Seorang teman baru saja mengalami kebangkrutan. Beberapa teman dan kolega, berbisik-bisik bergosip ria, membahas kebangkrutan itu. Hampir semuanya menyalahkan tentang sikap teman kami yang terlalu berani mengambil resiko besar. Sehingga akhirnya jatuh terperoksok dalam kebangkrutan. Serba salah memang. Terkadang didepan mata datang sebuah peluang. Tetapi kita takut mengambilnya. Sehingga peluang itu raib begitu saja. Dan kita malah diejek tidak punya nyali atau keberanian. Sebaliknya, peluang datang, kita sambar, akhirnya bangkrut, lagi-lagi yang disalahkan nyali dan keberanian kita. Disini kita dianggap ceroboh terlalu bernyali. Serba salah bukan ? Andaikan saja nyali atau keberanian, dijual dalam bentuk permen, saya pasti akan selalu sedia didalam kantong, begitu komentar seorang teman saya.
Sayangnya nyali atau keberanian tidak dijual sepraktis dalam kemasan permen. Keberanian atau nyali lebih mirip dengan stamina. Bayangkan anda sedang dalam sebuah lomba marathon. Anda sudah berlari sekian lama, otot anda sudah nyeri dan pegal-pegal. Nafas anda pendek-pendek. Tubuh sudah mandi keringat. Dan didepan anda 100 meter lagi terlihat pita garis finish. Pada detik itulah, anda yang memutuskan. Menyerah dan menjatuhkan diri anda kebumi. Atau sekali lagi menarik nafas dalam-dalam, mengerahkan semua otot dan tenaga anda untuk berlari lagi dan merangkul pita finish. Itulah nyali atau keberanian. Mirip extra stamina. Tidak semua orang memilikinya. Konon hanya para juara yang terlatih memiliki dan memahaminya.
Kabar baiknya nyali atau keberanian bisa dilatih. Tetapi syarat utama harus dipenuhi terlebih dahulu. Yaitu anda harus punya mental juara. Juara bisnis, umumnya punya naluri untuk masuk ke bisnis yang mereka yakin akan menang. Jadi misalnya ada peluang bisnis dengan resiko kecil, tetapi kita tidak memahami bisnis itu, jangan gegabah untuk mencoba masuk kebisnis itu. Pengalaman saya, lebih dari 70% bisnis yang gagal, kebanyakan disebabkan oleh gagal manajemen. Artinya peluangnya bagus, tetapi gagal karena manajemennya salah urus. Kadang latah dan ikut-ikutan menjadi penyebab gagal manajemen dalam kasus ini. Misalnya saja, sekarang sedang tren membuat toko donat, maka kita rame-rame ikut bikin toko donat. Karena kurang pemahaman, biasanya kita terjebak berbuat kesalahan yang terlihat sepele pada awalnya, lalu menumpuk menjadi kesalahan berlapis yang cenderung menjadi awal bencana.
Juara bisnis kadang, masuk kedalam sebuah bisnis yang beresiko tinggi. Tapi ia punya pengalaman dan pemahaman yang mendalaman. Dalam kasus ini, ia cuma mengambil posisi ”underdog” saja. Ibarat lomba mobil Formula One, ia tidak mendapat start didepan. Biasanya ia punya perhitungan untuk menyalib didalam pertarungan didepan. Itu sebabnya ia terlihat memiliki nyali atau keberanian. Nyali atau keberanian seringkali datang bukan karena nafsu yang sifatnya tiba-tiba melainkan karena perhitungan khusus, yang didapat para juara bisnis dari bertahun-tahun pengalaman.
Kalau anda ingin belajar punya nyali atau keberanian dalam bisnis, saya punya sejumlah tips yang saya kumpulkan dari para juara bisnis. Pertama-tama nyali atau keberanian, datang dari pengalaman dan kefasihan. Kalau anda sudah berpengalaman dan fasih naik sepeda, maka anda berani naik sepeda dengan gaya lepas tangan. Bayangkan dirumah anda ada tangga yang menghubungkan lantai satu dan lantai 2. Tangganya sedikit curam. Tetapi karena anda sudah sangat sering menggunakan-nya maka anda bisa saja naik dan turun tangga dengan setengah beralari dan cepat sekali. Jadi nyali dan keberanian, sumbernya adalah pengalaman. Yang anda harus lakukan adalah memberdayakan pengalaman anda. Ini langkah awalnya.
Kedua, juara bisnis selalu mulai dengan sesuatu yang kecil dan melakukannya perlahan-lahan. Istilah keren-nya ”starts small and slow”. Juara bisnis hampir semuanya memiliki rute sukses dengan pola ini, kecil dan perlahan-lahan. Pernah saya berdialog dengan seorang pengusaha tentang teori ini. Beliau menuturkan, bahwa dalam bisnis, hitungan yang paling penting adalah ”exit strategy”. Kalau bioskop atau gedung perkantoran, harus ada ”emergency exit”, maka dalam bisnis situasinya juga mirip. Dalam bisnis, ada pameo yang mengatakan ”jangan mudah menyerah !”. Seth Godin, pengarang buku ”The Dip” mengatakan hal itu adalah nasehat yang buruk. Justru menurut Seth Godin, juara bisnis, umumnya sangat paham dan ahli untuk menyerah. Bukan sembarang menyerah, tetapi menyerah pada waktu yang pas. Nah, kalau anda start bisnis dengan modal dan skala kecil, andaikata macet, maka dengan mudah anda bisa ”exit” tanpa harus menderita kerugian besar. Lagi pula sesuatu yang kecil lebih mudah dikendalikan daripada sesuatu yang besar dan kompleks.
Nasehat yang terakhir, rada unik. Menurut seorang juara bisnis, setiap bisnis pasti punya resiko. Ada yang besar dan ada yang kecil. Yang besar resikonya membuat kita tidak nyaman dan mengagalkan nyali atau keberanian kita. Tetapi kalau kita mundur, sebenarnya itu resiko juga. Bisa saja peluang itu akhirnya diambil oleh kompetitor kita, yang belakang hari bukan mustahil akan merepotkan kita. Kadang ini perhitungan yang sering diambil oleh para juara bisnis. Seorang pengusaha bercerita bahwa ia sering dikritik serakah dan tanpa perhitungan, karena banyak mengambil bisnis-bisnis resiko tinggi. Ia bercerita bahwa motif sesungguhnya adalah justru ia ingin memagari kompetitornya. Orang lain yang tidak tahu ceritanya, selalu menganggap ia bernyali besar. Padahal ia justru penuh perhitungan
No comments:
Post a Comment