Wednesday, June 30, 2010
Sunday, June 27, 2010
CACAT SASTRA
Teman saya, keluarganya kaya raya dan pengusaha yang sangat berpengaruh. Jadi normal saja, kalau ia ingin memberikan yang terbaik buat anak-anaknya. Termasuk pendidikan. Anaknya yang masih TK, sudah disekolahkan disebuah sekolah International School di Jakarta. Alkisah ketika naik kelas, sekolah itu menyelenggarakan acara wisuda yang cukup “wah” ! Dan disertai dengan sebuah acara dimana semua murid memamerkan kemahiran-nya dalam sebuah pagelaran seni. Ada nyanyi, tari, dan bentuk kesenian lain-nya. Tujuan-nya untuk membuat orang tua bangga dan bahagia.
Selang hampir seminggu, teman saya ini mengajak saya makan disebuah restoran Padang. Wajahnya menyembunyikan sebuah keresahan. Ia bercerita tentang anaknya, wisuda disekolah dan pagelaran itu. Dengan lirih ia bercerita bahwa semua pagelaran itu disampaikan dalam bahasa Inggris. Dan celakanya tidak ada satu-pun materinya bercerita atau berkisah tentang Indonesia. Dalam wajah yang sangat risau, ia mengisahkan masa kecilnya, saat kakeknya bercerita tentang Sangkuriang, Ken Arok, Gajah Mada, Bandung Bondowoso, dan dongeng-dongeng legendaris lain-nya. Ia bercerita bahwa permainan disaat senggang adalah halma, ludo, galah asin, petak umpet, dampu, tak kadal dan sejumlah nama yang mungkin tidak akan dikenal anak-anak sekarang. Karena permainan anak-anak sekarang adalah WII, X-Box dan PS. Komik dan dongeng yang mereka baca adalah Disney, Superman dan X-Men. Ini adalah kegelisahan yang merisaukan kami berdua. Bayangkan apa jadinya bila dalam 10 tahun mendatang anak Indonesia yang lancar berbahasa Indonesia tetapi bingung karena tidak mengerti Indonesia. Tidak mengerti budayanya. Tidak mengerti sejarahnya.
Malam harinya, saya diundang klien untuk makan malam disebuah restoran yang sedang populer disebuah mall megah di Jakarta. Saking populernya tempat itu, maka konsumen yang antri sangat banyak. Kebanyakan adalah anak-anak muda yang berusia antara 17 tahun hingga 22 tahun. Penampilan mereka hingar bingar. Mewah dan seronok. Yang wanita berpenampilan bak bintang film. Rok mini, sepatu hak tinggi, celana jeans ketat dan atau baju tembus pandang. Demikian juga yang pria. Mirip penampilan pemain band dan para rockers. Sembari menunggu meja kosong, mereka asyik bercengkerama, sambil foto-foto dengan dengan telpon genggam mereka. Bahasa dan senda gurau yang mereka lakukan semua dalam bahasa Inggris. Sepintas mereka kelihatan canggih dan warga dunia yang mengglobal. Apakah berbahasa Inggris lebih keren daripada bahasa Indonesia ? Apakah kalau kita berbahasa Indonesia, kita dianggap orang dusun ? Kenapa harus malu dan sok pamer berbahasa Inggris ? Disudut hati, saya sangat risau dan gelisah, karena ingat perbincangan tadi siang. Bahwa jati diri kita sebagai orang Indonesia terkikis erosi globalisasi. Malam itu kegelisahan saya melebar menjadi kesedihan.
Saya terkenang dengan diskusi saya beberapa tahun yang lalu, dengan mentor saya Mpu Peniti. Kami saat itu sedang berdiskusi tentang wayang dan cerita-ceritanya. Sebagai orang Jawa, Mpu Peniti banyak mengajarkan saya soal filsafat lewat cerita-cerita perwayangan. Ini adalah momen-momen favorit saya. Beliau saat itu menyampaikan kerisauan yang sama, bahwa tak lama lagi berbagai seni budaya tradisional akan hilang satu demi satu, karena digilas roda jaman. Diskusi dan percakapan kami kemudian melebar. Entah kenapa, kami juga bicara soal bahasa dan sastra Indonesia. Menurut Mpu Peniti bahasa Indonesia sedang pingsan. Saya berseloroh dan menambahakan satu istilah - Cacat Sastra.
Ketika saya masih di SMP, guru bahasa Indonesia saya- pak Djoko adalah pendekar idaman saya. Ia adalah produk lama yang kuno. Mengajar dengan naik sepeda ke sekolah. Celananya selalu dekil dan gombrang mirip celana di film-film perjuangan jaman kemerdekaan. Rambutnya hampir putih semua. Tapi kenangan yang selalu saya ingat hingga kini adalah ketika pak Djoko dengan gagahnya membaca puisi “AKU” – karya Chairil Anwar. Kenangan itu hingga hari ini membekas dengan sangat sempurna. Gara-gara peristiwa itu, saya pernah bertekad ingin menjadi penyair terkenal. Sebagian mimpi itu saya jalani. Maklum di SMP dan di SMA jaman itu, Gelanggang Remaja peninggalan Bang Ali Sadikin masih berfungi. Kerap mereka mengadakan lomba dan sayembara. Mulai dari menulis hingga membaca. Saat itu sastra kita masih punya panggung yang resmi.
Musnahnya sebagian panggung ini membuat sastra Indonesia semakin semaput. Lihat saja cerpen. Hingga kini, cerpen masih cukup banyak peminatnya. Tetapi koran dan harian yang terbit memberinya ruang yang lebih terbatas saat ini Tidak seperti dulu disaat kita masih memiliki sejumlah media sastra, dan majalah cerpen. Saat itu cerpen memiliki kesempatan tampil lebih banyak. Bila cerpen kehilangan ruang publik untuk tampil, lama-lama cerpen cuma menjadi kesenian pribadi yang bersembunyi di laci tanpa bisa dinikmati orang banyak. Bila situasinya menjurus depresi, lama-lama cerpen juga akan dilupakan orang.
Menerbitkan karya sastra juga tidak mudah. Andaikan anda ingin menerbitkan novel karya anda. Maka anda harus mencari penerbit yang besar dan punya akses distribusi yang baik. Royalti anda mungkin berkisar antara 8% hingga 10%. Kalau buku anda dijual seharga 50 ribu, maka royalti anda hanya Rp. 5.000/buku. Celakanya toko buku di Indonesia, yang baik dan besar jumlahnya masih kurang dari 500 toko. Kalau satu toko menyimpan buku anda antara 5- 10 buku, maka jumlah cetakan yang paling ekonomis cuma 3.000 buku sekali cetak. Karena toko buku tidak ada yang mau membeli putus dan hanya mau konsinyasi, maka royalti anda tidak akan diterima ketika buku selesai dicetak. Tetapi ketika buku sudah laku dan uang hasil buku sudah diterima penerbit anda. Jumlah buku yang tercetak 3.000 itu belum tentu laku semua. Semata-mata karena minat baca kita sangat rendah.
Andaikata buku anda menjadi – Best Seller - dan terjual antara 1.500 buku hingga 2.000 buku, maka dalam setahun anda menerima royalti sangat minim antara 8 hingga 10 juta. Kalau anda adalah penulis yang sangat produktif dan bisa memproduksi buku antara 2-3 buah pertahun, maka royalti maksimum anda mungkin berkisar antara 20 hingga 30 juta atau gaji sebesar 2 juta/bulan. Vonis akhirnya sastra tidak akan menjanjikan profesi dengan kemakmuran tinggi. Situasi ini menyebabkan kita tidak memiliki orang yang berprofesi sastra penuh. Kebanyakan amatiran. Pegawai, Ibu Rumah Tangga dan kaum professional yang punya hobi sastra, yang membuahkan karya sastra.
Barangkali ini juga yang menyebabkan kita tidak lagi punya pujangga, penyair dan sastrawan kontemporer yang beken dalam 20 tahun terakhir ini. Tokoh sastra yang ada saat ini kebanyakan adalah sisa dan produk tahun 70’an dan 80’an. Kalaupun ada tokoh sastra baru dari generasi muda, mereka belum berhasil menciptakan gerakan dan warna tersendiri yang spektakuler. Menurut beberapa situs di internet yang memuat periodisasi sastra Indonesia, era 90’an ke atas diisi dengan tokoh terbatas dan karya yang terbatas pula.
Menjadi aktivis dan pejuang sastra adalah profesi yang sangat sunyi. Begitu cerita teman saya. Penyakit ini akan menjadi kronis, yang menurut saya pada akhirnya menciptakan Cacat Sastra digenerasi depan bangsa ini. Bahwa kita fasih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang sangat terbatas untuk berkomunikasi, dan kita gagap menggunakan bahasa Indonesia untuk menyuarakan nurani dan keindahan, apakah itu dalam bentuk prosa, puisi dan cerita pendek. Cacat Sastra memiliki dampak yang panjang pula, bukan saja kita kehilangan kemahiran berkesusatraan, tetapi juga beberapa industri yang ikut terkena akibat. Sebagai contoh industri film. Untuk membuat film yang baik, kita butuh bahan baku, berupa cerita yang baik. Cerita yang baik datang dari penulis-penulis yang baik pula. Guraan seorang bintang film beken kepada saya. Mungkin film Indonesia juga semaput karena kekurangan cerita.
Ketika bangsa dengan warisan budaya sebesar Indonesia, dan angkatan mudanya mengalami Cacat Satra, maka tak terbayangkan akibatnya. Saya ingat saya masih menulis puisi buat pacar ketika SMA dan kuliah dulu. Rasanya nikmat sekali. Jaman sekarang, teman saya bercerita, putrinya hanya menerima rayuan lewat SMS atau BBM, dan kata-katanya boleh saja mesra. Tapi tak pernah seindah sebuah puisi cinta. Duh !
Thursday, June 24, 2010
RESENSI NOVEL KASMARAN (KAFI KURNIA +DWITRI WALUYO)
oleh: iLenk rembulan
= karena takut akan sesuatu yang membahayakan, kita bangun benteng, menutup diri dari semua hal, termasuk yang dapat membahagiakan kita
atau
= sebaliknya, kita berharap mendapat sesuatu yang membahagiakan, hingga tidak peduli jika hal yang membahayakan ikut menghampiri.
keduanya memiliki risiko, tinggal mana yang kita pilih. (hal. 4)
Apa yang akan anda lakukan bila bertemu lagi dengan mantan kekasih ? Sedangkan anda sudah menikah, dikarunia anak serta kehidupan yang mapan? Kemudian sang mantan Kekasih, masih menyimpan bara cinta yang belum padam, demikian juga anda? Beranikah anda bermain api dengan segala risiko yang akan terjadi ?
Kisah sepenggal sisa cinta yang terjadi, kemudian bertemu lagi sisa kepingan cinta yang lain ini, disajikan dalam novel yang berjudul Kasmaran sebuah memoar cinta, karangan Kafi Kurnia dan Dwitri Waluyo. Buku setebal 202 halaman terbitan Akoer ini dikemas dengan anggun, diceritakan dengan kerenyahan nada pop, namun tidak meninggalkan hikmah dibalik peristiwa pengorbanan cinta itu sendiri.
Dewi Anjani yang merelakan melepas Seno pacarnya, yang sedang menempuh pendidikan Militer di lain kota , akhirnya menikah dengan dr.Permadi. Setelah 18 tahun pernikahan itu, dengan dikaruniai anak tiga, suatu hari Seno menelepon padanya. Setelah melihat Anjani dinobatkan sebagai juara lomba busana tingkat nasional. Awal dari telepon inilah, kemudian akan merubah hidup Anjani selanjutnya, yang terperangkap dengan asmara masa lalunya. Dari pertemuan rahasia, sampai kemudian harus menginap, dan kebohongan-kebohongan yang diciptakan, untuk memperlancar itu semua dilakukan demi memuaskan hasrat cintanya pada mantan pacarnya. Seno tentu sudah tidak sendiri lagi, dia menikah dengan teman Anjani, yang merupakan saingan Anjani dulu merebut cinta Seno, Arimbi namanya.
Tubuh dan jiwa kita telah bersatu, dan itu membuatku semakin terikat denganmu. Aku tak tahu apa yang kau rasakan, tapi aku berharap kau meraskan hal yang sama. Aku berharap ini bukanlah yang terakhir. Aku berharap kita akan memiliki banyak waktu bersana di waktu-waktu mendatang. Aku benar-benar telah terpenjara oleh cintamu (hal.97)
Kalimat mesra dan penuh cinta yang datang bertubi-tubi, tak mampu membendung keduanya , yang kemudian pada akhirnya Permadi, suami Anjani mengetahui adanya perselingkuhan tersebut. Dan bisa ditebak, berakhir dengan perceraian. Tuntutan Seno agar Anjani bercerai dari suaminya sudah terkabul, namun tuntutan Anjani terhadap Seno untuk meninggalkan keluarganya, ternyata mendapat halangan. Seno diangkat menjadi salah satu pejabat tinggi Negara, yang membuat dia tidak bisa seenaknya sendiri berulah. Alasan ini yang menyebabkan Anjani dinikahi siri dan dijadikan istri simpanan.
Apakah dengan bersatunya cinta Anjani dan Seno akan membahagiakan mereka? Ternyata tidak sesederhana harapan dan impian mereka awalnya. Hasrat cinta itu memang telah membutakan keduanya, namun bersamaan dengan naiknya karier Seno , serta kehidupan yang membuat Seno bergelimangan kemewahan, menciptakan kehidupan penyimpangan baru di dalam diri Seno. Hobby baru bermain cewek , juga egois lelaki yang mulai menuntut macam-macam atas diri Anjani serta perangai kasar, rupanya cukup menyadarkan hari hari Anjani selanjutnya.
Dari rasa cinta yang menggebu, perlahan seiring waktu, Anjani menjadi merenungi apa yang dicari dalam cinta ini. Ternyata semuanya semu. Dia telah membuang suami dan anak-anak yang dicintainya demi mengejar kebahagiaan semu.
Kau tahu Anjani, bahwa tak sedikit pun aku marah kau suruh pergi. Mengapa? Karena aku pun tahu dan takut kalau rasa sayangku padamu akan membuatmu sakit, rasa keinginan memnfaatkan perhatian dan sayangmu, akan membuatmu menderita karena terus terlalu banyak berkorban tanpa mendapatkan apa-apa.
Anjani aku biasa terusir, kalau dulu karena dunia kita berbeda, sekarang pun ternyata karena wawasan dan dunia kita berbeda jarak. Dan kasih sayang kita belum mampu menjembatani perbedaan itu. (hal.196)
Impian dan realita
Seperti pepatah mengatakan Cinta adalah buta. Cinta bisa mematahkan nalar atau logika pada pikiran manusia. Awalnya sesuatu yang menurut kita tidak mungkin dilakukan, pada rasa “cinta” semuanya bisa terjadi.
Pada cerita Kasmaran ini, pengarang memberikan contoh betapa awalnya cinta yang begitu manis dan menggebu , walau kemudian sempat terpisah dan disatukan kembali, namun tetap ada sesuatu yang kurang. Keping-keping cinta yang telah berantakan , berupaya disusun kembali , tetap saja ada cacatnya.
Cinta Anjani dan Seno yang sempat padam, hidup lagi setelah keduanya masing-masing telah berumahtangga, mengandung retakan, risiko untuk disatukan kembali. Anjani telah berani menerjang risiko dengan Seno, namun kepengecutan itu terjadi dan ini dialami oleh pihak lelaki. Ke-egois-an lelaki di sini ditunjukkan dengan ingin menguasai. Seno tidak mau menceraikan istrinya, karena kedudukan dia yang akan disorot, namun diapun ingin menguasai Anjani, wanita yang telah dipujanya lama, sejak awal bertemu di pantai. Di samping itu juga keserakahan Senopun tidak hanya sampai di situ, diapun juga mengoleksi wanita selain dua orang tersebut.
Cinta lelaki memang tidak sama dengan wanita. Lelaki bisa menebar pesona tanpa ada rasa cinta, namun tidak demikian dengan wanita. Wanita akan menyerahkan segala-galanya hanya berdasarkan rasa cinta.
Buku ini mengingatkan kita semua bahwa jangan bermain api bila kau tak sanggup untuk memainkannya. Manusia tidak akan merasa menyesal terlebih dahulu atau kapok sebelum dia mengalaminya sendiri.
Dalam Kasmaran inipun juga mengingatkan kepada kita semua “hati-hati bertemu mantan pacar, sedangkan benih cinta masih tersisa, apalagi kita tidak sendiri lagi”. Waspadalah !
Gaya penulisan ringan, tutur cerita flash-back yang runut , dan mudah dimengerti alurnya, maka buku ini bisa menjadikan bacaan di kala senggang, juga ada pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca, terutama bagi yang sedang dilanda kasmaran.
Monday, June 21, 2010
ORANG BEKEN BACA PUISI DI OASIS ! ( PART IV )
RAKA MAHESA WARDHANA
INDOPOS - 21 Juni 2010
Sentilan Deddy Undang Tawa, Cornelia Pikat Penonton Orang Beken Baca Puisi. Begitulah tajuk kumpul-kumpul para pemerhati sastra. Mereka adalah para tokoh, artis, penulis, dan penikmat yang berkumpul jadi satu. Keprihatinan terhadap minat baca, dan kesusatraan menggugah mereka.
SEBUAH restoran di kawasan Raden Saleh, Jakarta Pusat, penuh. Sabtu siang lalu. Berbagai jenis kendaraan berjejalan .di area parkir. Sedangkan di ruangan ulama restoran berubah total. Hampir seluruh meja makan disimpan. Tersisa puluhan kursi terarah ke satu sisi yang sama. Mereka menghadap ke para penampil tak berpanggung. Di antaranya Deddy Mizwar, Wanda Hamidah, Cornelia Agatha, Niniek L. Kariem. Kafi Kurnia, Kirana Kejora, Yudhistira Massardi, dan beberapa tokoh lain.
Gelaran ini kali pertama diselenggarakan. Rencananya setiap bulan akan terus digulirkan sebagai agenda tetap. Para pembaca puisi ini bebas menampilkan karya siapa saja. Ada juga disediakan buku-buku puisi, bisa dipilih bagi yang ingin tampil. Tak berbeda jauh seperti memilih lagu dalam ruang karaoke. "Kita harap nantinya kalau orang merayakan sesuatu tidak hanya karaoke, tapi bisa juga baca puisi," ujar Kafi Kurnia.
Masing-masing penampil berekspresi dengan gaya berbeda. Seperti Cornelia Agatha yang diiringi musik dan penyanyi. Atau gaya berbicara santai ala Deddy Mizwar yang mengajak para penontonnya mengikuti alur gayanya. Sesekali yang menyaksikan ikut tertawa menikmati sentilan-senlilan pedas daribarisan kala-kala yang terucap. "Tadi saya baca karya Taufik Ismail, apa yang Beliau katakan terjadi han im. Korupsi uda di mana-mana. Karya sastra itu mewakili peradaban," kata Deddy
Tak sekadar berkumpul dan tampil, mereka punya misi untuk membangkitkan dunia sastra Indonesia. Menurut Deddy, perkembangan sastra masih memprihatinkan. "Coba lihat banyak karya sastra yang bersembunyi di rak paling pojok toko buku. Itu karena sudah beberapa bulan tidak laku, jarang ada novel atau puisi yang jadi best seller. Jarang ada penerbit yang berani mensupport para penulis. Setiap tahun ada buku pelajaran yang dibuat ulang. padahal isinya sama saja kenapa tidak digunakan untuk karya-karya lainya saja," kala pria kelahiran 5 Maret ll)55 ini.
Menurutnya, sistem pendidikan yang terjadi saat ini tidak mendukung minat baca para mund. Lebih lagi tidak ada jalur penghubung ankara sastra dengan dunia lain. Salah satu akibatnya, perfilman Indonesia tak banyak berkembang "Kalau di luar negeri itu pasti ada best seller novel, lalu kemudian dijadikan film. Dan itu terjadi setiap bulan," ujar aktor yang telah membintangi 73 judul nim ini.
Sementara itu Cornelia yang tampil dengan karya Rida Ka-liamsi memikat para penontonyang berada tak jauh dengannya. "Saya senang dengan kata-kata sederhana, dan Rida adalah salah satu penulis favorit saya," kata wanita kelahiran 11 Januari 1973 ini. Menurutnya, selama ini puisi terjebak dengan kemasan berat dan tertutup yang membuatnya tak bisa dinikmati banyak orang. Kebanyakan pementasan dilakukan di tempat-tempat tertentujauh dan jangkauan para awam. "Semua orang bisa buat puisi. Mulai dari anak kecil sampai ibu rumah tangga, orang jatuh cinta biasanya juga be rpuisi," kata dia. Sementara selama ini sajian puisi lebih identik dengan kata-kata yang susah dimengerti. Hal nu lah yang menurutnya sedikit menghalangi orang untuk lebih dekat dengan puisi. (*)
ORANG BEKEN BACA PUISI DI OASIS ! ( PART III )
sp/ignatius liliek
Perkembangan sastra Indonesia saat ini memang kurang mengalami perkembangan yang berarti. Sebagai negara yang kaya dengan budaya, saat ini Indonesia belum memiliki tokoh pujangga legendaris seperti para pendahulu. Kaum muda yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam pelestarian budaya sastra malah seperti hilang tertelan arus globalisasi.
Keprihatinan inilah yang menggugah konsultan bisnis yang juga penulis dan pencinta sastra Indonesia, Kafi Kurnia bersama dengan Komunitas Sastra Reboan. Mereka menyelenggarakan sebuah peristiwa sastra bertajuk Orang Beken Baca Puisi di Jakarta, Sabtu (19/6). Acara yang baru kali pertama diselenggarakan ini diharapkan akan menjadi ajang yang dapat menarik minat para kawula muda untuk peduli dan ambil bagian dalam sastra Indonesia.
“Saya melalui penerbit Akoer dan Komunitas Sastra Reboan menyelenggarakan acara sastra ini sebagai salah satu usaha bersama untuk menghindari Indonesia dari cacat sastra. Mengingat saat ini anak-anak muda kita sangat sedikit sekali yang tertarik terhadap dunia sastra,” ujar Kafi Kurnia kepada SP. [L-13]
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=19832
ORANG BEKEN BACA PUISI DI OASIS ! ( PART II )
Dari “Orang Beken Baca Puisi”
Kafi Kurnia : “BERPUISI SAJA DARIPADA BERKARAOKE SAAT BERPESTA”
Sebuah pesan singkat tapi bermakna diberikan oleh seorang ahli pemasaran dan penulis buku yang sudah dikenal luas, Kafi Kurnia siang itu. “Apabila anda berpesta janganlah berkaraoke, tetapi berpuisi saja”.
Sebelumnya, Kafi Kurnia yang baru saja merayakan setengah abad usianya juga mengatakan, bahwa sudah saatnya puisi seperti karaoke. Dibaca di mana-mana oleh siapa saja. Karena itulah, acara “Orang Beken Baca Puisi” perlu diselenggarakan secara berkala. Buku-buku puisi disediakan, siapa yang mau membaca tinggal pilih yang disuka. Tentu saja, para penyair boleh membawakan puisinya sendiri.
Pesan yang mendapat tepuk tangan meriah para undangan yang memadati balairung Restoran Oasis Sabtu (19/10) siang itu. Kafi menjadi tuan rumah bagi lebih dari 100 undangan yang beragam, tak hanya kalangan bisnis tapi juga artis, sastrawan, politisi hingga para penikmat puisi. Siang itu berlangsung acara yang disebutnya peristiwa sastra dengan tajuk “Orang Beken Baca Puisi” (OBBP).
OBBP ini merupakan kerjasama dari Penerbit Akoer dan Sastra Reboan. Akoer dikenal sebagai penerbit yang sering menampilkan para penulis muda dan pendatang baru di blantara dunia sastra. Sedangkan Sastra Reboan merupakan kegiatan sastra setiap Rabu di akhir bulan di Bulungan yang diadakan oleh Paguyuban Sastra Rabu Malam (Pasar Malam).
“Merupakan suatu kemunduran luar biasa di dunia sastra Indonesia saat ini yang tak memiliki pujangga, tak punya sastrawan beken. Diharapkan anak muda nantinya ikut terlibat dalam OBBP, dan puisi karyanya kelak akan beken lewat acara ini”, ujar Kafi yang bersama Yo Sugianto, Ketua Sastra Reboan mempersiapkan acara ini dengan harapan puisi lebih dikenal semua kalangan.
Di tengah pembacaan puisi dan musikalisasi, di OBBP juga dilakukan peluncuran novel “Sandikala” karya F.Hadiyanto (nama yang dipakai oleh Premita Fifi) dan “Kasmaran” yang ditulis oleh Kafi Kurnia, Dwitri, Yudhistira Massardi dan Qaris Tajuddin. Peluncuran ini ditandai dengan penandatanganan cover buku dalam ukuran besar oleh para penulisnya. Sedangkan peringatan 50 tahun usia Kafi dinilai oleh sang ahli marketing dan pimpinan penerbit Akoer ini sebagai tempelan di OBBP.
Sebelum jam makan siang, para tamu sudah berdatangan. Acara yang dibuka oleh duet mc, Budhi Setyawan dan Nurul Wardah diawali dengan penampilan Branjangan, musisi yang tinggal di Bali dan dikenal dengan petikan gitarnya yang beraroma blues yang kental. Ia membawakan dua puisi.
Tamu terus berdatangan. Tampak Chandra Hamzah, pimpinan KPK yang tersohor bersama Bibit Samad Riyanto beberapa waktu lalu, Mas Ahmad Santosa (anggota Tim Pemberantasan Mafia Hukum), Roy B Janis (politisi), Ibu Tirto Utomo (pemilik Restoran Klasik), seniman Teguh Osterik dan beberapa penulis seperti Zara Zettira, Kurnia Effendi dan Endo Senggono yang pimpinan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin.
Kemudian tampil Sutradara Asdi yang bercerita singkat tentang sosok Kafi Kurnia.”Kafi punya kepekaan seni yang kuat seperti halnya pada sastra. Dia juga punya kemampuan akting”, kata Asdi
Pebisnis Evi Puspa yang antara lain memiliki portal perempuan.com tampil membawakan puisi karya WS Rendra “Sajak Bulan Purnama”. Eivi khusus terbang dari Kalimantan untuk memeriahkan setengah abad Kafi yang jadi bagian OBBP ini. Karya Rendra lainnya juga dibacakan oleh Fritz Simanjuntak, yang selain dikenal sebagai pejabat di salah perusahaan swasta juga pengamat olahraga.
Suasana makin meriah ketika violis cilik, Fachry tampil bersama adiknya, Nissa membawakan lagu “Bunda” karya Melly Guslow dan “Angin” karya Jodhi Yudono. Suara Nissa dan liukan biola Fachry ini mampu mengundang tepuk tangan meriah dari para undangan.
Pembacaan puisi tak hanya milik para artis atau penyair. Ketika mc mengajak hadirin untuk tampil beberapa orang membaca dengan spontan seperti Johan, Eva Budiastuti membawakan “Pada Dinding Kota” karya Budhi Setyawan dan Reza dengan “Ketakutan” karya Slamet Widodo. Mereka mendapatkan paket buku terbitan Akoer.
Para figur publik kembali tampil membaca puisi, seperti Enny Hardjanto yang dikenal luas saat menjadi salah satu direktur Citi Bank dan Ninik L.Karim yang pernah meraih Best Supporting Actress dalam Asia Pacific Film Festival. Penyair, novelis dan salah satu penggiat Sastra Reboan, Kirana Kejora tampil apik diiringi sayatan biola Fachry saat membacakan karyanya “Elang”.
Kemudian pemeran “Sarah” di sinetron “Si Doel Anak Sekolahan”, Cornelia Agatha tampil memukau dengan musikalisasi puisi dibantu backing vokal Yuyun dan gitar Anes. Puisi “Penari Telanjang” dan “Rose” dibawakan dengan irama musik Amerika latin bercampur rock dan gamelan.
