Wednesday, April 18, 2007

STRATEGI NEMPEL

Dekat airport Surabaya, ada satu restoran seafood yang selalu menjadi favorit saya. Di depan restoran kebetulan ada satu toko kecil yang menjual buah tangan atau oleh-oleh, seperti kerupuk dan emping.Beberapa tahun lalu, ketika belanja di toko itu, pandangan saya tertuju pada sebungkus kerupuk. Pembungkusnya tidak lazim. Bukan dari dus biasa. Melainkan dikemas dengan kotak tripleks. Lalu diberi label kertas dengan dibubuhi tanda tangan. Memang terlihat eksklusif dan bikin orang penasaran.Iseng saya bertanya ke si penjual. Dengan muka sangat serius, sang penjual bercerita bahwa kerupuk ini sangat istimewa. Jumlahnya terbatas. Istilah zaman sekarang, eksklusif atau limited edition. Mendengar hal ini, saya makin penasaran dan ingin mendengar ceritanya lebih jauh. Maka, berceritalah sang penjual.Alkisah, big boss dari perusahaan kerupuk ini punya kebiasaan sangat unik dan istimewa. Setiap kali beliau sedih atau kena stres, sebagai pelampiasan biasanya sang big boss akan ke pasar sendiri, mencari udang paling segar dan paling baik. Lalu dengan bahan-bahan terbaik itu dibuatlah kerupuk udang eksklusif ini. Secara berseloroh, sang penjual berkilah bahwa kerupuk udang ini hanya ada pas big boss-nya bersedih hati. Istilah dia, ini kerupuk sedih hati.Hampir dua bulan lalu, saya sempat makan siang di Surabaya dengan sang big boss pemilik perusahaan kerupuk itu. Saya bertanya tentang cerita kerupuk sedih itu. Beliau malah tertawa mendengar cerita itu. Katanya, kebanyakan isi cerita itu tidak benar. Tetapi soal bagian bahwa udang bahan baku dipilih dengan cermat memang benar. Pembuatannya masih menggunakan tangan 100% juga benar. Dan memang dikerjakan dengan sangat telaten dan hati-hati serta kontrol mutu yang serba terjaga.Sambil garuk-garuk kepala, akhirnya saya jadi sadar juga. Pantas setiap kali saya mampir di toko itu, kerupuk sedih selalu saja ada, walau jumlahnya tidak banyak. Anehnya, saya tidak memasalahkan kenapa misalnya kerupuk sedih selalu ada? Apakah memang betul sang big boss terus-menerus bersedih. Barangkali cerita itu sudah sedemikian nempel pada diri saya, sehingga hal-hal lain yang mestinya lebih pokok saya abaikan begitu saja.Fenomena nempel ini penting dan strategis. Kadang dalam berjualan, kita hanya punya satu kesempatan untuk "menempelkan" satu atribut ke dalam sanubari para pelanggan. Apa yang kita "tempelkan" menjadi isu kritis dan kunci keberhasilan sekaligus. Karena kalau saja apa yang nempel itu punya pesona dan karisma, maka ia akan menyebar dan menjadi cerita panas dari mulut ke mulut. Pertanyaannya, bagaimana strateginya untuk bisa berhasil "menempelkan tempelan yang pas"?Di Restoran Dapoer Babah Jakarta, dijual sejumlah kue kering dengan resep-resep "tempo doeloe". Kue kering ini kebetulan dibuat di Malang dengan gaya yang masih sangat tradisional. Pembuatnya kebetulan seorang ibu-ibu tua.Mungkin bagi Anda, kue kering ini tidak ada istimewanya. Karena produk sejenis ini masih dapat Anda jumpai di mana-mana. Untuk itulah saya merasa perlu ada "tempelan" yang super-istimewa.Kami menyediakan kue kering untuk dicoba gratis oleh pelanggan. Tetapi selalu kami tempelkan cerita bahwa sang pembuat sudah lanjut usia. Kami juga selalu tempelkan kalimat sakti bahwa ibu selalu membuatnya dengan penuh cinta kasih. Kue kering ini adalah bukti nyata kalau sesuatu dilakukan dengan penuh cinta kasih, maka hasilnya akan sangat luar biasa.Cerita seperti itu selalu saja membuat yang mendengar terharu. Mereka mengaku ingat kepada nenek atau ibu mereka. Hasilnya, mereka selalu tergerak untuk membeli. Kue keringnya laku keras berkat "tempelan" cerita di atas.Pemasar di mana pun selalu mencari tempelan terkini untuk memasarkan produk-produk mereka. Tempelan yang paling populer tentu saja yang paling menyentuh secara emosional. Di produk-produk makanan dan minuman, tempelan bahwa produk ini mampu membuat kita lebih sehat dan pintar selalu populer luar biasa.Chip Heath dan Dan Heath, dua periset dari Amerika, bertahun-tahun melakukan riset tentang "apa yang menempel" di kepala pelanggan. Lalu menjadikannya sebuah buku yang sangat kontroversial berjudul MADE TO STICK --Why some ideas take hold and others come unstuck.Menurut mereka berdua, biasanya yang nempel itu cerita bukan fakta. Cerita yang menyebar biasanya memiliki tiga elemen. Pertama, ceritanya sederhana. Ini penting. Kalau ceritanya jelimet dan kompleks, biasanya akan sulit menyebar. Kedua, cerita yang bagus pasti selalu dramatis, yang memiliki sisi emosional yang dalam.Semakin emosional cerita itu, biasanya akan semakin nempel di kepala pelanggan. Dan ketiga atau yang terakhir, cerita yang selalu nempel di kepala kita adalah yang memiliki elemen kejutan atau yang tidak biasa. Kombinasi ketiganya inilah yang membuat sebuah cerita nempel sedemikian rupa.Di atas ketiga fakta tersebut, agar produk Anda laris, maka "tempelan" yang Anda ciptakan bukan saja harus nempel, tetapi yang paling penting adalah bagaimana membuat yang mendengar tergugah untuk ikut menyebarkannya. Ini kunci sukses komunikasi getok tular.

No comments: