Saat saya bersiap-siap menulis artikel kelima dan terakhir, dari serial artikel refleksi akhir tahun 2007, Mpu Peniti bertanya, apa yang akan menjadi topik terakhir saya. Lalu saya jawab dengan sejumlah thema dan topik yang sudah saya siapkan. Mendengar itu, beliau cuma senyum tipis. Senyum yang selalu misterius dan mengandung makna berlapis-lapis. Iseng dan penasaran saya bertanya tentang apa usulan topik paling tepat menurut beliau ? Beliau malah melengos, duduk santai lalu mengisi teka-teki silang. Seolah meledek saya.
Tiba-tiba tersentak, saya jadi ingat ajaran beliau hampir sepuluh tahun yang lalu. Yaitu ajaran dari Tao Te Ching yang berjudul “No Action”. Pernah sekali saya bertanya mengapa Mpu Peniti seneng banget mengisi teka-teki silang. Beliau bercerita bahwa didalam hidup ini, tidak melulu kita harus maju terus. Berjuang dan ‘fight’. Ada masanya kita mungkin harus berhenti, diam dan ‘stop’. Beliau seringkali mengisi saat-saat diam dan ‘stop’ itu dengan meditasi unik. Yaitu mengisi teka-teki silang. Persis seperti kata guru matematika saya, dalam hidup ini ada juga jawaban yang tidak perlu kita cari dalam rumus dan formula. Tapi justru dengan mengisi kotak-kotak yang kosong, dan menyambung satu dengan lainnya. Maka jawaban akan muncul dalam rangkaian demi rangkaian.
Berlainan dengan konsep barat yang seringkali hanya berporos pada satu kutub, yang positif. Kutub negatif seringkali dilupakan. Di timur, harmonisasi kehidupan seringkali justru lebih banyak bergantung pada keseimbangan keduanya. Misalnya saja, kosong dianggap tak bernilai bagi banyak orang. Tetapi justru hanya gelas kosong yang bermanfaat, karena bisa di-isi. Demikian juga dalam sebuah konflik, kalau kedua belah pihak selalu agresif dan berseteru, maka konflik tidak akan selesai. Justru, bilamana situasi sedang memanas, satu pihak mengambil sikap diam dan ’no action’. Konflik akan mereda sangat cepat.
Ilmu bela diri Cina yang terkenal ”Wu-Shu”, yang dianggap sebagai cikal bakal Kung Fu, juga memiliki arti ’no action’ yang unik. ”Wu” adalah pictogram yang berarti menghentikan pertempuran dan peperangan. Sedangkan ”Shu” merupakan pictogram yang memiliki arti, disiplin, ketangkasan dan metode. Jadi ”Wu-Shu” adalah disiplin yang justru dipelajari untuk mengehentikan perang atau pertempuran. Didalam Sun-Tzu, seni berperang juga tertera ungkapan bahwa kemenangan yang paling luar biasa adalah kemenangan yang didapat bukan lewat sebuah pertempuran.
Didalam manajemen dan pemasaran, ’no action’ adalah rumusan yang juga seringkali dilupakan orang. Misalnya pasar seringkali diam dan stabil, tiba-tiba berguncang karena diprovokasi satu produsen yang menaik-kan harga. Lalu semuanya ikut dan menaik-kan harga beramai-ramai. Maka pasar lalu goyang. Tetapi apabila satu provokasi, di-ikuti dengan ’no action’ bersama-sama, maka provokasi itu akan lebur dengan sendirinya. Didalam budaya kita sendiri, sebenarnya ada istilah ’campur tangan’. Yaitu kebiasaan kita atau pemimpin kita yang selalu ingin ikut terlibat. Yang biasanya menimbulkan kekalutan dan kericuhan karena terlalu banyak pihak yang terlibat. Dan kalau sudah kacau balau maka semuanya akan ramai-ramai ’cuci tangan’.
Sehabis Mpu Peniti mengisi teka-teki silang, saya ngobrol tentang ’no action’ lebih lanjut. Alam memberikan banyak contoh, seperti bambu, ilalang, dan air, yang kelihatan lemah dan selalu kalah dengan sesuatu yang lebih kokoh dan keras. Kenyataannya justru sebaliknya, bambu dan ilalang justru seringkali survive dari angin topan, justru karena flexibilitasnya, dan kemampuan-nya tidak melawan. Air tidak akan pernah patah dan bentuk aslinya. Air justru patah dan pecah berkeping-keping kalau dibeku-kan menjadi es. Benda-benda alam ini, justru memiliki kekuatan yang luar biasa dari karakter mereka yang lemah gemulai.
Diakhir refleksi tahun 2007 ini, dan menjelang saat-saat Natal yang kudus, barangkali ada baiknya kita mengingat sikap ’no action’ yang diperlihatkan Kristus untuk pasrah dan rela mati di salibkan. Derita Kristus sendiri menjadi misteri dan sekaligus inspirasi berjuta-juta pemeluk agama Nasrani tentang cinta kasih kepada sesama. Dengan cara kita masing-masing, tahun 2008 baiknya kita awali dengan berbagai perwujudan ’no action’. Kekosongan akan mengajarkan kita merendah dan mau belajar dari siapa saja. Diam membuat kita mengalah dan bersikap lebih toleran kepada rekan dan musuh-musuh kita. ’No Action’ menciptakan sebuah harmonisasi, kemampuan beradaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan. Tanpa ’campur tangan’ kita tidak harus ’cuci tangan’, begitu pesan Mpu Peniti.