Sastrawan yang dikenal dengan karyanya “Arjuna Mencari Cinta”, Yudhistira ANM Massardi lalu tampil dengan puisi “Lima Puluh” dan “Ku Mau Cintaku” karya Kafi Kurnia.
Penampilan memikat lainnya, dengan gayanya yang khas dari aktor ternama, Deddy Mizwar makin menghangatkan suasana di tengah kesibukan pers infotainment mewawancarai Cornelia Agatha dan Wanda Hamidah. Puisi Taufik Ismail “Jangan2 Saya Sendiri juga Mau” tentang keprihatinan atas kondisi negeri ini dibacakan oleh Deddy Mizwar yang sempat mengatakan “Sebaiknya koruptor di negeri ini disebut malling, dengan dua huruf l”.
Artis cantik yang kini menjadi legislator di DPRD DKI Jakarta, Wanda Hamidah tampil dengan sebuah puisi “Mengantar Bunda” karya Yo Sugianto, yang kemudia disusul oleh penyair kawakan, Dyah Hadaning, membaca karyanya ”Dia Adalah Anak Lelaki Kota Kelahiran” sebagai hadiahnya untuk Kafi.
Dan di akhir acara, Kafi Kurnia menyampaikan rencana pagelaran sastra di Restoran Oasis bekerjasama dengan Sastra Reboan dalam waktu dekat ini. “Peristiwa sastra harus berjalan terus”, tambahnya. (ochi/gie)
Sunday, June 20, 2010
ORANG BEKEN BACA PUISI DI OASIS !
Sastra Reboan kian memasyarakat dan tak hanya menyentuh kalangan sastrawan semata. Benar seperti yang menjadi semboyannya, “banyak pintu menuju sastra”, para selebriti pun kini tersentuh sastra. Bukan lagi mereka diundang ke Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan, bahkan pertunjukan sastra itu digelar di restoran mewah. Kali ini, mungkin akan berkelanjutan, bertempat di Restoran Oasis milik Kafi Kurnia di Jl. Raden Saleh, kawasan Cikini.
Setidaknya, walau absen, penyair besar Sapardi Djoko Damono mengacungi jempol pada Yo Sugianto sebagai pemimpin komunitas Sastra Reboan dengan kiprahnya ini. Acara “Orang Beken Baca Puisi” memang gagasan Yo dan Kafi dari pembicaraan demi pembicaraan. Ceritanya Kafi Kurnia ulang tahun dan hadir di Wapres Bulungan saat Sastra Reboan berlangsung bulan Mei lalu. Rupanya, malam itu Kafi Kurnia ulang tahun. Lalu muncullah ide untuk merayakan dengan pembacaan puisi di Restoran Oasis itu.
Mengambil waktu Sabtu, 19 Juni 2010, jam makan siang, acara itu digelar. Balairung restoran menjadi ruang audiens dengan panggung sederhana. Restoran itu sudah memiliki interior klasik yang tak perlu diolah lagi untuk membangun suasana elegan. Di sanalah kemudian, sejumlah penyair, sahabat Kafi Kurnia, dan para artis menyumbang pembacaan puisi. Beberapa di antara mereka adalah: Ninik L. Karim, Kirana Kejora, Eva Budiastuti, Fahri dan Nisa, Flitz Simanjuntak, Yudhis, Diah Hadaning, Wanda Hamidah, Deddy Mizwar, dan Cornelia Agatha yang berkolaborasi dengan vokalis Yuyun dalam performance yang cantik.
Dalam sambutannya, Kafi (50 tahun) mengatakan, bahwa sudah saatnya puisi seperti karaoke. Dibaca di mana-mana oleh siapa saja. Karena itulah, acara “Orang Beken Baca Puisi” perlu diselenggarakan secara berkala. Buku-buku puisi disediakan, siapa yang mau membaca tinggal pilih yang disuka. Tentu saja, para penyair boleh membawakan puisinya sendiri.
“Ulang tahun saya ini hanya tempelan saja,” kata Kafi yang juga owner Penerbit Akoer. “Karena hari ini diluncurkan dua buah buku. Sandikala karya Fifi Hadiyanto dan Kasmaran yang kami garap ramai-ramai bersama Dwitri, Yudhis, dan Qaris Tajuddin.”
Dalam waktu dekat, seperti yang dibisikan Yo Sugianto kepada saya, akan ada event menarik berkaitan dengan puisi di Restoran Oasis. Kita tunggu saja. Di luar itu semua, yang mendorong saya semangat untuk menghadiri ulang tahun Kafi, salah satunya adalah kangen ketemu Cornelia Agatha. Ah, di deretan belakang dia memanggil saya. Rasanya memang sudah lama tak bersua…
Thursday, June 17, 2010
LINEA NIGRA – TEGUH OSTENRIK
Saya mengenal Teguh sejak akhir dekade 80’an. Ia baru saja balik dari Jerman, dengan sejumlah kegelisahan. Dan itu terlihat jelas dalam karya lukisnya. Yang selalu padat. Seolah ia ingin menumpahkan semua enerji-nya dalam satu kanvas. Kadang terasa mengerikan. Seperti kita ingin memasukan seluruh amarah kita dalam satu bejana. Kepadatan yang diperlihatkan Teguh, menjadi sebuah estetika yang menghimpit dan menampar kita. Bila kita tidak kuat maka kita akan dilontarkan-nya. Saat itu saya mengatakan kepada Teguh, itulah kekuatan karya-nya. Sebuah interaksi yang liar. Sejak itu saya pernah berkolaborasi dengan Teguh dalam beberapa proyek kecil. Ternyata ia seniman serba bisa. Mulai dari melukis, patung, dan juga tari dan musik. Pernah sekali ia mengatakan bahwa baginya sebuah karya seni akan berhasil kalau lingkungan menyerap karya itu dan menjadikan-nya bagian dari sebuah lingkungan. Dan bukan sebaliknya. Kadang orang meletakan sebuah lukisan dalam sebuah ruangan dengan harapan bahwa lukisan itu menjadi titik api. Akibatnya lingkungan itu rusak porak poranda. Tidak keruan.
Tahun 2005, Teguh mengirimkan email kepada saya dengan sejumlah foto. Karya-karya patungnya terbaru. Kali ini saya kembali tertegun. Karena Teguh membuat beberapa patung Kristus dan Bunda Maria. Karya yang sangat religius. Konon karya Teguh ini kemudian di letak-kan di Gereja St. Mary of Angels di Singapura dan memancing reaksi cukup banyak. Seringkali ornamen and aterfak gereja memang sengaja dibuat sebagai titik api. Misalnya saja salib atau Kristus di kayu salib, seringkali dipasang diatas Mimbar menjadi titik api yang monumental. Seringkali karya itu dibuat dengan sentuhan realistis estetik untuk menggugah emosi. Karya Teguh tidak setransparan itu. Karena membutuhkan interpertasi dan interaksi, dan secara konsisten Teguh meletak-kan-nya jauh dari titik api. Sehingga kehadiran karya Teguh bagi banyak orang mungkin akan mengusik. Menggelitik. Menciptakan kesadaran baru. Bahwa ibadah kita yang komunal memiliki aspek privatisasi dengan emosi baru. Apapun juga percikan emosi yang kemudian timbul, kita perlu mengangkat topi pada keberanian Teguh berkarya dalam aspek ini.
Tanpa terasa waktu berjalan sangat cepat. Teguh masih saja awet muda. Tahun lalu ia mengontak saya. Menceritakan karya instalasinya. Di sebuah atrium pusat belanja Jakarta yang megah dan moderen, Teguh menggantung sejumlah kuali. Lalu kamipun ngopi bersama bergurau soal kuali itu. Teguh masih memiliki gurauan dan ejekan yang sama. Tentang lingkungan dan kita sebagai manusia yang sering tidak taat menghormati lingkungan. Kita yang tidak senonoh merusak lingkungan. Kita yang rakus merampok lingkungan. Terus terang saya tertawa ketika ia menjelaskan kembali filosofinya secara halus. Biar bagaimanapun Teguh manusia Indonesia yang lahir di Jakarta dari lingkungan Jawa dan mampu bernyanyi “sinden” ala Jawa ini, selalu menunjukan perhormatan yang khidmat terhadap lingkungan. Saat itu saya mengakui kemampuan diplomasinya, yang ulung saat membujuk pemilik pusat belanja agar mau menggantung ratusan kuali di atriumnya. Menjadikan kuali, sesuatu yang remeh menjadi pusat atraksi.
Argumen Teguh saat itu, kuali adalah obyek yang barangkali dimiliki oleh seluruh rumah di Indonesia. Letaknya selalu didapur. Tidak pernah mendapat penghormatan penting. Tetapi fungsinya sangat vital. Yaitu kesejahteraan, kenikmatan dan kebahagian perut diseluruh keluarga. Usai penjelasan itu. Saya berhenti tertawa. Ada satu keharuan baru yang saya rasakan. Bagaimana Teguh memiliki rasa khidmat yang khusus terhadap kuali. Sayapun mulai mengerti dan mendalami apa yang ia katakan pada saya dua puluh tahun yang lalu tentang lingkungan dan seni. Bahwa seni tidak harus arogan dan merampas keindahan sebuah lingkungan. Melainkan seni harus mengabdi kepada lingkungan. Setia kepada lingkungan.
Usai peristiwa itu, Teguh mengontak saya. Ia ingin saya mengulas karya terbarunya, yang merupakan karya-karya patung yang terbuat dari besi rongsok-kan. Ia menyebutnya “deFACEment”. Semuanya tentang interpertasi wajah. Medium yang dipilih Teguh dalam dunia seni bukanlah sesuatu yang baru.Tetapi pendekatan dan prosesnya yang baru. Secara bergurau, ia berkata kepada saya, bahwa pesan filosofis yang ia ingin sampaikan kali ini adalah soal “karat”. Sesuatu yang berkarat, biasanya kita anggap rusak dan sampah rongsokan. Tetapi kalau karat itu adalah karya Teguh Ostenrik, kemungkinan besar orang mau membelinya dengan harga sangat mahal dan memberikan tempat yang sangat terhormat untuk memajangnya. Sayapun tertawa mendengarnya. Teguh kali ini berbisik sangat pelan, bahwa apapun bilamana diberikan kesempatan akan mampu menyatu dengan alam dan lingkungan. Termasuk didalamnya sesuatu yang berkarat. Sekali lagi Teguh memperlihatkan bahwa alam dan lingkungan sebenarnya mememiliki kerendahan hati yang luar biasa. Bisikan Teguh kali ini lirih tapi sangat bijak. Barangkali ini adalah satu penyebab penting, yang membuat Teguh terpilih sebagai Seniman 2009 versi sebuah majalah beken di Indonesia.
Minggu lalu, Teguh menggelar karya-nya yang terbaru. Linea Nigra begitu judulnya. 11 lukisan besar dan 12 patung metal. Linea Nigra artinya garis hitam yang muncul ditengah perut perempuan pada saat kehamilan. Teguh secara implisit mendokumentasikan saat-saat paling intim ketika istrinya mengandung. Kali ini Teguh masuk keruang publik yang sangat pribadi sekali. Ide baru yang cukup menggelitik. Saya tertawa lagi dan sekaligus sempat terkejut. Teguh memperlihatkan kematangan berkarya yang unik. Lukisan dan patungnya jauh lebih manis dan rapi. Tidak sekasar 20 tahun yang lalu. Mungkin sebagian enerjinya telah terserap oleh lingkungan. Atau Teguh memang sedang berhemat enerji. Terlihat jelas kegusaran dan kegelisahan Teguh semakin menipis, kali ini. Ia bukan lagi bocah yang nakal dan jahil. Ia semakin bijak dan menyatu dengan lingkungan. Atau mungkin karena karya ini sangat pribadi, maka kita melihat Teguh dengan kempompong yang berbeda.
Ditengah maraknya benda seni dikoleksi sebagai investasi dan diperjual belikan secara komersial. Seringkali benda seni hanya menjadi piala yang dipertontonkan dengan prestise. Ia-pun menjadi titik api dan merampas kesucian sebuah lingkungan. Seniman seperti Teguh, pasti tidak pernah berpikir membuat piala. Karena sebuah karya seni seharusnya menjadi sangat mahal dan berharga, bukan sebagai kepemilikan individu tetapi sebagai kepemilikan publik. Teguh seringkali mengatakan pada saya, bahwa membuat sebuah karya seni adalah merekam momen-momen tertentu dalam kehidupan ini, dan meniupkan sebuah nafas keabadian yang membuat momen-momen tertentu itu menjadi indah dan bisa dinikmati publik dari satu generasi ke generasi berikutnya. Itu adalah ibadah yang sangat indah ! Teguh telah melaksanakannya dengan sangat khusuk dan khidmat.
Tuesday, June 15, 2010
KOPI LUWAK ASLI DI RESTO OASIS !
Ketika saya masih kecil, kakek saya pernah mendongeng tentang kopi yang paling enak didunia, yaitu kopi Luwak. Alkisah, ada sejenis musang yang populer disebut Luwak. Konon kabarnya, Luwak ini sering berkeliaran diperkebunan kopi ketika malam hari. Karena kebetulan salah satu kegemaran Luwak ini adalah makan biji kopi yang sudah masak. Secara alamiah Luwak memakan biji kopi yang masak dan terbaik. Sayangnya Luwak hanya makan kulit luarnya saja, biji kopi yang keras, biasanya tidak bisa dicernakan, akan keluar bersama kotoran Luwak tadi. Menurut dongeng ini, ketika didalam perut biji kopi tadi kena enzim khusus di perut Luwak dan mengalami proses fermentasi yang unik sekali. Lalu para petani kebun kopi akan memungut biji kopi dikotoran Luwak itu, dikumpulkan, digoreng dan jadilah kopi yang paling enak didunia. Itu legendanya !
Dongeng ini sangat melekat pada diri saya. Kebetulan hobi saya adalah minum kopi yang enak. Ketika SMA, setiap saya berkunjung kedaerah yang ada kopinya, saya selalu mencari kopi Luwak ini. Hasilnya selalu nihil belaka. Dongeng kakek saya itu, hanya mirip sebuah mitos. Anehnya, cerita ini hampir selalu saya dengar dimana-mana. Malah disebuah kota di Jawa Tengah, ada sebuah perusahaan kopi yang menggunakan merek kopi Luwak. Mulanya saya ikut gembira, karena saya pikir, mereka pasti punya akses kopi Luwak ini. Nyatanya mereka juga hanya memanfaatkan dongeng yang sama.
Pada tanggal 15 Oktober 2003, The Oprah Winfrey Show menampilkan Kopi Luwak sebagai salah satu topik bahasan-nya. Duniapun mulai penasaran. Sejak itu Kopi Luwak muncul dalam berbagai film dan artikel. Termasuk film serial CSI. Film yang benar-benar mengangkat Kopi Luwak, adalah film The Buckett List, yang dibintangi oleh Jack Nicholson dan Morgan Freeman. Ceritanya mereka berdua adalah pasien kanker, yang melakukan sejumlah kegiatan dan petualangan gila sebelum mereka meninggal. Salah satunya adalah menikmati Kopi Luwak. Berkat dua peristiwa promosi inilah kemudian Kopi Luwak menjadi beken kembali.
Kisah saya memburu Kopi Luwak, berakhir dengan gembira. Di Hong Kong, beberapa tahun yang lalu disebuah supermarket yang ultra mewah, saya menemukan Kopi Luwak. Harganya tidak main-main, 113gr harganya sejuta rupiah. Namun karena penasaran akhirnya saya beli juga. Konon menurut produsen-nya kopi Luwak ini, jumlah panennya hanya 500 kg selama setahun. Produsen dari kopi Luwak ini adalah sebuah perusahaan Inggris, yang namanya Edible. Mereka punya situs unik di internet yaitu www.edible.com. Kopi Luwak, memiliki aroma yang kompleks dan sangat khas. Sebuah “signature” yang unik. Ketika di “brew”, kekentalan dan kepekatannya juga “full bodied”. Mirip kopi tubruk. Karena Kopi Luwak ini berasal dari Sumatera, didaerah Sindhikalang, maka varitasnya berasal dari Sumatera Mandheling yang ditanam di daerah dataran tinggi. Memiliki rasa yang sangat “smooth”, dengan “end-note” rasa coklat yang khas. Hebatnya rasa itu seperti nongkrong diatas lidah, dan membuai cita rasa kita. Namun tidak meninggalkan “after-taste”. Ini kehebatan Kopi Luwak !
Saat ini, Kopi Luwak bisa anda temui hampir disemua Pasar Swalayan. Dengan harga yang berbeda-beda. Kopi Luwak juga bisa anda minum diberbagai café dan tempat ngopi yang populer. Harganya juga bervariasi. Ini fenomena yang membuat saya kesal. Beberapa tahun yang lalu, saya pernah menonton sebuah film dokumenter di televisi. Tentang Luwak yang hampir punah. Dan sangat sukar di cari. 20 tahun yang lalu, Kopi Luwak cuma legenda dan cerita sebelum tidur. Pada awal tahun 2000’an, sejumlah orang asing menemukan Kopi Luwak dalam jumlah terbatas di daerah Sindhikalang di Sumatera. Itupun sangat terbatas dan sehingga harganya menjadi sangat mahal. Tetapi begitu Kopi Luwak terkenal karena acara Oprah dan film Jack Nicholson, tiba-tiba Kopi Luwak membanjir. Kesimpulan saya, sebagian besar Kopi Luwak ini patut kita curigai, apakah benar-benar asli ? Atau cuma karangan belaka ? Beberapa café yang menjual Kopi Luwak, memang mengaku bahwa Kopi Luwak mereka tidaklah 100% murni. Tapi campuran. Ada yang hanya 3% dan ada yang hanya 10%.
Di Vietnam sendiri, perusahaan kopi Trung Nguyen, sedang gencar dan agresif mempromosikan versi mereka tentang Kopi Luwak bikinan Vietnam. Ini kompetisi yang sangat berbahaya. Karena Trung Nguyen sudah membuka toko khusus di airport Changi Singapura, sedangkan kita dari Indonesia, belum ada yang maju dan mempromosikan Kopi Luwak ke laga Internasional.
Menurut Speciality Coffee Association of Indonesia, salah satu proses pasca panen kopi yang unik ala Indonesia, adalah metode yang disebut giling basah. Saya mengutip dari http://www.sca-indo.org/id/keragaman-kopi-indonesia/ cerita tentang proses yang khas ini : “ Sebagian besar petani di Sulawesi, Sumatra, Flores, dan Papua menggunakan proses unik yang disebut sebagai pengupasan basah atau wet-hulling (juga sering disebut sebagai semi washed). Menggunakan teknik ini, para petani mengupas kulit luar buah kopi dengan menggunakan mesin pengupas tradisional yang disebut “luwak”. Biji kopi, yang masih berselaput getah, kemudian disimpan hingga selama satu hari. Setelah masa penyimpanan, biji kopi dibersihkan dari getah dan kopi tersebut dikeringkan dan siap untuk dijual.
