah makan pagi dengan Gudeg. Namun kali ini teman saya mengajak saya sarapan pagi dengan soto ayam ala Madura. Awalnya tentu saja saya tertawa. Karena soto ayam Madura dan Djogdjakarta bukanlah kombinasi yang serasi menurut saya. Namun saya sudah berpengalaman untuk tidak meremehkan hal-hal seperti ini. Karena makan enak seringkali kita temukan justru ditempat yang tidak pernah kita sangka bersama. Jadilah pagi itu, kami berlima menuju arah GODEAN.

Pas dipinggir jalan, ada tenda dengan tulisan mentereng SOTO AYAM MADURA CAK YATIM. Biarpun dipinggir jalan, tempatnya sangat resik. Hanya ada meja untuk makan kurang dari 12 orang. Jadi kalau ingin menikmati, saran saya datang sepagi mungkin. Menunya bisa dipilih, nasi soto alias nasi dicampur dengan soto ayam langsung. Atau nasi dipisah. Saya memilih yang kedua.

Isi soto bisa anda pilih. Kalau “original recipe”- soto ayam biasa dengan suwiran daging ayam plus irisan telur rebus. Atau anda bisa pilih menu maksiat. Untuk yang ini, tergantung keberanian anda. Bisa pake ati-ampla, plus jerohan seperti usus dan telur muda. Pokoknya maksiat sesuai imajinasi anda ! Saya usulkan anda mencoba menu maksiat. Ketika soto ayam pesanan saya datang, bentuknya sangat menggoda selera. Terhidang dengan tatanan bawang goreng, yang kuning keemasan. Bukan coklat kehitaman. Saya bisa merasakan bahwa Cak Yatim punya selera “perfection” tersendiri.

Sebelum soto saya racik, saya menghirup kuahnya dahulu. Harum dan sama sekali tidak ada bau amisnya. Kuahnya jernih dengan rasa yang memang agak “light”. Tetapi sentuhan rempah-rempah terpadu dengan harmonisnya. Gurih mendekati kesempurnaan. Lalu saya tambah irisan jeruk nipis dan sambal setengah sendok. Saya merasa tidak perlu ditambah dengan kecap manis. Karena saya ingin rasa soto ayam yang klasik. Mendekati pakem barat yang lebih “purist”. Maka ketika saya menyantapnya kemudian, bersama nasi dan kerupuk. Lidah saya menari kegirangan. Enak betul. Sayapun makan dengan sangat lahap.

Potongan sayur kol,toge, irisan seledri dan mie soun, menjadi orkestra yang membuat soto ayam saya terasa kompleks dan komplit. Harus saya akui soto ayam Madura Cak Yatim ini memang klasik apa adanya. Soto ayam di hotel bintang 5 seringkali, soto beberapa hari yang lalu, dan dipanasi dari kulkas. Kuahnya seringkali berkabut. Rasanya cuma asin, dan kehilangan nyawa rempah-rempah. Suwiran ayam seringkali kering dan keras. Beda dengan soto ayam Madura Cak Yatim.

Teman saya berkomentar, “inilah romantisme yang telah hilang”. Saya sendiri jadi ingat rumah. Dan ingat Ibu saya. Kalau kebetulan anda berada di Djogdjakarta, Ibu Kota Pelan di dunia, dan anda ingin sarapan pagi yang sederhana, murah namun berkesan. Saran saya, soto ayam Madura Cak Yatim di Godean. Hidangan klasik yang sudah sangat sulit dijumpai. Usai menikmati anda pasti akan merasa bahagia dan kaya raya. Setidaknya itulah kepuasan yang saya rasakan.

No comments: