Ingat waktu kita sekolah dulu ? Ada istilah “sama dan sebangun” ? Bentuk dan letaknya nya tidak harus persis sama ! Tapi kalau mereka memberikan indikasi dan pertanda yang sama, dua segitiga bisa saja dikatakan ”sama dan sebangun”. Sayangnya, terkadang usia yang menggerus ingatan kita, akhirnya ”sama dan sebangun” sering terlupakan. Padahal ini adalah kemampuan membuat analisa dan menyimpulkan analogi. Kalau istilah Mpu Peniti, mahir membaca tanda-tanda. Kalau sebuah gejala atau peristiwa memiliki tanda-tanda yang sama, bisa saja akibat yang ditimbulkan juga mirip. Mahir membaca analisa ”sama dan sebangun” membutuhkan imajinasi dan kemampuan analisa yang tajam. Hanya saja orang terkadang kalau tidak sama persis, mirip-pun tidak digubris.
Nah, penyakit ini seringkali saya temukan ketika mengajar dan memberikan kuliah. Kalau saya memberikan contoh studi kasus misalnya dalam bidang jasa, maka biasanya ada saja peserta yang bertanya :”Mas, ada contoh ’consumer product’ ngak ?” Pokoknya harus contohnya ’plek’ sama persis. Juga sebaliknya, kalau saya memberikan studi kasus dalam bidang ’consumer product’ pasti saja ada yang ngotot minta dicontohkan kasus bidang jasa. Dan seterusnya. Situasi ini kadang membuat saya frustasi, karena terasa ada kemalasan untuk menganalisa dan mencari tanda-tanda ’ sama dan sebangun ’. Padahal dalam hal ilmu secara filosofis, dalil-dalil pokoknya akan selalu sama dan berlaku untuk siapa saja, dan apa saja. Tak terkecuali.
Beberapa hari yang lalu, di Bali ketika saya sedang makan malam, saya bertemu dan berkenalan dengan seorang pengusaha beras. Kami ngobrol, dan rupanya beliau senang juga membaca artikel dan buku saya. Pernah juga ia mengikuti beberapa kuliah saya. Cerita beliau, ia sudah mempraktekan kurang lebih 70% dari materi yang saya paparkan. Hasilnya sangat mujarab. Dalam hati, saya bersyukur. Karena ada juga seseorang yang mau berimajinasi dan menciptakan strategi ’sama dan sebangun’ yang berhasil dia terapkan dalam bisnisnya sendiri. Luar biasa !
Lain lagi ceritanya, ketika saya memberikan kuliah penutup disebuah acara yang dihadiri oleh sejumlah bankers. Seperti biasa, diakhir acara, ada yang ’ngacung’ bertanya. Isinya, ia mengatakan bahwa ia minta saya mencontohkan aplikasi materi saya di perbankan. Kebetulan yang ditanyakan oleh-nya adalah masalah pelayanan. Ia tampak bingung bukan main, sepertinya ingin mencari ide-ide baru untuk pelayanan. Kadang ketika kita sudah melakukan hampir semua trik pelayanan yang dilakukan kompetitor, kita seringkali kehilangan ide. Bak sumur yang kering dimusim kemarau. Mestinya tidak demikian, imajinasi itu tidak ada batasnya.
Saya punya satu studi kasus yang unik. Tentang pelayanan di hotel. Kalau anda ’check-in’ di hotel, kegiataan yang menyebalkan adalah antri didepan counter reception untuk ’check-in’. Kadang kala biarpun ini kegiataan sepele, bisa makan waktu yang sangat lama. Di hotel Four Seasons di Singapura, mereka membuat terobosan unik, yaitu ’pra-check in’. Ini kan jaman pra bayar ! Jadi kalau anda sudah pernah menginap di Four Seasons Singapura, dan data anda sudah terekam, ketika anda kembali menginap, biasanya oleh mereka anda sudah di buat ’pra-check in’. Cepat dan praktis. Tetapi mereka membuat saya lebih kagum lagi. Yaitu kalau anda sudah menjadi ’regular’ dan sering menginap disana, mereka mampu membuat terobosan satu tingkat lebih maju. Biasanya bukan saja anda tidak usah ’check in’, tapi kunci kamar anda sudah disediakan didepan concierge. Jadi ketika anda tiba, dan turun dari taxi, sang porter menurunkan koper anda dan langsung memberikan kunci anda. Sehingga anda bisa langsung menuju kamar. Jelas sudah, selama anda mampu berimajinasi, tidak akan pernah ada batasnya.
Tapi di hotel Sheraton Grande Sukhumvit, Bangkok, mereka lebih imajinatif lagi. Saat anda tiba di-airport dan dijemput mobil limo dari hotel, maka anda bisa check in didalam mobil. Praktis dan sederhana. Tiba di hotel, anda dijemput staf hotel yang cantik dan ramah, dan langsung mengantar anda kekamar. Pelayanan ini, boleh terlihat sepele, tetapi imajinatif dan membuat anda seperti diperlakukan sangat VVIP.
Saya ingat sebuah pribahasa Jepang, bunyinya kira-kira demikian : ”Selama kita masih mau berpikir. Tidak ada yang tidak mungkin ditembus oleh imajinasi” Kadang kita berpikir ”aduh ! .... harus bikin apa lagi nih ?” Rasanya imajinasi telah terkuras habis. Tutur Mpu Peniti, asalkan kita mau melamun, imajinasi akan datang. Jadi rajin-rajinlah melamun. Dan jangan berkeras hati, bahwa jasa beda dengan consumer product. Atau sebaliknya. Filosofisnya akan tetap sama. Anda cuma perlu mencari sumbernya. Sisanya gunakan pengalaman kita disekolah dulu. Menggunakan teori ’sama dan sebangun’. Pasti akan ketemu terobosan baru yang anda cari.
Nah, penyakit ini seringkali saya temukan ketika mengajar dan memberikan kuliah. Kalau saya memberikan contoh studi kasus misalnya dalam bidang jasa, maka biasanya ada saja peserta yang bertanya :”Mas, ada contoh ’consumer product’ ngak ?” Pokoknya harus contohnya ’plek’ sama persis. Juga sebaliknya, kalau saya memberikan studi kasus dalam bidang ’consumer product’ pasti saja ada yang ngotot minta dicontohkan kasus bidang jasa. Dan seterusnya. Situasi ini kadang membuat saya frustasi, karena terasa ada kemalasan untuk menganalisa dan mencari tanda-tanda ’ sama dan sebangun ’. Padahal dalam hal ilmu secara filosofis, dalil-dalil pokoknya akan selalu sama dan berlaku untuk siapa saja, dan apa saja. Tak terkecuali.
Beberapa hari yang lalu, di Bali ketika saya sedang makan malam, saya bertemu dan berkenalan dengan seorang pengusaha beras. Kami ngobrol, dan rupanya beliau senang juga membaca artikel dan buku saya. Pernah juga ia mengikuti beberapa kuliah saya. Cerita beliau, ia sudah mempraktekan kurang lebih 70% dari materi yang saya paparkan. Hasilnya sangat mujarab. Dalam hati, saya bersyukur. Karena ada juga seseorang yang mau berimajinasi dan menciptakan strategi ’sama dan sebangun’ yang berhasil dia terapkan dalam bisnisnya sendiri. Luar biasa !
Lain lagi ceritanya, ketika saya memberikan kuliah penutup disebuah acara yang dihadiri oleh sejumlah bankers. Seperti biasa, diakhir acara, ada yang ’ngacung’ bertanya. Isinya, ia mengatakan bahwa ia minta saya mencontohkan aplikasi materi saya di perbankan. Kebetulan yang ditanyakan oleh-nya adalah masalah pelayanan. Ia tampak bingung bukan main, sepertinya ingin mencari ide-ide baru untuk pelayanan. Kadang ketika kita sudah melakukan hampir semua trik pelayanan yang dilakukan kompetitor, kita seringkali kehilangan ide. Bak sumur yang kering dimusim kemarau. Mestinya tidak demikian, imajinasi itu tidak ada batasnya.
Saya punya satu studi kasus yang unik. Tentang pelayanan di hotel. Kalau anda ’check-in’ di hotel, kegiataan yang menyebalkan adalah antri didepan counter reception untuk ’check-in’. Kadang kala biarpun ini kegiataan sepele, bisa makan waktu yang sangat lama. Di hotel Four Seasons di Singapura, mereka membuat terobosan unik, yaitu ’pra-check in’. Ini kan jaman pra bayar ! Jadi kalau anda sudah pernah menginap di Four Seasons Singapura, dan data anda sudah terekam, ketika anda kembali menginap, biasanya oleh mereka anda sudah di buat ’pra-check in’. Cepat dan praktis. Tetapi mereka membuat saya lebih kagum lagi. Yaitu kalau anda sudah menjadi ’regular’ dan sering menginap disana, mereka mampu membuat terobosan satu tingkat lebih maju. Biasanya bukan saja anda tidak usah ’check in’, tapi kunci kamar anda sudah disediakan didepan concierge. Jadi ketika anda tiba, dan turun dari taxi, sang porter menurunkan koper anda dan langsung memberikan kunci anda. Sehingga anda bisa langsung menuju kamar. Jelas sudah, selama anda mampu berimajinasi, tidak akan pernah ada batasnya.
Tapi di hotel Sheraton Grande Sukhumvit, Bangkok, mereka lebih imajinatif lagi. Saat anda tiba di-airport dan dijemput mobil limo dari hotel, maka anda bisa check in didalam mobil. Praktis dan sederhana. Tiba di hotel, anda dijemput staf hotel yang cantik dan ramah, dan langsung mengantar anda kekamar. Pelayanan ini, boleh terlihat sepele, tetapi imajinatif dan membuat anda seperti diperlakukan sangat VVIP.
Saya ingat sebuah pribahasa Jepang, bunyinya kira-kira demikian : ”Selama kita masih mau berpikir. Tidak ada yang tidak mungkin ditembus oleh imajinasi” Kadang kita berpikir ”aduh ! .... harus bikin apa lagi nih ?” Rasanya imajinasi telah terkuras habis. Tutur Mpu Peniti, asalkan kita mau melamun, imajinasi akan datang. Jadi rajin-rajinlah melamun. Dan jangan berkeras hati, bahwa jasa beda dengan consumer product. Atau sebaliknya. Filosofisnya akan tetap sama. Anda cuma perlu mencari sumbernya. Sisanya gunakan pengalaman kita disekolah dulu. Menggunakan teori ’sama dan sebangun’. Pasti akan ketemu terobosan baru yang anda cari.
No comments:
Post a Comment