Tuesday, August 28, 2007

THROUGH A CHILD'S EYES

Saya suka tertawa bila mendengar makian :”Ah, elu….. kaya anak kecil aje !” Seolah dunia anak-anak itu ngak mutu. Jauh dibawah standar berpikir kita. Kita selalu meremehkan mereka. Perspektif dan atau pandangan anak-anak dianggap menyesatkan. Yang dijadikan panduan acap kali cuma cara berpikir orang dewasa. Kata orang, cara berpikir orang dewasa dianggap matang, penuh perhitungan, dan rasional.

Suatu pagi di Bandung, saya bergegas dari kamar hotel menuju “coffee shop” untuk sarapan pagi. Didalam lift saya terjebak dengan sekelompok anak-anak kecil. Kelihatan mereka sangat resah. Tidak sabar ingin segera sampai di ‘coffee shop’. Mereka saling dorong diantaranya. Salah satu anak meraba tombol lantai lift dan memencet semua lantai. Sekujur tubuh anak-anak ini seperti diselimuti adrenalin dan rasa penasaran yang begitu besar. Sedangkan para suster yang menemani anak-anak ini berdiam diri seperti ‘zombie’ yang acuh tidak acuh.

Ketika pintu lift terbuka, ‘brrrr……’ mereka semua lari berhamburan. Langsung mereka menyerbu meja makanan, dan mengambil hampir semua makanan yang tersedia. Tak lama kemudian, makanan cuma diutak-atik seperlunya. Dimakan sedikit saja. Dan sisanya dibiarkan bertumpuk. Sang suster tiba-tiba repot berusaha menyuapi mereka. Tidak seluruhnya berhasil. Maka para orang tua mulai bereaksi. Memerintahkan mereka untuk diam dan makan secara benar. Sebagian menurut, sebagian melawan. Orang tua mulai bertanya : “Kalau ngak mau dimakan ? Kenapa tadi diambil ?”. Para anak dengan sekenanya menjawab :”Ngak enak !” Selesai perkara.

Pemandangan yang biasa bukan ? Tetapi peristiwa itu membuat saya teringat pada salah satu kuliah pemasaran saya. Saat itu sang dosen bercerita tentang tekhnik imajinatif untuk melahirkan ide-ide besar. Menurut sang dosen, didalam pemasaran salah satu alat bantu yang kreatif justru adalah perspektif anak-anak. Cara berpikir para anak-anak sangat sederhana. Umumnya cuma lurus pada satu hal tertentu. Dan sangat singkat. Mereka mudah bosan. Perhatikan baik-baik permainan video, yang dirancang khusus untuk Playstation atau Xbox. Umumnya permainan ini didesain dengan perspektif anak-anak tadi. Tidak kompleks melainkan sederhana, fokus pada satu titik, tetapi memiliki magnet yang mampu membuat anak-anak lekat pada game itu berjam-jam. Karena game itu biasanya mampu mengusik rasa penasaran sang anak.

Perspektif anak bisa sangat kreatif. Misalnya anda memiliki masalah yang sangat kompleks, butuh pemecahan lugas. Maka metode ini seringkali bisa menjadi solusi yang jitu. Yang anda harus lakukan, cukup memejamkan mata, dan membayangkan kalau anda adalah anak kecil. Langkah berikutnya adalah membayangkan tindakan anak kecil ini. Dalam kuliah tadi sang dosen memperlihatkan beberapa film pendek. Yang pertama diperlihatkan seorang anak sedang minum susu. Tetapi susunya terlampau banyak. Sang anak hanya minum 5-6 menit, setelah puas dan kenyang, maka ia bermain dengan susu itu. Nasehat sang dosen, kalau kita mendesain sebuah produk atau sebuah promosi, konsumen hanya akan memberikan perhatian kepada kita sepersekian detik atau menit. Gagal membuat konsumen penasaran dalam waktu sesingkat itu, produk atau promosi kita akan gagal pula.

Dalam film kedua, diperlihatkan seorang anak bermain mobil-mobilan. Sang anak terlihat asyik sekali bermain, mulai dari bermain balapan, hingga mobil perang-perangan. Setelah asyik bermain dilantai, sang anak pindah bermain di ranjang, menggunakan bantal yang ditumpuk, seolah mobil melewati rute yang bergunung dan berbukit-bukit. Sang anak mampu bermain berjam-jam. Dosen kami lalu menceritakan bagaimana suksesnya kasus studi mainan merek Matchbox. Yaitu mainan mobil-mobilan yang kecil, seukuran kotak korek api. Awal mulanya Leslie Smith pada tahun 1948, menciptakan mainan mobil seukuran kotak korek api agar bisa dikantongi anak-anak kemana saja ia pergi. Ide sederhana ini ternyata jitu. Disamping kecil dan bisa dibawa kemana-mana. Harganya yang tidak terlampau mahal, membuat anak-anak asyik dan penasaran untuk mengoleksinya. Dengan ruang main yang terbatas dirumah, anak-anak bisa menciptakan dunianya sendiri dan bermain dengan 10-20 mobil Matchbox sekaligus. Konon model sukses Matchbox ini kini ditiru oleh merek-merek ternama pembuat tas, arloji, dan sepatu olahraga, untuk mensimulasi rasa penasaran yang sama. Buktinya ada eksekutif yang mengoleksi lebih dari 20 jam Rolex. Atau ada seorang selebriti yang mengoleksi lebih dari 3 lusin tas Hermes. Tingkah laku mereka mirip anak-anak yang mengoleksi mainan Matchbox. Tidak berbeda sama sekali ! Jadi jangan pernah meremehkan perspektif anak-anak. Mereka mungkin melihat dunia dengan pandangan yang berbeda. Sederhana dan ringkas. Tetapi pandangan kita saat dewasa - bukankah juga berawal dari perspektif yang sama ?

No comments: