Tuesday, December 18, 2007

SURAT DARI SINGAPURA

Salah satu trik favorit saya, selama 20 tahun terakhir ini, adalah selalu dan tidak pernah lupa belajar dari orang-orang biasa dijalan. Mpu Peniti menyebut mereka ‘orang kecil’. Dan mereka bisa siapa saja. Tukang rokok, petugas penyapu jalan, penjaga warung, atau supir taxi. Pokoknya siapa saja. Bagi saya, seringkali pikiran mereka begitu sederhana. Selalu bersumbu pendek. 100% intuisi. Tidak ada ruangan untuk teori secuilpun. Semuanya dipelajari lewat praktek kehidupan sehari-hari. Hanya belajar lewat mereka-lah, menurut Mpu Peniti, kita akan sadar bahwa hati manusia tidak ada batas kedalam-nya.

Salah satu percakapan yang selalu saya nikmati, adalah percakapan dengan supir taxi. Selalu menarik, tidak pernah membosankan. Ibarat lukisan, merekalah lukisan surealis yang paling imajiner. Belum lama ini, ketika di Singapura, saya naik taxi dari hotel menuju Bandara Changi. Sebut saja, sang supir taxi paman Phoa. Badanya kurus, berkaca mata, dan umurnya mungkin sudah mendekati 60 tahun. Paman Phoa, bercerita bahwa ia sudah menarik taxi lebih dari 20 tahun. Kata beliau, semua kejadian aneh sudah pernah ia alami. Mulai dari orang melahirkan didalam taxi, sampai suami isteri bercerai didalam taxinya. Konon, suatu hari menurut ceritanya, ia mendapatkan penumpang dari Bangladesh. Sang penumpang bertanya dimana letak kantor lotere Singapore Pools. Rupanya penumpangnya itu baru saja kena lotere. Lumayan besar, tidak tanggung-tanggung, lebih dari 1.5 juta dolar Singapura. Atau hampir 10 milyar rupiah. Paman Phoa, dengan bangga mengatakan bahwa untung saja, sang penumpang bertemu dengan orang jujur seperti dia. Paman Phoa lalu, tanpa pamrih sedikitpun membantu penumpangnya mengurus uang kemenangan loterenya. Ketika selesai, ia mendapatkan tip seribu dollar Singapura. Lumayan.

Paman Phoa, juga selalu pasang lotere tiap minggu. Ia menghabiskan sedolar biasanya. Baginya lotere ini adalah satu-satunya alat yang paling ampuh untuk tetap memilihara mimpinya untuk kaya raya. Sebagai orang kecil dan supir taxi di lanjut usia, ia tidak punya kesempatan lain untuk kaya raya, daripada kena lotere. Begitu kilahnya. Yang penting adalah hidup jujur. Paman Phoa tahun 2006, kena lotere sebesar 30.000 dollar Singapura. 3.000 dollar atau 10% ia sumbangkan untuk amal. Karena menurutnya filosofi hidupnya, amal itu seperti bola ping-pong yang selalu tek-tok. Kalau ia rajin beramal, maka hidupnya juga penuh dengan rejeki. Dan rejeki itu datang dari segala penjuru. Contohnya adalah tips seribu dollar yang ia terima dari sang pemenang lotere. Mungkin anda tidak akan setuju dengan metodenya memelihara mimpi lewat lotere. Tetapi bagi saya yang terpenting adalah kesungguhan paman Phoa, untuk memelihara mimpinya. Hidup ini memang berpangkal dari mimpi itu. Bagaimana anda mau memiliharanya, terserah anda semua.

Ketika cerita paman Phoa, saya ceritakan ke teman saya. Teman saya cuma tertawa ngakak. Maka pada hari Minggu berikutnya, saya diajak kesebuah food-court untuk mencari makanan lezat sembari melihat trik-trik unik dari pedagang-pedagang makanan di food court. Karena hari minggu, maka food-court penuh dengan pengunjung. Saya melihat ada satu stand makanan yang sangat ramai, karena dipenuhi dengan orang yang ngantri. Naluri saya mengatakan bahwa pasti makanannya enak. Buktinya semua orang ngantri. Mulanya saya mengajak teman saya membeli makanan disitu. Tapi teman saya mengelak. Sambil menunjukkan tanda yang berjudul ’self-service’. Biasanya di food-court kalau kita membeli makanan, tinggal pesan saja, lalu nanti diantar kemeja kita. Nah, kalau self-service, anda harus ngantri, pesan makanan, menunggu pesanan matang, bayar, dan membawa sendiri kemeja anda. Konon beberapa stand makanan belajar trik sederhana ini, dengan sengaja menerapkan konsep self-service, semata-mata untuk menciptakan antrian. Antrian yang panjang akan membuat kesan bahwa stand makanan itu memang populer. Jadi jangan terjebak, antrian panjang belum tentu makanannya enak ! ’......ha....ha... ada-ada saja, trik mereka’, begitu komentar saya.

Di beberapa meja, saya mulau melihat pemandangan yang cukup umum. Dimana beberapa keluarga makan bersama satu meja dengan pembantu mereka dari Indonesia. Terutama keluarga yang punya anak-anak kecil. Perubahan matriks pengunjung ini, menyebabkan beberapa stand makanan, juga secara naluri memasang tanda ”NO PORK” dibeberapa stand mereka. Semata-mata untuk menciptakan loyalitas dikalangan pembantu asal Indonesia yang kebanyakan beragama Islam. Kebanyakan mereka-mereka yang kita sebut ’orang kecil’ ini memiliki semangat dan kemampuan belajar yang sangat tinggi. Kadang bukan karena kebutuhan untuk menjadi lebih pandai atau cerdas. Tetapi karena kebutuhan survival yang mendesak. 3 jurus pendek yang populer – Belajar – Berubah – Dan berimprovisasi. Belajar dari orang kecil, seringkali melatih panca indera bisnis kita menjadi lebih praktis, sederhana, dan penuh imajinasi. Itu sebabnya saya punya koneksi emosional yang istimewa dengan orang-orang kecil ini.

No comments: