Wednesday, May 28, 2008

PEDAS IS HOT-HOT-HOT

Pedas sedang ngetrend. Mulai dari makanan emperan hingga resto mewah. Nama sambal yang serem-serem muncul dimana-mana. Sampai-sampai resto waralaba impor juga memasang menu baru yang pedas. Buat kuliner Indonesia ini artinya angin balik yang menguntungkan. Bisa mengangkat dan membuat kuliner atau masakan Indonesia juga ikut ngetrend. Jelas ini peluang unik yang tidak boleh dilewatkan.

Kenapa sih pedas bisa tiba-tiba populer ? Pertama, biang keroknya selalu adalah globalisasi. Makanan pedas yang tadinya dimusuhi banyak orang, kini terlihat eksotik. Makanan pedas, dari Amerika Latin, Asia dan Afrika kini menjadi fusi yang unik. Ketika saya terakhir berkunjung ke Chicago, saya diajak makan di sebuah resto fusion yang memadukan makanan India dengan Latin. Namanya Vermilion. Yang artinya warna merah. Pas dengan warna cabe yang merah dan panas. Vermilion dimiliki oleh 2 wanita India yang menarik, yaitu Rohini Dey seorang bekas konsultan manajemen, dengan gelar doktor. Orangnya cerdas dan sangat cekatan. Executive Chef dari resto ini uniknya juga seorang perempuan yaitu Maneet Chauhan. Keduanya lalu berpartner mendirikan resto yang kini sedang menjadi buah bibir di Chicago.

Resto sejenis Vermilion yang mengusung eksotisme makanan “panas dan pedas” bermunculan dimana-mana bagaikan jamur dimusim hujan. Kedai-kedai ramen sepanjang Tokio hingga Singapore, hampir semuanya memasang menu pedas sebagai andalan baru. Di Medan ada ayam goreng yang diatasnya dibalur cabe hijau. Sebuah resto di Semarang, memberi nama Sambel Iblis karena saking pedasnya. Jangan lupa juga di Jakarta ada nasi goreng gila, yang konon pedasnya juga tak terkira. Pokoknya pedas sedang “hot” banget.

Dalam bagian-bagian tertentu dari kultur kita, cabe konon dianggap zat perangsang atau aphrodisiac. Karena memakan cabe akan membuat kita berkeringat, melancarkan sirkulasi darah, dan mempercepat detak jantung. Mirip dengan efek yang ditimbulkan oleh Viagra. Wanita-wanita dari daerah yang makanan-nya pedas-pedas, sering dianggap lebih “hot” dan agresif di ranjang. Uniknya juga sejak jaman dahulu, cabe dan rasa pedas sudah digunakan sebagai bagian dari pengobatan. Yang paling mudah di-ingat barangkali adalah koyo cabe yang sudah populer sejak jaman eyang kita dahulu. Konon saat ini lebih dari 200 ilmuwan diseluruh dunia sedang berpacu dan berlumba menemukan zat-zat baru didalam cabe untuk kepentingan kesehatan. Padahal seringkali kita mendengar nasehat orang tua agar jangan makan sambel terlampau banyak. Karena berbahaya bagi lambung dan perut. Jadi mana yang benar nih ?

Menurut catatan sejarah, pengobatan menggunakan cabe, sudah dimulai sejak jaman Aztecs dahulu. Para ilmuwan dan peneliti menemukan bahwa zat pedas, yang disebut Capsaicin sebenarnya sangat bermanfaat. Team riset dari Universitas Tasmania, mempublikasikan hasil riset mereka pada bulan Juli 2006, di jurnal American Journal of Clinical Nutrition bahwa cabe memberikan dampak positif bagi orang yang kegemukan dan menderita diabetes. Cabe konon bisa mengontrol dan menstabilkan insulin. Akibatnya gula darah menjadi lebih stabil. Berlawanan dengan kepercayaan umum bahwa cabe berbahaya bagi perut dan lambung, penelitian terbaru menyebutkan bahwa orang-orang didaerah tertentu di Asia yang makanannya banyak mengandung cabe, ternyata secara klinis, jumlah penderita kanker usus dan perut juga jauh berkurang.

Cabe sedang diteliti secara intensif diberbagai belahan dunia, karena dianggap memiliki sejumlah zat untuk melawan kanker lain, seperti misalnya kanker prostat. Jadi cabe memang sedang menjadi buah bibir dimana-mana. Capsaicin – zat aktif didalam cabe - dikenal memiliki Neuropeptide, yang berhubungan dengan rasa sakit dan mampu mengurangi “inflamation”. Artinya sejak jaman nenek moyang kita, cabe konon dikenal sebagai rempah-rempah yang bisa mengurangi rasa sakit. Dan bisa membuat orang lebih relax. Capsaicin mampu menahan zat kimia yang disebut Subtance P yang berperan dalam transmisi dan persepsi rasa sakit. Sehingga cabe dimasa mendatang bisa jadi obat alam untuk memerangi rasa sakit kepala dan migran.

Konon menurut para ahli nutrisi, yang berbahaya justru adalah zat tambahan yang digunakan ketika membuat sambal, seperti cuka yang berlebihan dan kemungkinan bahan-bahan pengawet tambahan. Jadi kalau mau aman, makanlah cabe dalam bentuk segar, dan bukan dalam bentuk olahan sambal.

Trend pedas, mesti kita siasati sebagai sebuah fenomena dan trend pemasaran untuk mengangkat kuliner Indonesia, seperti masakan Padang, dan masakan Menado, kejajaran Internasional. Cita-cita saya, masakan Indonesia bisa menjadi pagelaran cita rasa eksotisme yang unik. Sejak bangsa Eropah menemukan kepulauan Nusantara, maka karavan perdagangan Asia memiliki rute dan julukan baru. Yaitu Indonesia sebagai “the spice road” atau jalan rempah. Konon jalan rempah tidak kalah dengan jalan sutra yang melintasi eropa, cina dan asia. Jalan rempah adalah secara historis telah memperlihatkan kejayaan warisan kuliner Indonesia. Rempah-rempah seperti lada, cengkeh, pala, kayumanis, menjadi harta karun yang diperebutkan sejak dulu kala. Jalan rempah pula yang bakal menjadi DNA pemasaran kuliner Indonesia. Yang membuktikan kalau kuliner Indonesia sangat beragam dengan kompleksitas yang berlapis. Sebuah eksotisme yang tak tertandingi.

2 comments:

bejo said...

Apakah fenomena pedas tersebut juga mengilhami anda untuk membuat mie instan yang pedas seperti mercon (duar pedasnya) , saya salut ternyata membaca blog ini saya tidak merasa membuang waktu saya thanks.

KAFI KURNIA said...

hua....ha....ha.....
syukurlah
kalau blog ini,
memberikan secercah inspirasi
bagi anda,