Beberapa pabrik penggilingan besar, perkebunan dan koperasi tani di Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Bali memproduksi kopi dengan menggunakan metode pencucian penuh. Pertama, buah kopi yang matang digiling untuk mengupas kulit luarnya. Kopi yang telah dikupas kemudian ditempatkan dalam tangki atau tong untuk difermentasi selama 24 hingga 36 jam. Setelah difermentasi, biji kopi dicuci dan ditebarkan untuk dikeringkan diatas lantai semen atau meja-meja pengeringan. Setelah kering, cangkang atau pergamino menjadi mudah lepas dan rapuh. Kemudian, biji kopi dikupas dalam keadaan kering dan siap untuk disortir menggunakan mesin dan tangan sebelum dikemas dan diekspor. “
Proses unik ini, yang konon meniru proses alami Kopi Luwak yang asli ini, membuat beberapa kopi dari Sumatera Mandheling terangkat kualitasnya. Salah satunya adalah kopi dari wilayah Lintong yang memiliki ketinggian diatas laut antara 1.200 meter hingga 1.500 meter, yang kini disebut sebagai Blue Batak. Sebutan Blue katanya merupakan pujian dan penghargaan bahwa kopi ini memiliki status keningratan. Alias berdarah biru.
Nah, kalau anda penasaran dan ingin merasakan Kopi Luwak yang asli, silahkan saja datang ke Restoran Oasis di Jalan Raden Saleh 47, Cikini – Jakarta Pusat. Disana kami telah menyeleksi satu diantara 30 suplier Kopi Luwak dan benar-benar menemukan yang asli. Supplynya tidak banyak dan sangat terbatas sekali. Harganya juga tidaklah murah. Tapi seperti kata pepatah, duit itu tidak pernah bohong. Dan kami merasa puas dan bangga bisa menyajikan Kopi Luwak yang asli. Bilamana anda ingin sesuatu yang exotic, maka Kopi Luwak di Restoran Oasis adalah satu kenikmatan yang tidak akan anda lewatkan ! Sudah tiba saatnya kita maju dan meng-klaim bahwa Kopi Luwak adalah warisan budaya khas Indonesia. Dan ada proses sertifikasi keaslian-nya ! Karena inilah aset budaya yang harus kita bela dan kita pertahankan. Kopi Luwak 100% milik Indonesia !
Friday, June 11, 2010
PESTA GLOBAL SEPAK BOLA !!
Barangkali ketika Tuhan menciptakan manusia, didalam DNA kita, telah diselipkan atribut khusus tentang Sepak Bola. Buktinya sejarah sepak bola, tidak hanya tercipta dari satu budaya dan satu sumber. Percaya atau tidak sepak bola tercipta bareng-bareng dalam berbagai kebudayaan. Artinya semua orang suka menendang sesuatu yang bundar. Bukti tertua, tentang sepak bola ditemukan di Cina. Konon sekitar tahun 2000 hingga 3000 sebelum Masehi, di jaman pemerintahan kaisar Han, sudah tercatat ada sebuah permainan mirip sepak bola, namanya “Tsu Chu”. Dimana bola disepak kesebuah jaring yang mirip dengan gawang jaman moderen. Permainan bola ini dianggap sangat serius, buktinya dijadikan bagian dari pembinaan kesehatan para prajurit. Malah setiap kali kaisar berulang tahun, permainan bola ini juga digelar. Jadi jangan heran, kalau gosipnya, permainan sepak bola juga digemari di biara Shao-Lin. Sampai-sampai ada film “Shao-Lin Soccer” yang terkenal itu.
Bukan saja bukti-bukti sejarah ditemukan di Cina, tapi juga di Kyoto, Jepang ditemukan bukti-bukti adanya lapangan yang mirip dengan lapangan sepak bola. Dan fenomena ini menyebar dan tersebar diseluruh dunia. Bahkan ditempat terpencil sekalipun. Bangsa Eskimo misalnya, memiliki permainan bola yang disebut Aqsaqtuk. Yang jelas mereka sudah saking lamanya bermain, hingga mereka tidak tahu pasti kapan permainan ini dimulai. Cerita dan legenda permainan ini, di ceritakan turun temurun. Jumlah pemain juga tidak jelas. Tapi pernah dalam sebuah periode, permainan ini dimainkan antara 2 kampung dengan jarak 2 gawang mencapai 10 mil. Bola yang mereka mainkan terbuat dari tulang ikan paus yang dibalut oleh kulit hewan, dan di-isi dengan rambut, lumut, serutan kayu dan bulu hewan.
Permainan bola yang sangat terkenal, tentu saja adalah Tiachtli, yang dimainkan bangsa Aztec. Menurut sejarah, permainan ini juga sudah berusia 3000 tahun lebih. Malah ada yang mengatakan lebih tua dari permainan “Tsu Chu” di Cina. Uniknya permainan bola ini lebih mirip dikatakan gabungan dari sepak bola, basket dan volley sekaligus. Hanya saja pemain tidak boleh menggunakan tangan. Tapi boleh menggunakan kepala, sikut, kaki, dan pinggul. Bola karet sudah digunakan dalam permainan ini. Obyek permainan adalah memasukan bola karet ke gelang batu di-dinding. Jadi bukan gawang yang terdiri dari jaring. Permainan ini diwarnai dengan mistik, politik hingga ekonomi. Penonton permainan ini umumnya kelas elite. Dan mereka bertaruh habis-habisan mulai dari uang, harta benda hingga budak. Pergerakan bola juga diamati oleh para pendeta, karena secara mistis merupakan pertanda astrologis.
Diwilayah-wilayah lain permainan bola juga berkembang secara tradisional. Suku bangsa Indian, memiliki permainan yang dikenal dengan “pasuckuakohowog”, yaitu permainan bola yang dimainkan di pantai dengan jumlah pemain yang sangat banyak hingga seribu orang. Di kepulaun Pasifik, dikenal pula permainan bola tradisional, dengan menggunakan bola dari kelapa dan jeruk besar. Permainan sepak bola, konon masuk Eropa tahun 217 Masehi. Menurut legenda, permainan ini lebih sering dijadikan permainan untuk merayakan kemenangan setelah perang. Juga sebagai intimidasi terhadap musuh. Maka ada kabar, yang mengatakan bahwa tengkorak manusia dijadikan bola pada saat itu. Yang jelas bangsa Romawi sejak dulu telah memiliki permainan bola yang bernama Harpastum. Sama dengan di Cina, permainan bola ini digunakan Julius Caesar, untuk melatih kesehatan para prajuritnya. Bola yang digunakan termasuk kecil, hanya berdiameter 8 inci. Harpastum dimainkan dengan sangat cepat dan keras sekali. Tak heran apabila Harpastum memilih lapangan rumput sebagai lapangan bermain, semata-mata untuk mengurangi cedera. Lewat Harpastum inilah akhirnya Eropa mengembangkan permainan sepak bola moderen. Misalnya di Itali, permainan sepak bola moderen berkembang sekitar abad ke 16, dan disebut dengan nama Calcio. Permainan ini biasanya dimainkan di alun-alun atau yang disebut Piazza. Calcio adalah permainan bola yang sangat populer, sampai-sampai Paus Clement VII, Leo IX dan Urban VIII dikenal sering bermain Calcio.
Sepak bola kemudian menjadi permainan yang sangat populer. Bukan saja dimainkan dilapangan, tapi juga dimainkan di jalan-jalan, gang atau dimana saja ada tanah lapang. Permainan ini dikenal berisik dan mengusik ketenangan sekitarnya. Tak heran apabila, King Edward II, pernah melarang sepak bola dimainkan di Inggris pada tanggal 13 April - tahun 1314. Celakanya sepak bola dianggap melanggar norma-norma agama dan sangat tidak beraturan. Raja-raja Inggris, seperti Edward III, Richard II, Henry IV, Henry VI dan James III, dikenal memiliki peraturan yang memusuhi sepak bola.
Saat ini, sepak bola sudah menjadi histeria global. Konon pada tahun 2002, di World Cup Korea & Jepang, penonton televisi tercatat 28 milyar orang, di 213 negara. Angka ini adalah jumlah penonton selama sebulan. Penonton yang langsung menyaksikan pertandingan langsung di Korea dan Jepang, tercatat, 2,7 juta orang. Dahsyat bukan ? Menurut organisasi Initiative Sports Futures, sebuah organisasi independen yang tidak memiliki hubungan apapun dengan Fifa, pada saat World Cup Final 2006 di Jerman, 54 negara yang disurvey memberikan tabulasi 260 juta penonton pada saat final. Apabila angka tersebut dikalikan ke 200 negara lebih, maka angkanya bisa mendekati 1 milyar orang. Diperkirakan untuk World Cup 2010 di South Africa, jumlah penonton televisi selama sebulan sudah tumbuh pesat menjadi 36 milyar hingga 50 milyar.
Malah ada yang mengatakan bahwa sepak bola memiliki fans di dunia melebihi 4 milyar orang. Seandainya sepak bola itu agama, mungkin inilah agama terbesar umat manusia. Footballism begitu istilahnya, merupakan fenomena tsunami yang mendunia. Fans, begitu fanatiknya terhadap klub dan pemain yang digandrunginya sehingga mereka berteriak histeris, dan mengamuk bilamana klubnya kalah. Di Eropa, klub-klub sepak bola memiliki kekuatan ekonomi yang mengagumkan. Dari royalti hak siar TV saja, untuk English Premiership, rata-rata klub konon mendapatkan $ 50 juta setahun. Belum ditambah European Champions League yang memberikan royalti rata-rata diatas $20 juta setahun. Dari penjualan karcis, klub beken seperti Manchester United dan Liverpool, dalam setahun mereka juga mengantongi penghasilan diatas rata-rata $ 50 juta setahun. Belum lagi penjualan merchandise, sponsorship, dan penghasilan iklan. Sepakbola juga tidak pernah sepi dari incaran investor-investor dunia. Mulai dari entreprenur seperti Malcolm Glazer (yang memiliki Manchester United), Tom Hicks dan George Gillet (pemilik Liverpool) juga Randy Lerner (Aston Villa); hingga investor prestise seperti bilyuner Russia - Roman Abramovich, yang melakukan investasi lebih dari $ I miliar di klub Chelsea. Dan bekas PM Thailand Thaksin Shinawatra yang membeli Manchester City. Beberapa club terkenal sepakbola, penghasilan mereka setahun bisa melampaui $ 4 miliar. Atau diatas 4 trilyun rupiah. Jadi jangan heran apabila transfer pemain sepakbola yang beken bisa mencapai angka kisaran $ 40 juta hingga $ 150 juta. Pada tanggal 12 Juni mendatang, pesta dunia sepak bola bakal digelar di Afrika Selatan. Tabuh genderang ! Saatnya kita berpesta pora. !
Thursday, June 10, 2010
Tuesday, June 08, 2010
KETIKA KITA MARAH DAN MEMAKI SI BIBI !
Pernahkah sekali, istri atau saudara perempuan anda, yang entah apa penyebabnya, suatu hari meledak amarahnya ? Semata karena pembantu rumah tangga atau yang kita sebut si bibi, berbuat sebuah kesalahan yang mungkin sangat sepele, namun korslet dengan sumbu emosi. Maka amarah meletup bagaikan bom atom. Dan si bibi kena caci maki. Sekilas tanpa sengaja, anda mungkin akan merasakan betapa gaya marah dan caci maki istri atau saudara perempuan anda, sedikit banyak punya kesamaan dengan gaya memaki Ibu anda. Terutama saat kita kecil dulu, dan ketika Ibu kita pada suatu saat, meledak amarahnya dan mencaci maki si bibi.
Yang membuat bulu kuduk saya berdiri, adalah kilatan ingatan itu. Seolah menyimpulkan bahwa didalam reflek tindakan kita, tersimpan sebuah referensi tentang cara marah dan mencaci maki si bibi. Dimana referensi itu diwariskan turun temurun. Dan kita belajar dari orang tua kita. Mengerikan bukan ? Barangkali betul, apa yang dinasehati para psikolog. Bahwa anak-anak kita belajar berbicara, dan berbuat dengan meniru orang tua-nya. Bahwa kita belajar mencintai sesuatu dan membenci sesuatu juga lewat orang tua. Sedikit banyak kita juga meniru gaya orang tua ketika marah dan mencaci-maki. Itu sebabnya kalau bisa jangan pernah marah dan memaki didepan anak-anak kita !
Sebenar-benarnya kesempatan kita marah dan mencaci maki secara sistimatis dalam hidup ini sangatlah terbatas. Yang pertama, target kita marah dan mencaci maki, adalah orang terdekat kita, misalnya anak, saudara kandung atau pasangan hidup kita. Itupun kalau hubungan kita babak belur tidak keruan. Dikeluarga yang hubungannya sangat baik, intim, dan harmonis, kesempatan yang pertama tidak banyak terjadi. Yang kedua, adalah bawahan di kantor. Itupun hanya akan terjadi kalau anda punya posisi bagus, dan punya bawahan. Kalau posisi anda biasa-biasa saja, jangan harap anda punya kesempatan ini. Sebaliknya malah mungkin anda lebih banyak menjadi target dimaki. Teman saya punya kedudukan tinggi disebuah perusahaan. Hobbynya marah dan mencaci-maki bawahan. Sungguh ini sebuah cerita betulan. Kasar pula. Segala umpatan bergaya kebon binatang selalu keluar. Anehnya kalau kita sebagai teman-teman biasa bertemu dengannya, ia jauh dari kesan itu. Sangat kalem. Semua staffnya di kantor, mengatakan pasti masa kecilnya tidak berbahagia. Selidik punya selidik, istrinya sangat galak. Ia sangat takut dengan istrinya. Maka sebagai pelampiasan, yang terkena damprat adalah para staffnya.
Kesempatan ketiga dan terakhir, sialnya jatuh kepada si bibi dirumah. Dialah yang secara diskriminatif berada diurutan terakhir, menjadi target termudah yang praktis untuk dimarahi dan dicaci maki. Jadi jangan heran apabila si bibi menjadi target pelampiasan dari banyak orang. Bangsa kita yang sudah beratus-ratus tahun menikmati budaya babu dan jongos sejak jaman feodal, ternyata jauh lebih maju dan beradab. Istilah babu dan jongos misalnya, telah mengalami evolusi penyebutan yang lebih keren. Di masyarakat menengah mereka sudah disebut bibi dan atau suster. Di masyarakat yang lebih trendi mereka disebut “pembokat”. Kalau dimasyarakat atas mereka disebut dengan sebutan bahasa Inggris “my maid” dan “nanny”. Kehidupan sehari-hari kita sedemikian lengketnya dengan topik ini, sehingga kisah-kisah si bibi juga ikut menjadi legenda yang tak terpisahkan secara antropologis dengan kehidupan moderen di republik ini. Misalnya, kita pernah mengangkat salah satu lakon si bibi, menjadi film terkenal seperti “Inem Pelayan Sexy”. Hampir dalam setiap tayangan komedi, entah itu srimulat, ketoprak, lenong, sandiwara TV hingga film, unsur si bibi selalu di “casting” dengan kesungguhan dan keseriusan tersendiri. Peran si bibi atau pembokat harus lucu. Ini formula yang tidak bisa ditawar. Secara tidak sadar sebenarnya si bibi punya peran “glamour” tersendiri.
Beda misalnya dengan negara-negara Malaysia dan Singapura, yang baru saja merasakan budaya ini dalam 30 tahun terakhir. Kecanggihan mereka secara emosional berhubungan dengan si bibi masih sangat terbatas. Itu sebabnya masih banyak kasus si bibi yang mengalami penyiksaan fisik, mulai dipukuli, tidak dikasih makan, hingga disiram air panas di luar negeri. Penyiksaan dan perlakuan yang biadad, tidak jarang memojok-kan posisi si bibi. Sehingga banyak kasus unik dimana si bibi membunuh majikan-nya sendiri di luar negeri.
Marah dan mencaci maki kelihatannya memang sangat buruk. Namun sedikit banyak barangkali sebagai katup pelampiasan, marah dan mencaci maki punya fungsi terapi juga dalam hidup ini. Nah, sialnya kesempatan ketiga atau terakhir untuk kita marah dan mencaci maki secara sistimatis, hanyalah kepada staff pembantu di rumah. Apakah itu supir, satpam, tukang kebun atau si bibi ! Ini adalah benteng terakhir dengan target paling empuk. Yang lucu, andaikata anda punya kesempatan merekam isi kemarahan dan caci maki tersebut dan memutar ulang untuk menganalisanya. Banyak sekali dari isi kemarahan itu yang sangat emosional, tidak rapi logikanya, dan kadang tidak berhubungan jelas antara satu segmen dengan segmen lainnya. Kemarahan itu bisa berlangsung sampai 30 menit, dengan ratusan caci maki. Pokoknya asal marah !
Ketika fenomena ini saya diskusikan dengan beberapa teman ketika ngopi bareng. Mereka tertawa juga. Karena baru menyadari peran marah dan memaki dalam kehidupan moderen mereka. Seorang teman secara sinis punya penjabaran yang beda. Menurutnya, saat ini posisi tawar si bibi sudah berbeda jauh. Dahulu, ketika ia kecil, setiap kali Ibunya marah dan memaki si bibi, maka biasanya si bibi menangis. Lalu reda dan selesai. Si bibi pasrah saja dimarahi oleh majikan-nya. Kesempatan melawan tidaklah banyak.
Jaman sekarang situasinya sangat berbeda. Si bibi kadang punya posisi tawar yang beda. Bukan-nya kita bisa marah dan memaki dengan seenaknya, sebaliknya hidup kita sangat tergantung dengan kehadiran si bibi. Itu sebabnya kalau Lebaran dan musim mudik, berapa banyak diantara kita yang sakit kepala dan rela tinggal di hotel. Karena tanpa si bibi, hidup kita kacau balau. Nah, teman saya itu mencontohkan, bahwa ia punya 2 bibi. Satu untuk mengurus keperluan anak-anak. Satu lagi untuk memasak dan mengurus rumah. Keduanya sudah dilatih dan di training lebih dari 2 tahun. Mereka tahu persis kebiasaan teman saya ini. Pokoknya setiap teman saya pulang dari kantor, rumah rapi bersih, teratur dan kinclong. Inilah kenyamanan dan kebahagian yang tak tertandingi nilainya dengan uang sebesar apapun. Pernah sekali salah satu bibi pulang kampung sebulan mengurus tantenya yang sakit. Maka kehidupan teman saya ini gonjang ganjing penuh dengan stress. Mencari bibi baru, dan melatihnya lagi, seringkali bukanlah solusi terbaik. Karena proses pencocokan kepribadian dan kebiasaan bisa menjadi proses yang menyakitkan. Akibatnya teman saya mengaku takut memarahi si bibi. Malah ia memikirkan bagaimana membuat si bibi semakin betah dan gembira. Kalau saja si bibi hengkang, akibatnya sangat tidak terbayangkan !
Diakhir diskusi kami. Seorang teman dengan polosnya bertanya, “Lha, kalau si bibi tidak bisa kita marahi dan kita maki ? Siapa dong yang bisa kita marahi dan maki ?” Saya tertawa terpingkal-pingkal mendengar pertanyaan itu. Barangkali saatnya kita belajar marah dan memaki diri sendiri. Pasti aman ! Dijamin !
Saturday, June 05, 2010
SEX TAPE - LUNA + ARIEL
Ketika sebuah “sex-tape” (konon ini sebutan resminya), dari sepasang pria dan wanita beradegan mesum yang wajahnya mirip dengan artis Luna Maya dan Ariel Peterpan (konon ini sebutan sopan-nya), bocor di Internet, publik langsung heboh. Seperti biasa hal pertama yang dipertanyakan banyak orang, apakah itu asli. Ini perdebatan sangat seru. Maklum keduanya celebrity panas. Punya kisah kontroversi masing-masing. Uniknya 90% teman-teman yang menonton “sex-tape” itu mengatakan asli. Hanya 10% teman saya yang meragukan dan berkomentar – “ah, hanya sensasi saja !”.
24 jam setelah “sex-tape” itu bocor di Internet, maka ulah teman-teman saya berubah. Kebanyakan yang wanita menunjukan simpati dan rasa kasihan kepada Luna Maya. Mereka mulai menyimpulkan bahwa dalam kasus ini Luna Maya adalah korban. Mereka juga mulai bicara tentang reputasi, dan masa depan karir Luna Maya setelah ini. Teman saya yang pria. Terbagi-bagi dan terkotak-kotak opininya. Namun sebagian besar akhirnya berkomentar kepada tokoh wanita didalam “sex-tape” itu yang mirip dengan Luna Maya. Komentar beragam. Mulai dari bahasa tubuh. Hingga ukuran statistik. Dan badan sang wanita yang mereka sebut “gembyor” dan “kendor”. Vonnis akhirnya “Luna Maya is no longer sexy !” Duh, kasihan sekali !
Benarkah setelah “sex-tape” ini bocor di Internet, maka karir Luna dan Ariel akan punah berantakan ? Jawabannya akan sangat sulit sekali. Teman saya, seorang pemerhati budaya dan musik, mengatakan masyarakat Indonesia lebih pemurah dan mudah melupakan. Menurutnya, toh ini bukan kejadian yang pertama kalinya. Karena menurutnya masih banyak selebriti lain yang mengalami hal serupa di Indonesia, dan beberapa diantara mereka tetap bertahan dan melanjutkan hidup serta karir secara normal. Jadi tergantung tiap individu masing-masing dan gebrakan karir selanjutnya. Namun pertanyaan yang tetap bergema dan sulit terjawab, adalah kenapa “sex-tape” itu dibuat awalnya ? Sebagai ulah iseng ? Untuk souvenir ? Ikut ngetrend seperti artis Hollywood ? Apa motivasi sesungguhnya ? Dan pertanyaan pamungkas, kenapa bisa bocor ? Siapa yang bertanggung jawab membocorkan-nya ? Apakah semua ini merupakah sebuah upaya publisitas ?
Tahun 1985, ketika film St. Elmo Fire meledak di pasar. Semua perhatian tertuju pada aktor ganteng muda Rob Lowe. Spekulasi sangat tinggi. Rob Lowe punya kemungkinan terbaik menjadi aktor nomer satu Hollywood saat itu. Namun pada tahun 1988, sebuah “sex-tape” yang memperlihatkan Rob Lowe berhubungan intim dengan 2 gadis, dan salah satunya masih dibawah umur, mendadak saja menjadi palu godam yang menghancurkan karir Rob Lowe. Ia pun jatuh dan tidak pernah lagi bisa mencapai puncak karir yang ia inginkan. Tahun 1988, menjadi tonggak sejarah “sex-tape” dan awal sebuah fenomena. Bayangkan saat itu saja internet dan “broad-band” belum lagi populer. Belum ada “You Tube” dan “Facebook”.
Setahun kemudian, 1989, sebuah film indie – “ Sex, Lies, and Videotape”, karya Steven Soderbergh meraih penghargaan Palme d'Or di Cannes Film Festival, sebagai film terbaik. Dan aktor James Spader juga dinobatkan sebagai aktor terbaik pada saat yang bersamaan. Steven mengaku, bahwa film itu sendiri dikonsepnya dalam 8 hari dalam sebuat coretan diatas “note-pad” biasa. Film ini menjadi penting, terutama karena mengungkapkan sebuah prilaku baru, dimana kita memasuki sebuah era baru. Didalam film ini, James Spader, seorang psikolog menggunakan video kamera untuk memotivasi para klien-nya untuk membuat video pengakuan tentang kelemahan dan fantasi sex mereka masing-masing. Lalu rekaman ini menjadi sebuah cermin refleksi yang diharapkan memberikan efek terapi.
Sejak itu, budaya mengaku dan mempertontonkan pengakuan kita menjadi sebuah terapi massa yang sangat populer. Seperti sebuah “self-expression” yang mujarab. Dekade 90’an secara massif dipenuhi dengan revolusi kearah “self-expression” mutakhir ini, yang dilengkapi dengan alat-alat, piranti, dan infrastruktur pendukung. Tengok saja budaya “karaoke”. Yang membuka kotak Pandora, bahwa siapa saja bisa menjadi bintang dan berhasil menjadi bintang. Berawal hanya sebagai sarana hiburan para eksekutif. Hingga akhirnya dimanfaatkan menjadi sebuah industri ke “reality TV” seperti “American Idol” yang mencetak jutaan dollar. Blog di Internet menjadi ajang pentas dimana setiap orang bisa punya media 24 jam yang tersedia untuk mempublikasikan apa saja, tanpa harus disensor.
Internet dan adanya kamera disetiap telpon genggam, akhirnya membuat tiap manusia didunia ini, menjadi titik “broadcast” hidup yang berpotensi merekam apa saja. CNN memanfaatkan potensi ini dengan menciptakan program iReport, dimana setiap orang dimana saja, kapan saja bisa merekam satu berita, dan meng-“upload”-nya ke internet secara langsung. “You Tube” tercipta dengan peluang dan potensi yang sama pula. Di internet, pada hampir semua “social media”, seperti “Friendster”, “Tagged”, “Facebook”, dsbnya, anak-anak muda dengan iseng dan nakal memotret dirinya sendiri dengan kamera yang berada ditelpon genggam, lewat cermin. Mimik mereka jail, badung, nakal dan meledek. Kadang dengan ekspresi yang sangat sensual dan kostum yang minim. Lalu tanpa malu-malu meng-“upload”-nya ke internet, dengan nama samaran. Dialam khayal mereka, internet menjadi panggung pentas yang memungkinkan segalanya. Termasuk menjadi tokoh-tokoh khayalan seperti di video-games dan film serial.
“Self-Expression” yang menular dan menjalar ini, akhirnya masuk juga ke kamar tidur. Masuk ke area tabu dan terlarang, yaitu hubungan sex. Sejak itu “sex-tape” mulai menjadi komoditi pornografi. Yang menarik tentunya ketika selebriti ikut membuatnya dan sekaligus membocorkan-nya ke publik. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Hollywood, seperti “sex-tape” terkenal Paris Hilton, Carmen Electra, Britney Spears, hingga Pamela Anderson. Tetapi juga ke Asia. Termasuk kasus-kasus Bollywood. Kasus heboh Edison Chen di Hong Kong misalnya, yang melibatkan sejumlah artis tenar seperti Cecilia Pak-Chi Cheung, Gillian Yan-Tung Chung, Bo Bo Man-Wun Chan dan Rachel Sze-Wing Ngan membuat semua orang tercengang. Indonesia ternyata juga ikut terjerat budaya yang sama.
Saya jadi ingat ucapan dan ramalan Andy Warhol, ketika didalam katalog pameran-nya di Moderna Museet – Stockholm, 1968 - beliau menulis, dimasa depan semua orang akan terkenal mendunia selama 15 menit. Ramalan itu ternyata benar ! Barangkali inilah saat 15 menit milik Luna Maya dan Ariel. Sedangkan untuk sebab dan motivasinya, tidak akan pernah ada yang tahu. Teman saya yang pemerhati budaya dan musik hanya berkomentar dengan bijak. Dunia artis kita tidaklah didominasi oleh keabadian dan keindahan yang diperlihatkan artis seperti Muchsin dan Titik Sandhora, atau Widyawati dan Sophan Sophian. Dimana mereka mampu melegenda dan menjadi aikon puluhan tahun. Umur ketenaran seorang artis semakin pendek karena kompetisi dan suasana saingan yang sangat kejam. Seorang artis yang gagal menciptakan satu sensasi dalam 3 bulan. Maka dalam 6 bulan berikutnya, dia akan dilupakan orang. Itu sebabnya ada istilah “Rindu Tayang” dikalangan para artis. Dan secara nilai serta makna, kadang sebuah “bad publicity” akan sama efek dan kedahsyatan-nya dengan publisitas positif lainnya. Dititik inilah sebaiknya kita berhenti mencari. Membiarkan Luna Maya dan Ariel memberikan jawaban versi mereka sendiri. Berikan pula kesempatan kepada waktu untuk bersaksi ! Saatnya kita menjadi penonton yang baik. Menyimak dan mencerna.
Subscribe to:
Posts (Atom)