Tuesday, March 04, 2008

SURAT DARI SEATTLE - SAN FRANCISCO

Alkisah, didalam pertempuran dan peperangan dunia kelam pemasaran, ada satu kata baru yang sangat ajaib. Kata itu adalah “artisan”. Inilah mantra baru, yang sedang digandrungi dimana-mana. Konon kata „artisan“ dikenal ratusan tahun sebelum Masehi, dimana seorang artis dikenal memiliki semangat/ passion yang luar biasa, sehingga selalu berpikir kreatif untuk melakukan sesuatu kalau perlu dengan manual tidak dengan mesin, lewat proses terlama untuk menciptakan karya yang tersempurna. Sehingga para „artisan“ dikenal lewat gaya mereka yang khas. Yang tidak dimiliki orang lain.

Ditengah jaman teknologi nano yang super cepat, dan semuanya berbeda dalam siasat pemasaran yang serba plastik dan membingungkan, “artisan” dianggap sebagai alternatif sejati yang luhur dan sejati. Merekalah yang dianggap jurukunci yang memegang tradisi dan resep-resep sejati. Minggu lalu, ketika saya mampir ke Seattle dan San Francisco, saya melihat “artisan” sebagai virus Marketing yang mewabah kemana-mana. Ketika saya menjejakan kaki di Seattle, teman saya langsung mengajak saya ngopi di café favorite saya, yaitu Stumptown, di 616 East Pine Street. Saya mengenal Stumptown, tahun lalu ketika ke Portland. Mereka adalah kaum “artisan” baru yang dikenal selalu “roasting” kopi mereka dalam jumlah kecil untuk mempertahankan kesempurnaan rasa dan aroma. Tidak pernah terburu-buru. Begitu kilah mereka. Karena kopi harus dinikmati perlahan dan lambat-lambat. Kali ini kopi yang saya nikmati adalah dari Indonesia yaitu Blue Batak. Ini kopi Indonesia yang sedang naik daun. Ditanam hanya di dataran tinggi Sumatera Utara. Kopi Blue Batak hanya bisa anda peroleh di kedai-kedai kopi ternama. Di Seattle saya hanya menemukannya di satu Gourmet Supermarket, yaitu Whole Foods. Kopi ini dikenal sangat “smooth”, aromatik dengan rasa rempah-rempah yang khas Indonesia. Luar biasa sekali. Konon sebutan Blue Batak adalah pembanding sebutan yang hanya boleh dipakai untuk kelompok ningrat kopi seperti kopi Blue Mountain yang terkenal itu. Dan kopi Blue Batak memang rasanya selangit.

Setelah itu saya diajak ke supermarket QFC milik kelompok Kroger, yang merupakan supermarket high-end mereka dengan gaya gourmet yang sangat khas. QFC adalah singkatan Quality Food Centre. Dibagian bakery, lagi-lagi saya terkejut, karena melihat rak khusus yang diberi label “Artisan Bakery”. Roti-roti yang dijual disini semua datang dari bakery kecil-kecil, dan kebanyakan hanya memiliki staff kurang dari 5 tetapi tiap hari pemiliknya sendiri yang membuat roti dengan proses tangan, layaknya seorang artis. Semua dilakukan dengan semangat dan kecintaan yang tinggi untuk mendapatkan roti yang paling sempurna. Hari itu saya keliling kota menikmati “artisan pizza” dan juga “artisan chocolate” dibeberapa toko yang sangat unik.

Esok harinya kami berangkat ke San Francisco, dan menginap di Hotel Argonaut, dekat dengan Fisherman’s Wharf yang terkenal. Dari sini anda bisa melihat dengan jelas bekas penjara Alcatraz dan jembatan Golden Bridge yang beken itu. Gedung hotel Argonaut dibangun tahun 1907 dan dulunya dipakai sebagai pabrik pengalengan dari produk Del Monte yang terkenal. Hotel Argonaut adalah dimiliki oleh group Kimpton yang memiliki sejumlah hotel butik di Amerika. Awalnya hotel ini berasal dari visi luar biasa Bill Kimpton yang wafat tahun 2001. Dialah ‘artisan hotelier’ yang menjadi pionir sesungguhnya. Kini Kimpton memiliki 43 hotel diseluruh Amerika, dan motto atau slogan mereka adalah „every hotel tells a story“. Motto atau slogan ini benar-benar dijadikan mantera keramat. Lokasi hotel mereka selalu berasal dari gedung yang memiliki sejarah dan legenda yang unik. Dan mereka selalu menciptakan thema-thema yang unik. Hampir disemua hotel, misalnya „bath-robe“ dikamar selalu didesain berwarna putih, tetapi tidak di Kimpton. „Bath-robe“ di hotel Kimpton justru didesain mirip kulit macan Leopard. Sebuah sentuhan yang jenaka.

Malamnya kami makan di resto Seafood terkenal McCromick & Kuleto’s. Dan ketika selesai makan lalu tiba giliran makanan pencuci mulut, saya tidak lagi bisa mengelak untuk memesan “artisan cheese platter”. Sejumlah keju dari kaum “artisan” di California disajikan dalam potongan kecil-kecil. Benar-benar selangit rasanya. Usai makan kami ngobrol tentang fenomena “artisan” ini. Semua setuju, ditengah kericuhan dan hiruk pikuk apapun yang serba massal, dan perbedaan-perbedaan yang marginal, „artisan“ adalah rayuan baru yang memukau.

No comments: