Wednesday, January 30, 2008

CERITA LAMA TENTANG PAK HARTO

Ketika pak Harto wafat, dan pertama kalinya Mpu Peniti menontonnya lewat televisi, dengan suara yang menyembunyikan kesedihan luar biasa, beliau berkata lirih :”Tidak akan ada lagi pemimpin Indonesia yang bisa menyamai pak Harto”. Awalnya saya tidak mengerti pas benar ucapan Mpu Peniti. Lalu beliau menjelaskan bahwa diperlukan 32 tahun untuk seorang pemimpin sekaliber pak Harto untuk menciptakan prestasi seperti ini. Dan juga sebaliknya 32 tahun lamanya untuk membuat kesalahan sebanyak ini. Jadi jangan heran kalau pak Harto punya sejumlah kawan dan lawan.

Setelah saya renungkan pelan-pelan, akhirnya saya sadar juga makna ucapan Mpu Peniti. Pertama kesalahan pemimpin dunia dimana-mana, adalah memimpin terlalu lama. Layaknya seorang atlit, mestinya mereka mundur ketika prestasinya dititik tertinggi. Karena setelah itu prestasi berikutnya adalah menurun, dan bukan naik lagi. Tetapi atlit mana yang pernah sadar untuk melakukan hal itu ? Dengan aturan dan undang-undang yang baru, tidak akan ada lagi pemimpin Indonesia yang punya kesempatan menjadi presiden di Indonesia sampai 30 tahun. Artinya kalau ingin menyamai prestasi pak Harto minimal kita butuh pemimpin yang 4-5 kali lebih hebat dari pak Harto. Itu hitungan matematisnya. Sebuah tantangan yang pasti super sulit sekali. Dan juga kita butuh kabinet yang kinerjanya 4-5 kali lebih produktif dari kabinet dimasa-masa kepemimpinan pak Harto. Artinya siapapun yang ingin menjadi pemimpin Indonesia dimasa depan harus memiliki ”Super Team” dengan ”Super Power”. Untuk menciptakan kemungkinan itu dimasa depan, diperlukan revolusi manajemen didalam struktur kabinet mendatang.

Dalam tahun-tahun mendatang para sejarahwan dan analis akan terus berdebat tentang prestasi dan juga kesalahan-kesalahan pak Harto. Dan perdebatan itu tidak akan berakhir sebentar saja. Barangkali adalah klise, kalau yang paling penting adalah justru belajar dari pengalaman 32 tahun itu. Tetapi sayangnya agar pintar, kita cuma punya satu solusi, yaitu belajar. Tidak ada jalan lain. Sayangnya pintar tidak bisa dicangkok. Pintar juga tidak bisa dibeli lewat vitamin. Sudah saya cari kemana-mana, dan tak saya temukan pil atau vitamin pintar.

Salah satu gosip yang sering beredar dan yang selalu saya dengar dari banyak orang, konon pak Harto punya kebiasaan belajar yang unik. Yaitu lewat kebiasaan punya ’private session’ dengan Mafia Berkeley. Dimana pak Harto setiap hari mendengar kuliah pribadi dari para ekonom-ekonom yang beken disebut Mafia Berkeley. Tak heran katanya, setelah itu pak Harto punya kemahiran dan kefasihan dengan angka-angka yang cukup mengagumkan. Simak saja dimasa-masa pak Harto sering mengadakan audiensi dengan para petani dan nelayan di Tapos dan acara-cara dengan Kelompencapir jaman itu. Walaupun sering diejek dengan sinis bahwa itu cuma acara propaganda. Efeknya luar biasa. Minimal hingga hari ini belum ada presiden Indonesia yang memperlihatkan kemahiran dan kefasihan yang sama soal angka.

Dari segi marketing, pak Harto barangkali juga pemimpin paling mahir melakukan propaganda dan promosi. Minimal sejumlah program sosial seperti Keluarga Berencana, Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) dan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) menjadi media efektif selama pemerintahan beliau. Tetapi beberapa hal yang mengagumkan diceritakan oleh seorang bekas diplomat kepada saya. Bahwa pak Harto berpikir cukup taktis. Buktinya biar apapun kritiknya, pak Harto minimal berpikir dalam kerangka manajemen dengan selalu menciptakan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). ”He seems always have a plan”, begitu tutur sang ex diplomat.

Dongeng unik yang saya dengar, adalah kebijakan pak Harto untuk mewajibkan petani menggunakan pupuk urea. Walaupun kebijakan ini diselewengkan dan dianggap tidak arif. Konon dibelakang kebijakan ini tersembunyi satu maksud. Dengan menghitung jumlah urea yang dikeluarkan satu musim tanam. Lalu dibagi dengan rasio pemakaian. Maka bisa dihitung jumlah dan luas sawah musim itu. Dikurangi kerugian hama dan bencana alam, minimal bisa diraba berapa banyak produksi gabah pada saat panen. Kalau kurang, jauh-jauh hari pemerintah menyiapkan import. Sehingga tidak pernah kekurangan dan menjadi keributan seperti sekarang ini. Apakah dongeng ini benar atau tidak, yang unik adalah pola pikirnya untuk menciptakan sebuah sistim informasi yang sederhana. Hal-hal ini yang barangkali bakal ramai menjadi ajang perdebatan pro dan kontra dimasa mendatang. Asal maksudnya untuk belajar, maka apapun perdebatannya akan menjadi usaha yang positif dan arif. Selamat jalan pak Harto !

1 comment:

Anonymous said...

Wah bung Kafi ini, tetap saja menakjubkan walau tdk sdg membahas strategi bisnis.
Walau saya sudah sering baca tulisan anda d intrik dan d blog. Sy msh sj merasa kurang kl blm punya bukunya. Alhasil, sdh 4bln lebih bukunya blm slesai tak baca hehe..