Tiba-tiba tersentak, saya jadi ingat ajaran beliau hampir sepuluh tahun yang lalu. Yaitu ajaran dari Tao Te Ching yang berjudul “No Action”. Pernah sekali saya bertanya mengapa Mpu Peniti seneng banget mengisi teka-teki silang. Beliau bercerita bahwa didalam hidup ini, tidak melulu kita harus maju terus. Berjuang dan ‘fight’. Ada masanya kita mungkin harus berhenti, diam dan ‘stop’. Beliau seringkali mengisi saat-saat diam dan ‘stop’ itu dengan meditasi unik. Yaitu mengisi teka-teki silang. Persis seperti kata guru matematika saya, dalam hidup ini ada juga jawaban yang tidak perlu kita cari dalam rumus dan formula. Tapi justru dengan mengisi kotak-kotak yang kosong, dan menyambung satu dengan lainnya. Maka jawaban akan muncul dalam rangkaian demi rangkaian.
Berlainan dengan konsep barat yang seringkali hanya berporos pada satu kutub, yang positif. Kutub negatif seringkali dilupakan. Di timur, harmonisasi kehidupan seringkali justru lebih banyak bergantung pada keseimbangan keduanya. Misalnya saja, kosong dianggap tak bernilai bagi banyak orang. Tetapi justru hanya gelas kosong yang bermanfaat, karena bisa di-isi. Demikian juga dalam sebuah konflik, kalau kedua belah pihak selalu agresif dan berseteru, maka konflik tidak akan selesai. Justru, bilamana situasi sedang memanas, satu pihak mengambil sikap diam dan ’no action’. Konflik akan mereda sangat cepat.
Ilmu bela diri Cina yang terkenal ”Wu-Shu”, yang dianggap sebagai cikal bakal Kung Fu, juga memiliki arti ’no action’ yang unik. ”Wu” adalah pictogram yang berarti menghentikan pertempuran dan peperangan. Sedangkan ”Shu” merupakan pictogram yang memiliki arti, disiplin, ketangkasan dan metode. Jadi ”Wu-Shu” adalah disiplin yang justru dipelajari untuk mengehentikan perang atau pertempuran. Didalam Sun-Tzu, seni berperang juga tertera ungkapan bahwa kemenangan yang paling luar biasa adalah kemenangan yang didapat bukan lewat sebuah pertempuran.
Didalam manajemen dan pemasaran, ’no action’ adalah rumusan yang juga seringkali dilupakan orang. Misalnya pasar seringkali diam dan stabil, tiba-tiba berguncang karena diprovokasi satu produsen yang menaik-kan harga. Lalu semuanya ikut dan menaik-kan harga beramai-ramai. Maka pasar lalu goyang. Tetapi apabila satu provokasi, di-ikuti dengan ’no action’ bersama-sama, maka provokasi itu akan lebur dengan sendirinya. Didalam budaya kita sendiri, sebenarnya ada istilah ’campur tangan’. Yaitu kebiasaan kita atau pemimpin kita yang selalu ingin ikut terlibat. Yang biasanya menimbulkan kekalutan dan kericuhan karena terlalu banyak pihak yang terlibat. Dan kalau sudah kacau balau maka semuanya akan ramai-ramai ’cuci tangan’.
Sehabis Mpu Peniti mengisi teka-teki silang, saya ngobrol tentang ’no action’ lebih lanjut. Alam memberikan banyak contoh, seperti bambu, ilalang, dan air, yang kelihatan lemah dan selalu kalah dengan sesuatu yang lebih kokoh dan keras. Kenyataannya justru sebaliknya, bambu dan ilalang justru seringkali survive dari angin topan, justru karena flexibilitasnya, dan kemampuan-nya tidak melawan. Air tidak akan pernah patah dan bentuk aslinya. Air justru patah dan pecah berkeping-keping kalau dibeku-kan menjadi es. Benda-benda alam ini, justru memiliki kekuatan yang luar biasa dari karakter mereka yang lemah gemulai.
Diakhir refleksi tahun 2007 ini, dan menjelang saat-saat Natal yang kudus, barangkali ada baiknya kita mengingat sikap ’no action’ yang diperlihatkan Kristus untuk pasrah dan rela mati di salibkan. Derita Kristus sendiri menjadi misteri dan sekaligus inspirasi berjuta-juta pemeluk agama Nasrani tentang cinta kasih kepada sesama. Dengan cara kita masing-masing, tahun 2008 baiknya kita awali dengan berbagai perwujudan ’no action’. Kekosongan akan mengajarkan kita merendah dan mau belajar dari siapa saja. Diam membuat kita mengalah dan bersikap lebih toleran kepada rekan dan musuh-musuh kita. ’No Action’ menciptakan sebuah harmonisasi, kemampuan beradaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan. Tanpa ’campur tangan’ kita tidak harus ’cuci tangan’, begitu pesan Mpu Peniti.
No comments:
Post a Comment