Monday, January 07, 2008

WU XING - APLIKASI MARKETING ALA FENGSHUI

Ahli strategi, Chin Ning Chu, yang menulis buku-buku beken seperti “Thick Face Black Heart” dan “The Asian Mind Game” pernah mengutip sebaris kalimat dari pribahasa kuno Cina yang berbunyi bahwa : “Pasar adalah sebuah Medan Pertempuran”. Pribahasa ini menyiratkan bahwa seorang praktisi pemasaran hendaknya menguasai betul strategi dan taktik perang. Terbukti apabila istilah-istilah pemasaran banyak yang menggunakan istilah “perang harga”, “perang promosi” dstnya.

Terpengaruh oleh kenyataan ini, sejak kuliah, saya senang membaca buku-buku strategi perang, mulai dari Sun Tzu, Miyamoto Musahshi, Napoleon, Genghis Khan, hingga Bruce Lee. Secara filosofis ada 2 kesimpulan yang akhirnya menjadi pencerahan buat saya. Pertama, medan pertempuran selalu berubah. Dipengaruhi oleh begitu banyak dinamika dan pengaruh. Menang adalah prestasi sesaat. Itu sebabnya kita tidak boleh lengah. Sekali kita berkedip, kompetitor kita sudah melenggang kedepan. Kompetisi adalah pertempuran yang abadi. Itu sebabnya belajar menjadi tantangan yang sama abadinya.

Kedua, perubahan seringkali dianggap terbuka dan cuma menuju satu arah. Di barat perubahan yang tajam dan mengarah kepada satu poros arah tertentu seringkali dibaca sebagai trend, mode, dan gaya baru. Di timur, perubahan disiasati sebagai sebuah perubahan yang tertutup atau siklus. Gagal menyelesaikan siklus dengan sempurna, maka semuanya akan berantakan. Mpu Peniti mencontohkan, musim hujan yang terlalu pendek akan menyebabkan musim kemarau yang panjang. Dan akibatnya mungkin akan terjadi gagal panen. Begitu pula sebaliknya.

Konsep ini bagi saya pada awalnya sangat sulit dimengerti. Barulah ketika saya mempelajari “Wu Xing” atau The Five Cardinal Point, konsep perubahan tertutup atau siklus menjadi pencerahan yang terang benderang. “Wu Xing” atau lima elemen ini, dalam budaya Cina menjadi basis berpikir dalam banyak hal, mulai dari Feng-Shui, strategi militer, astrologi, pengobatan, ilmu bela diri hingga musik.

Sederhana-nya “Wu Xing” menjelaskan 5 elemen yaitu metal, kayu, air, api, dan bumi. Kelimanya saling berinteraksi dalam satu kesatuan siklus. Dimana lima elemen ini saling mendukung dan juga saling mengalahkan. Tanpa satu-pun yang menunjukan keunggulan mutlak. Contoh, api menyala membutuhkan kayu api. Hasil pembakaran api menyisakan abu yang kembali menjadi bumi. Lalu metal ditambang dari dalam bumi. Dan metal dibentuk menjadi wadah untuk menampung air. Akhirnya air inilah yang akan menyuburkan pohon menjadi kayu.

Sebaliknya, kayu membelah bumi, menjadi belantara yang menguasai bumi. Selanjutnya bumi memangsa air dan menelannya habis. Air memadamkan api. Hanya api yang sanggup melelehkan metal. Akhirnya metal pula yang mampu mematahkan kayu. Siklus ini berkesinambungan terus menerus menjadi sebuah perubahan yang sifatnya tertutup. Rahasia dari perubahan bergaya tertutup adalah keseimbangan satu dengan lainnya. Menurut Mpu Peniti, dalam hidup ini, tidak selalu melulu kita harus berubah secara radikal untuk menemukan terobosan baru atau inovasi. Melainkan belajar merubah keseimbangan untuk menemukan sebuah situasi yang harmonis.

Perlahan-lahan akhirnya saya mulai menerapkan “Wu-Xing” dalam manajemen dan juga pemasaran. Mencari keseimbangan sebagai titik fokus perubahan. Seringkali dalam sebuah kompetisi pasar, kita dikejar dan dikuntit oleh satu kompetitor yang penasaran dengan kita. Maka anda punya 2 opsi. Melawan langsung. Atau sebaliknya, tidak melawan tapi menciptakan keseimbangan baru. Kata Mpu Peniti, ibaratnya dalam satu ring tinju ada anda dan kompetitor anda. Anda bisa bertempur habis-habisan melawan kompetitor anda. Opsi lain, anda bisa masukan ke dalam ring kompetior lain agar kompetitor anda berbalik arah – bertempur dengan kompetitor baru yang masuk ring, dan anda tinggal menjadi penonton. Enak bukan ? Anda terhindar dari resiko babak belur !

Pasar babak belur karena kompetisi edan. Harga hancur ! Hampir tidak ada keuntungan sama sekali ! Apa yang harus kita lakukan ? Melawan adu murah ? Atau menciptakan keseimbangan baru ? Adu mahal ? Atau di bikin gratis sekalian ? Lihat saja fenomena di media dengan majalah gratis yang kini sangat marak. Juga di industri arloji dengan munculnya produk-produk super mahal. Demikian juga dalam industri air mineral. Dimana setiap produsen berusaha menciptakan air plus yang mahal. Kasus yang menarik misalnya kompetisi pariwisata antara Bali dan Yogyakarta. Konon seorang praktisi pariwisata berkomentar bahwa di Bali telah tersedia hotel murah hingga hotel super mewah. Tetapi di Yogyakarta belum banyak tersedia hotel mewah dan supermewah. Jadi akan sangat sulit membuat turis-turis jet-set dan selebriti ke Yogyakarta. Menurut beliau Yogyakarta memerlukan keseimbangan baru.

2 comments:

Eva Vesty said...

Memang perlu ada keseimbangan dalam menjalankan suatu bisnis, perlu ada kompetitor, dan kompetitor adalah ukuran sejauh mana kita berkembang, saya sudah merasakan sendiri dampak adanya kompetitor dalam satu ring tinju, awalnya sebal juga, lama-lama kok jadi tertantang untuk memberikan mengimbangi dengan sedikit strategi...beberapa artikel sampean beberapa kalau direnungi patut untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil langkah -langkah pengembangan manajemen dalam bisnis saya sekarang dan bisnis kuliner yang ingin saya mulai ....jangan berhenti menulis artikel ...yang pantas untuk direnungkan dan dicoba terapkan...kapan ada seminar di Surabaya? ingin juga ikut seminar bisnis,...saya belum pernah dan ingin banyak belajar.....

riri.novita2008 said...

Siapa dong yang ingin babak belur di tengah kompetisi? Pastinya nggak ada. Ok, Saya setuju untuk menciptakan perubahan baru di kompetitor atau media lain, kalau perusahaan yang dinaungi tidak memberikan ruang yang cukup memadai.

Toh, kompetisi akan terus berjalan di sekeliling kita, personal maupun corporate. Hehehe...Sukses yaaa...