Mas Bambang, seorang veteran bisnis yang telah bergelut dalam dunia bisnis lebih dari 40 tahun punya resep yang unik – beliau menyebutnya : “Manajemen Sedikit”. Secara prinsip Mas Bambang mengaku ia lebih senang berbuat sedikit mungkin, terutama dalam mencampuri urusan manajemen di kantor. Mas Bambang berdalih Manajemen Sedikit ibaratnya memasak dengan oven microwave. Tingal pencet satu tombol. Selesai. Berlainan dengan gaya manajemen yang biasa, menurut Mas Bambang lebih mirip dengan memasak cara tradisional. Yang memerlukan waktu dan usaha komplit yang lebih nyelimet.
Mulanya saya bingung mendengarnya. Barulah ketika ngobrol lebih dalam dengan para crew dan staff di kantor Mas Bambang, saya baru mengerti apa yang dimaksudkan oleh Mas Bambang sebagai Manajemen Sedikit. Rupanya Mas Bambang orangnya sangat penyabar, jarang marah, dan senang memotivasi para pekerjanya untuk maju kedepan, secara agresif dan kreatif. Setiap kali mereka memulai sebuah proyek, Mas Bambang lebih senang menyemai bibit. Begitu istilah beliau. Setelah itu Mas Bambang lebih senang mundur kebelakang dan sepenuhnya memberikan kebebasan bagi karyawannya untuk menunjukan karya dan prestasi mereka. Hanya sekali-kali Mas Bambang memberikan dorongan-dorongan kecil. Pokoknya Mas Bambang berusaha untuk sedikit mungkin untuk mencampuri manajemen. Hasilnya memang ajaib.
Karyawan merasa mendapatkan kepercayaan penuh dari Mas Bambang, dan disiplin mereka untuk bertanggung jawab ternyata sangat tinggi. Mereka juga punya rasa optimis dan percaya diri yang optimal. Saya jadi ingat sebuah buku kecil yang ditulis oleh Chin Ning Chu yang berjudul “Do Less Achieve More”. Buku yang ditulis tahun 1998 itu, hingga kini masih menjadi salah satu buku favorit saya. Chin menulis bahwa, kata sibuk dalam bahasa Cina terdiri dari 2 simbol piktogram. Yang pertama merupakan simbol piktogram yang berarti jantung. Dan yang kedua adalah piktogram dengan simbol kematian. Artinya kalau kita terlampau sibuk tidak keruan, maka kematian adalah kutukan yang membayangi kita sehari-hari.
Mas Bambang bercerita bahwa dahulu ia pernah memiliki seorang general manajer yang sangat rajin, tetapi juga terlampau ketat ingin mengontrol semuanya. Akibatnya seluruh staffnya merasa stress. Produktifitas bukan meningkat tetapi justru semakin menurun. Mas Bambang akhirnya memecat sang general manajer. Ia memerdeka-kan para staff dan karyawan-nya dari perasaan stress dan tertekan. Mas Bambang berusaha menciptakan sebuah lingkungan kerja yang memiliki dimensi unik, dimana semuanya merasa mudah, sehingga staff dan karyawan-nya lebih kreatif menciptakan terobosan dan inovasi.
Beberapa hari sebelum puasa, saya diajak Mpu Peniti makan soto daging kesukaan beliau. Pulang makan soto, saya diberi oleh-oleh 2 lembar uang seribuan. Yang satu pecahan seribuan yang mungkin beredar di tahun 70’an dan sudah tidak lagi laku. Yang kedua pecahan seribuan yang masih beredar saat ini. Kedua lembar uang seribuan itu namapak sangat baru, seperti baru keluar dari mesin cetak. Saya bingung tidak keruan, karena tidak mengerti apa ulah Mpu Peniti. Akhirnya dengan senyum-senyum beliau bertanya kepada saya, mana diantaranya kedua lembar uang ribuan itu yang paling berharga. Saya beraksi secara refleks menunjuk lembaran uang ribuan yang masih berlaku saat itu. Tetapi Mpu Peniti malah menggeleng.
Beliau bertutur, bahwa lembaran uang ribuan yang sudah tidak berlaku lagi malah justru yang paling berharga. Karena 30 tahun yang lalu, selembar uang ribuan itu merupakan bagian dari kenaikan gaji Mpu Peniti saat itu. Saking girangnya, Mpu Peniti saat itu, sampai ia menyimpan seribu rupiah, yang saat itu sangat banyak jumlahnya sebagai kenang-kenangan. Secara historis uang ribuan itu punya nilai yang tak terhingga. Berlainan dengan lembaran ribuan satunya lagi, yang memang didapat Mpu Peniti dari Bank, dan nilainya memang cuma seribu perak. Dan seribu perak saat ini, terkadang tidak cukup untuk membeli nasi bungkus atau biaya parkir sekalipun.
Mpu Peniti berpesan kepada saya, bahwa kadang yang kelihatan-nya sangat sedikit sekali nilainya, tidak jarang justru yang paling berharga. Dalam bulan suci Ramadhan ini, dimana kita akan menjalankan ibadah puasa, dan sekaligus berlatih menahan nafsu. Disaat bersamaan kita juga diberikan kesempatan yang sama untuk menghargai semuanya yang serba sedikit dan semuanya yang serba kekurangan. Kita di-ingatkan untuk berani mengorbankan yang berlimpah. Dan memilih yang sedikit. Karena sesungguhnya yang sedikit ini, tidak jarang lebih sehat dan lebih membahagiakan kita.
Mulanya saya bingung mendengarnya. Barulah ketika ngobrol lebih dalam dengan para crew dan staff di kantor Mas Bambang, saya baru mengerti apa yang dimaksudkan oleh Mas Bambang sebagai Manajemen Sedikit. Rupanya Mas Bambang orangnya sangat penyabar, jarang marah, dan senang memotivasi para pekerjanya untuk maju kedepan, secara agresif dan kreatif. Setiap kali mereka memulai sebuah proyek, Mas Bambang lebih senang menyemai bibit. Begitu istilah beliau. Setelah itu Mas Bambang lebih senang mundur kebelakang dan sepenuhnya memberikan kebebasan bagi karyawannya untuk menunjukan karya dan prestasi mereka. Hanya sekali-kali Mas Bambang memberikan dorongan-dorongan kecil. Pokoknya Mas Bambang berusaha untuk sedikit mungkin untuk mencampuri manajemen. Hasilnya memang ajaib.
Karyawan merasa mendapatkan kepercayaan penuh dari Mas Bambang, dan disiplin mereka untuk bertanggung jawab ternyata sangat tinggi. Mereka juga punya rasa optimis dan percaya diri yang optimal. Saya jadi ingat sebuah buku kecil yang ditulis oleh Chin Ning Chu yang berjudul “Do Less Achieve More”. Buku yang ditulis tahun 1998 itu, hingga kini masih menjadi salah satu buku favorit saya. Chin menulis bahwa, kata sibuk dalam bahasa Cina terdiri dari 2 simbol piktogram. Yang pertama merupakan simbol piktogram yang berarti jantung. Dan yang kedua adalah piktogram dengan simbol kematian. Artinya kalau kita terlampau sibuk tidak keruan, maka kematian adalah kutukan yang membayangi kita sehari-hari.
Mas Bambang bercerita bahwa dahulu ia pernah memiliki seorang general manajer yang sangat rajin, tetapi juga terlampau ketat ingin mengontrol semuanya. Akibatnya seluruh staffnya merasa stress. Produktifitas bukan meningkat tetapi justru semakin menurun. Mas Bambang akhirnya memecat sang general manajer. Ia memerdeka-kan para staff dan karyawan-nya dari perasaan stress dan tertekan. Mas Bambang berusaha menciptakan sebuah lingkungan kerja yang memiliki dimensi unik, dimana semuanya merasa mudah, sehingga staff dan karyawan-nya lebih kreatif menciptakan terobosan dan inovasi.
Beberapa hari sebelum puasa, saya diajak Mpu Peniti makan soto daging kesukaan beliau. Pulang makan soto, saya diberi oleh-oleh 2 lembar uang seribuan. Yang satu pecahan seribuan yang mungkin beredar di tahun 70’an dan sudah tidak lagi laku. Yang kedua pecahan seribuan yang masih beredar saat ini. Kedua lembar uang seribuan itu namapak sangat baru, seperti baru keluar dari mesin cetak. Saya bingung tidak keruan, karena tidak mengerti apa ulah Mpu Peniti. Akhirnya dengan senyum-senyum beliau bertanya kepada saya, mana diantaranya kedua lembar uang ribuan itu yang paling berharga. Saya beraksi secara refleks menunjuk lembaran uang ribuan yang masih berlaku saat itu. Tetapi Mpu Peniti malah menggeleng.
Beliau bertutur, bahwa lembaran uang ribuan yang sudah tidak berlaku lagi malah justru yang paling berharga. Karena 30 tahun yang lalu, selembar uang ribuan itu merupakan bagian dari kenaikan gaji Mpu Peniti saat itu. Saking girangnya, Mpu Peniti saat itu, sampai ia menyimpan seribu rupiah, yang saat itu sangat banyak jumlahnya sebagai kenang-kenangan. Secara historis uang ribuan itu punya nilai yang tak terhingga. Berlainan dengan lembaran ribuan satunya lagi, yang memang didapat Mpu Peniti dari Bank, dan nilainya memang cuma seribu perak. Dan seribu perak saat ini, terkadang tidak cukup untuk membeli nasi bungkus atau biaya parkir sekalipun.
Mpu Peniti berpesan kepada saya, bahwa kadang yang kelihatan-nya sangat sedikit sekali nilainya, tidak jarang justru yang paling berharga. Dalam bulan suci Ramadhan ini, dimana kita akan menjalankan ibadah puasa, dan sekaligus berlatih menahan nafsu. Disaat bersamaan kita juga diberikan kesempatan yang sama untuk menghargai semuanya yang serba sedikit dan semuanya yang serba kekurangan. Kita di-ingatkan untuk berani mengorbankan yang berlimpah. Dan memilih yang sedikit. Karena sesungguhnya yang sedikit ini, tidak jarang lebih sehat dan lebih membahagiakan kita.
No comments:
Post a Comment