Monday, March 17, 2008

CHANGE OR DIE

Sejak kecil, kita dibentuk dan terbentuk oleh sejumlah prilaku yang kemudian membentuk sebuah pola. Inilah yang seringkali disebut kebiasaan. Kalau orang tua melakukan sesuatu terhadap anaknya yang dianggap nyeleweng, seringkali kakek dan neneknya protes : “Tuh, kan …jangan dibiasakan begitu ! Nanti anaknya jadi manja” Teman saya selalu mengkritik ketiga anaknya yang tidak pernah mau bangun pagi. Ia meneceritakan bagaimana dulunya, ia sebagai pemuda yang miskin, selalu bangun jam 4 pagi untuk mulai bekerja. Dan baru tidur menjelang larut malam. Buatnya anak-anaknya yang terbiasa bangun siang, adalah tanda-tanda kemalasan dan keborosan. Anaknya tetap tidak berubah. Hingga kini setelah lulus kuliah, tetap saja bangun siang. Barulah akhirnya sang Ibu yang bercerita bahwa kenapa anak-anaknya selalu bangun siang, karena memang dibiasakan sejak kecil. Dulunya sang Ibu merasa kasihan kalau harus membangunkan anak-anaknya terlalu pagi. Alasannya, ia ingin anaknya menikmati hidup yang lebih baik ketimbang nasib bapaknya yang selalu harus bekerja keras. Tindakan itu berlanjut menjadi kebiasaan, yang kini menurut sang ayah adalah sikap pemalas.

Percaya atau tidak nasib kita memang ditentukan sedikit banyak oleh kebiasaan kita. Entengnya, kalau anda mau sukses, maka yang anda harus ubah adalah pola kebiasaan kita. Alan Deutschman, direktur eksekutif perusaan konsultan “Unboundary”, menulis sebuah buku berjudul ‘CHANGE OR DIE’. Menarik banget. Menurut Alan, kita memiliki 3 kunci penting untuk berubah. Yaitu berubah untuk mengubah harapan, dengan harapan baru. Misalnya dari miskin menjadi kaya raya. Lalu berubah dengan belajar menguasai kemahiran baru. Dan yang terakhir adalah mengubah pola pikir kita. Dengan ‘new thinking’ untuk mengatasi segala kemacetan dan kebuntuan.

Menjelang berakhirnya semester kedua 2007, harga saham Starbucks jatuh 40%. Padahal revenue Starbucks di kuartal terakhir naik dari 2 milyar dolar menjadi 2.44 milyar dolar. Lalu apa yang menyebabkan saham Starbucks turun drastis. Pertama para investor merasa, pengembangan Starbucks didalam Amerika mendekati titik jenuh. Tanda-tanda itu terlihat dari jumlah konsumen yang mengunjungi Starbucks di Amerika mulai menurun. Juga para investor mulai mewaspadai ekonomi Amerika yang mulai gonjang ganjing. Dan melemah.

Untuk mengatasi krisis ini, Starbucks harus berubah. Bukan perubahan yang sederhana. Tetapi revolusi total. Pada tanggal 7 Januari 2008, Howard Schultz Chairman Starbucks yang sudah pensiun 8 tahun, didaulat untuk kembali menjadi CEO dan memecat CEO lama Jim Donald. Langkah ini merupakah kunci pertama yang dikatakan Alan didalam bukunya “Change or Die” yaitu menciptakan ‘new hope’ atau harapan baru.

Menyusul langkah kedua, yaitu ‘new skills’, Starbucks melakukan revolusi yang gila. Pada tanggal 26 Pebruari 2008, dari jam 5 sore hingga jam 9 malam, Starbucks menutup lebih dari 10.000 kedai kopinya di Amerika semata-mata untuk training, bagaimana menjadi ‘barista’ handal untuk membuat kopi yang sempurna. Langkah edan ini, konon merupakan agenda nomer 8 dari Howard Schultz untuk "teach, educate and share our love for coffee." Dalam kamus Howard Schultz langkah ini dipandang perlu sebagai terapi jitu untuk mengembalikan romantisme dan roh sejati dari Starbucks. Para kritik rata-rata skeptis, karena training 3.5 jam dianggap mengada-ada. Dan menjadi barista handal rada tidak mungkin dilakukan dalam 3.5 jam. Barista adalah kemahiran yang umumnya dipelajari, ditekuni, dan diperoleh bertahun-tahun, dengan kecintaan terhadap kopi yang mutlak harus luarbiasa. Tanpa pamrih dan tanpa kompromi. Apapun juga dalihnya, tindakan Howard Schultz mengundang perhatian media yang sangat luarbiasa. Tindakan ini menjadi aksi PR yang sangat luarbiasa. Semua media besar Amerika meliputnya dengan sangat antusias. Minimal Howard Schultz berhasil membuat konsumen Amerika menoleh dan menyimak dengan seksama langkah dari Starbucks.

Bisnis Starbucks dalam beberapa tahun terkahir ini, memang digerogoti kompetisi agresif dari kedai kopi sejenis dan juga dari waralaba pesaing seperti McDonald’s dan Dunkin’ Donuts yang bersaing dengan meluncurkan kopi berkualitas tinggi. Usai melakukan tindakan revolusi yang heboh itu, beberapa hari kemudian, Starbucks memasang iklan satu halaman di berbagai media cetak di Amerika. Tujuan-nya untuk menggebrak pemikiran konsumen. Inilah kunci ketiga yang disebut ‘new thinking’. Didalam iklan itu disebutkan bahwa Starbucks berjanji untuk menyajikan kopi yang maha sempurna. Kopi Starbucks memiliki 87.000 kombinasi dari rasa, cara membuat kopi, jenis dan jumlah kreamer yang digunakan, plus jenis dan jumlah pemanis. Janji kesempurnaan inilah yang diumbar Howard Schultz. Apakah Starbucks berhasil atau tidak ? Memang membutuhkan waktu untuk membuktikannya. Yang jelas Howard Schultz tau betul rahasia survival Starbucks, yaitu berubah atau mati. Cuma itu pilihan-nya. Tidak lebih dan tidak kurang !

No comments: