Wednesday, January 06, 2010

SBY DAN SUN TZU



Saat itu terdengar gossip, Megawati dan SBY berseberangan dan cekcok, saya meramal SBY akan jadi musuh dan bersaing dengan Megawati di Pemilihan Presiden. Seorang petinggi partai yang mendengar ramalan saya mencibir. Menurutnya tidak akan ada calon wakil presiden yang pas bergandeng dengan SBY. Waktu itu saya menjawab enteng, bahwa Jusuf Kalla bisa saja menjadi kuda hitam yang berpotensi. Ramalan saya benar-benar kejadian. Dan SBY terpilih menjadi presiden.

Tak lama kemudian, seorang cenayang berbisik, ramalan-nya SBY bakal terpilih lagi setelah menyelesaikan periode pertama. Saat itu giliran saya yang mencibir. Karena perhitungan saya, dengan dinamika demokrasi Indonesia yang begitu cepat, bakal muncul bakat-bakat baru yang luar biasa untuk tampil kedepan. Ternyata perhitungan saya meleset. Pimpinan Nasional Indonesia enerji dinamisnya melambat. Dan partai politik gagal merapatkan barisan dan memperkokoh ‘leadership’-nya. Hampir semua dirundung konflik dan banyak yang pecah dan menciptakan partai sempalan baru.

Sebelum kampanye mulai, seorang wartawan bergosip, bahwa kubu SBY sangat percaya diri. Sehingga muncul anekdot bahwa SBY pasti menang biar-pun calon wapres-nya adalah sendal jepit sekalipun. Tak lama kemudian Jusuf Kalla membuat deklarasi bahwa ia akan maju ke pemilihan presiden. Konon Jusuf Kalla membuat deklarasi itu gara-gara ia tahu tidak akan dipinang lagi oleh SBY. Maka langkah itu dibuatnya sebagai langkah agresif agar tidak ‘kehilangan muka’. Kalau kita meminjam ‘wisdom’ dari Jendral Perang SUN TZU yang hidup 400 tahun sebelum Masehi dan teori perang-nya, maka SBY telah melakukan kesalahan fatal yang pertama, karena menurut SUN TZU : “Keep your friends close, and your enemies closer.” Artinya kalaupun SBY ingin maju tanpa Jusuf Kalla di periode ke dua, mestinya ada skenario cantik untuk SBY merangkul Jusuf Kalla agar lengser tapi tetap mendukung SBY dan menambah kekuatan. Bukan menjadi potensi kompetitor, walaupun kubu SBY sudah berhitung bahwa Jusuf Kalla tidak akan punya kesempatan menang.

SUN TZU sendiri memiliki 5 kalkulasi untuk bisa menang perang. Pertama yang disebutnya The Way. Yaitu ideologi dan kebersamaan visi dan misi agar semua prajurit mengikuti perintah atasan-nya dengan baik dan sempurna. Tanpa motif yang berbeda-beda. Tanpa ada ancaman pihak-pihak yang berkhianat dan menyebrang ke pihak musuh. Kedua, yang disebutnya The Heaven, yaitu faktor alam dan lingkungan. Bertempur di musim hujan dibanding dengan musim panas jelas akan beda. Ketiga adalah The Ground, atau medan pertempuran. Ke-empat adalah The General, yaitu kualitas sang pemimpin atau jendral yang memimpin perang dengan memperlihatkan ke suri tauladan, dengan kredibilitas, pengabdian, keberanian dan disiplin. Semua merupakan tampilan seorang pemimpin yang adil bijaksana. Kelima adalah The Law, yaitu manajemen perang itu sendiri. Bagaimana mengatur kesejahteraan prajurit dengan logistik dan organisasi yang teratur dan sempurna. Setiap pihak yang ingin menang mutlak melakukan kalkulasi kelima elemen ini dengan cermat. Gagal berhitung akibatnya akan fatal, begitu peringatan SUN TZU.

Untuk bisa menang menjadi Presiden dalam sebuah pemilu di Indonesia jelas tidak akan pernah murah. Lihat saja iklan para calon presiden dalam pemilu yang lalu. Dan hitung saja berapa biaya-nya memasang iklan di koran, radio dan televisi. Belum lagi bendera, baliho, poster, selebaran dan billboard. Seorang praktisi periklanan mengatakan bahwa minimal kampanye se-intensif pemilu baru akan efektif dengan biaya diatas 500 milyar. Belum lagi biaya-biaya kampanye di daerah-daerah, seperti biaya perjalanan, biaya mengumpulkan massa, biaya artis, panggung, menyewa tempat, dan biaya-biaya logistik seperti upah dan gaji ‘event organiser’ dsbnya. Bisa jadi jumlahnya jauh berlipat ganda. Belum lagi ‘fee’ untuk konsultan komunikasi, konsultan PR, dan konsultan tim kampanye. Pasti tidak akan sedikit. Seorang teman saya memperkirakan biaya 2 trilyun untuk sebuah kampanye yang lengkap dan efektif.

Nah, biaya logistik sebesar itu tentu saja tidak akan datang dari kocek pribadi calon presiden. Pasti juga tidak datang dari langit. Demokrasi di Indonesia akan sehat, kalau para partai politik punya sumber keuangan yang sehat datang dari iuran para anggotanya. Sehingga partai politik tidak usah pusing memikirkan logistik dan sibuk mencari uang kanan dan kiri. Efeknya akan ada oknum yang selalu mengatas namakan partai politik dan menjual nama partai politik untuk berbisnis. Karena partai politik tidak pernah transparan menjelaskan dana logistiknya, jadi jangan heran kalau ada kecurigaan dan gosip macam-macam. Seorang teman wartawan secara humor mengatakan kepada saya, bahwa andaikata buku “Gurita Cikeas” yang heboh itu benar adanya, maka terlihat jelas bahwa SBY masih meniru cara-cara Suharto dalam mengelola logistik lewat Yayasan. Ini cara yang kuno. Mestinya SBY dan timnya punya cara-cara inovatif untuk ‘reinventing the system’. Jadi kesimpulan saya, SBY gagal berhitung secermat nasehat SUN TZU.

Barangkali itu sebabnya semua keruwetan yang sedang terjadi saat ini, adalah akibat sistim operasional yang banyak bolongnya. Mulai dari skandal Bank Century sampai pada cerita kemewahan Toyota Crown Royal untuk para menteri, SBY kelihatan ‘keteter’ mengurusi komunikasi dan PR. Dalam teori klasik The 36 Stratagems, strategi nomer 13, berbunyi “mengebrak rumput untuk mengusir sang ular”. Strategi ini memiliki pola pikir yang sederhana dan efektif. Kalau musuh tidak terlihat, ibarat ular yang tertutup rumput, maka kita membuat aneka keributan untuk membangungkan ular dan sekaligus mengetahui posisinya dimana. Ular panik, membuat kesalahan dan mudah diserang. Itu teorinya. Kalau SBY sampai terpeleset gara-gara strategi ini, rasanya akan konyol ‘banget’.

Akhirnya saya sempat ketemu dengan cenayang yang meramalkan SBY akan terpilih kedua kalinya. Iseng-iseng saya tanya apa ramalan-nya. Beliau mengatakan SBY cuma punya waktu satu bulan lagi. Almanak Cina tahun 2009 berada dalam zodiak tahun Sapi, dimana kebetulan SBY juga berulang tahun ke 60, September lalu dan karena SBY juga lahir di zodiak tahun Sapi maka tahun 2009 memang tahun puncak SBY. Masalahnya setelah 14 Pebruari 2010, zodiaknya berganti dengan zodiak tahun macan metal. Dan ini tidak akan menguntungkan SBY. Tahun 1998, dimana merupakan tahun reformasi Indonesia, juga berada di zodiak tahun macan, dan biasanya tahun gonjang ganjing dengan sejumlah perubahan besar. Sang cenayang memberi nasehat bahwa SBY harus bermain sulap secara nasional kolektif untuk menambal semua kebocoran dan menyelesaikan semua permasalahan tuntas sebelum 14 Pebruari 2010.

Lalu saya tanya apa jadinya bila SBY gagal membereskan masalah dalam satu bulan kedepan ? Sang cenayang cuma menarik nafas dalam-dalam. Menurutnya sang skenario bisa sangat bervariasi dan runyam. Bisa saja opisisi SBY minta SBY mengorbankan orang-orang tertentu. Dan terjadi reshufle kabinet, dengan poros kekuatan koalisi berubah. Partai politik tertentu akan lebih berkuasa di kabinet dan di senat. SBY bisa menjadi sangat lemah dengan posisi tawar yang tidak menguntungkan. Atau kalau SBY kembali cermat berhitung ala SUN TZU, SBY bisa membalik situasi dan bertambah kuat. Sebuah tantangan yang tidak mudah !

No comments: