Satu hari Senin di Bangkok, saya dibuat heran dan takjub. Kemanapun saya pergi, saya melihat begitu banyak orang memakai baju kuning bersliweran. Di Mall, di jalan, di stasiun kereta, pokoknya dimana-mana. Saya pikir tadinya, barangkali, ini merupakan salah satu tradisi keagamaan. Tetapi teman saya Phornthip tertawa mendengar dugaan saya itu. Menurutnya, fenomena orang memakai baju kuning di hari Senin di Bangkok, adalah asuransi bahwa setiap kudeta yang terjadi di Thailand, pasti akan menjadi jaminan solusi akhir politik. Kenyataan sesungguhnya, kudeta tidak akan mengubah kehidupan orang banyak secara negatif. Tentu saja saya jadi terheran-heran.
Alkisah, pada tanggal 9 Juni 2006, adalah ulang tahun Raja Bhumibol Adulyadej (Rama IX) bertahta selama 60 tahun. Sang Raja, kebetulan lahir hari Senin, dan warna hari Senin secara tradisi adalah warna kuning. Pada tanggal 9 Juni 2006, kota Bangkok penuh dengan warna kuning. Rakyat beramai-ramai memakai baju kuning untuk menunjukan support dan rasa cinta mereka terhadap raja. Uniknya setelah perayaan itu berakhir, rakyat Thailand tetap saja masih memakai baju kuning setiap hari Senin. Sebuah tanda cinta dan loyalitas terhadap raja yang luar biasa. Melihat dari jumlah orang yang memakai baju kuning di jalan pada hari Senin itu, harus saya akui, menimbulkan kekaguman tersendiri. Malah menurut teman saya Phornthip, secara psikologis kalau ia tidak memakai baju kuning setiap Senin, rasanya risih sekali. Setiap kali orang memandang dirinya, seolah mempertanyakan, mana baju kuning yang seharusnya di pakai ?
Raja Bhumibol Adulyadej konon menjadi faktor stabilator terpenting, ketika Thailand dilanda krisis politik pada tahun 1973 dan tahun 1992. Sehingga rakyat Thailand merasa sangat aman, dan nyaman, bahwa apapun yang terjadi, raja akan selalu tampil pada saatnya untuk memberikan solusi akhir. Jadi jangan heran kalau sang raja, begitu dicintai dan diagungkan oleh rakyatnya. Jangan pula heran, apabila tahta raja yang berlangsung lebih dari 60 tahun itu, berlangsung dengan khidmat, penuh respek dan kecintaan. Dan dalam hal “leadership”, pemimpin yang dicintai oleh pengikutnya pasti akan langeng dan abadi. Cinta adalah perekat yang fenomenal. Tidak mudah menjadi pemimpin yang bisa dicintai oleh para pengikutnya. Menurut Mpu Peniti, seorang pemimpin haruslah mampu menjadi satu orang yang mencintai banyak orang. Jelas ini akan sangat sulit. Barulah ia akan menjadi seseorang yang dicintai banyak orang.
Untuk itu, seorang pemimpin harus mampu menerapkan manajemen cinta. Jurusnya sederhana. Saya mendapatkan-nya dari sebuah pribahasa Swedia, yang bunyinya : “Fear less, hope more; Eat less, chew more; Whine less, breathe more; Talk less, say more; Love more, and all good things will be yours”. Yang kalau dijabarkan secara sederhana, memberikan sejumlah nasehat jitu. Seorang pemimpin sebaiknya tidak penakut, tidak juga memperlihatkan rasa takutnya. Seorang pemimpin seharusnya memberikan dan menciptakan harapan yang lebih banyak. Seorang pemimpin jangan hanya asal menerima masukan, tapi harus mengunyah dan mencerna tiap masukan. Agar inti sari kebijakan-nya meresap menjadi manfaat dan faedah bagi orang banyak. Seorang pemimpin sebaiknya tidak melulu mengeluh, tetapi lebih banyak menahan diri dan bersabar. Seorang pemimpin pantang asal bicara. Setiap kata dan kalimatnya sebaiknya merupakan pemikiran dan pendalaman, sehingga menjadi panutan dan kutipan orang banyak.
Seorang pemimpin harus mampu mencintai lebih banyak. Maka kepemimpinanya akan abadi sepanjang masa. Mencintai banyak orang dengan sungguh-sungguh, sebelum ia bisa dicintai oleh banyak orang adalah kualitas seorang pemimpin yang sesungguhnya. Kualitas yang menuntut kepedulian yang luar biasa. Perhatian, kesungguhan, dan tanpa pamrih. Manajemen cinta, memperlihatkan kemampuan seorang pemimpin untuk selalu memberi. Pesan Mpu Peniti, seorang pemimpin harus belajar memberi yang banyak, sebelum ia bisa menikmati pemberian yang banyak. Seorang pemimpin tidak akan dicintai, kalau ia belum sanggup mencintai pengikutnya dengan sepenuh hati. Menerapkan manajemen cinta di bulan suci Ramadhan ini, barangkali bisa menjadi solusi kreatif, untuk mengakhiri segala konflik dan perseteruan didalam sebuah organisasi. Juga menjadi pencerahan untuk menyempurnakan kepemimpinan anda.
No comments:
Post a Comment