Saturday, February 12, 2011

KUE RANJANG ALA IMLEK



Dalam kepercayaan orang Chinese, sebelum Imlek, dewa Dapur atau yang dikenal dengan nama Zao Jun atau Zao Shen, akan pergi ke Surga dan melapor kepada Kaisar Langit atau Yu Huang. Dia akan melaporkan tindak tanduk seluruh keluarga selama setahun. Mirip acara bagi rapor di sekolah. Konon yang rapornya merah akan menentukan perolehan rejeki ditahun mendatang. Begitulah kisahnya. Tak heran di ASEAN, di Negara-negara yang banyak penduduk Chinese, dewa Dapur memiliki tempat yang sangat istimewa. Terutama di Vietnam. Karena dewa Dapur dianggap sebagai penghubung yang paling kritis, maka sebelum Imlek, dibuatlah sesajen buat dewa Dapur dengan aneka makanan yang mewah dan manis-manis. Logikanya, kalau dewa Dapur terpuaskan, diharapkan ia akan melapor yang manis-manis kepada Kaisar Langit.

Ada banyak versi dongeng dan cerita tentang asal usul Zao Jun bisa menjadi Dewa Dapur. Namun yang paling popular adalah versi yang berasal kira-kira 200 tahun sebelum Masehi. Menurut cerita, Zao Jun, tadinya orang biasa saja. Namanya Zhang Lang. Ia menikah dengan seorang wanita, yang cantik dan bijaksana. Tetapi entah kenapa, akhirnya ia kepincut dengan wanita yang lebih muda. Jatuh cinta dan meninggalkan istrinya. Akibat dari perbuatannya, konon penguasa langit tidak berkenan dan menjatuhkan hukuman sehingga ia akhirnya menjadi buta. Pacarnya yang muda itupun akhirnya meninggalkan Zhang Lang. Untuk hidup Zhang Lang terpaksa menjadi pengemis.

Suatu hari ketika ia mengemis dijalanan, apa daya ia nyasar ke rumahnya dahulu. Karena buta ia tidak lagi bisa mengenali rumah dan istrinya. Walaupun perlakuam Zhang Lang terhadap istrinya sangat tidak terpuji, istrinya yang bijaksana, tetap saja kasihan. Lalu sang istri memasak semua masakan kesukaan Zhang Lang. Sambil merawat Zhang Lang. Entah bagaimana, Zhang Lang yang tersentuh dengan kebaikan budi istrinya, lalu menceritakan kisah perjalanan hidupnya, sambil menangis tersedu-sedu dengan penuh penyesalan. Istrinya merasa kasihan, setelah Zhang Lang mengaku menyesal dan minta maaf. Ia minta Zhang Lang tidak lagi menangis dan membuka matanya. Kutukan yang membuat Zhang Lang buta, tiba-tiba hilang. Zhang Lang kembali pulih penglihatannya. Ia kembali dapat melihat. Ketika melihat istrinya, Zhang Lang merasa sangat malu, dan menjatuhkan dirinya ke tungku api. Akhir cerita yang tragis Zhang Lang terbakar, dan meninggal.

Istri Zhang Lang yang bijaksana ini, akhirnya membuat sebuah kuil atau toapekong kecil diatas tungku dapur sebagai peringatan atas suaminya. Penguasa langit yang merasa kasihan dengan nasib Zhang Lang dan kagum dengan pengabdian sang istri, akhirnya tidak tega. Lalu Zhang Lang dipertemukan kembali dengan istrinya. Demikianlah dongeng ini berakhir dengan akhir yang penuh kebahagiaan. Kesaktian dari dewa dapur konon menjadi legendaris pas dijaman dinasti Han. Menurut cerita ada seorang petani miskin bernama Yin Zifang. Saat itu kebetulan pagi di hari Imlek. Yin Zifang sedang memasak makanan pagi didapurnya. Lalu tiba-tiba muncul dewa dapur. Yin Zifang terkejut, dan untuk menghormati sang dewa, ia menyembelih kambing satu-satunya milik dia. Dan memasak makanan yang lezat untuk sang dewa. Sang dewa tersentuh dengan kebaikan hati Yin Zifang. Lalu memberinya rejeki yang berlimpah. Hidup Yin Zifang berubah. Ia menjadi kaya raya. Dan sebagai penghormatan ia selalu menyembelih se-ekor kambing sebagau ucapan terima kasih pada saat Imlek. Cerita ini lalu menyebar dengan sangat cepat. Sejak saat itu tradisi penghormatan untuk dewa dapur saat Imlek akhirnya menjadi ritual yang dipertahankan hingga kini.

Salah satu sajian khas Imlek yang konon diperuntukan untuk dewa dapur adalah kue khusus, yang diberi nama Nian Gao. Arti sebenarnya dari Nian Gao adalah kue dari ketan. Namun Nian Gao memiliki ucapan yang mirip juga dengan kata-kata tahun dan lebih tinggi. Nian Gao sebagai perlambang seringkali dilafalkan dengan arti simbolik sebagai status yang lebih tinggi di tahun baru. Tak heran apabila kue yang terbuat dari ketan ini memiliki arti yang sangat emosional. Sebagai harapan untuk memperoleh rejeki yang lebih berlimpah di tahun yang baru.

Kue Nian Gao ini di daratan Tiongkok sendiri terdiri dari 2 versi. Versi asin dan manis. Tergantung dari wilayah-nya. Di wilayah ASIA lain-nya kue Nian Gao juga beredar dengan perubahan dan evolusi yang berbeda-beda. Di Indonesia, kaum Peranakan menyebutnya kue keranjang. Konon asalnya dahulu kue ini dicetak di sebuah keranjang kecil, sehingga disebut secara popular sebagai kue keranjang. Menurut nenek saya, terkadang kue keranjang ini diplesetkan atau disingkat menjadi kue ranjang. Nenek saya tidak tahu apa alas an-nya, tetapi beliau menduga karena kue ini empuk mirip ranjang. Beliau juga bercerita bahwa kue ini cukup sacral. Konon menurut beliau, pembuat kue ini dijaman dahulu, selalu memperkerjakan gadis-gadis yang masih perawan dan belum menikah sebagai tukang masak kue. Dan para gadis-gadis belia ini harus dalam keadaan bersih dan tidak sedang menstruasi. Konon bila tidak dituruti, kue yang dimasak dalam kuali atau wajan besar seringkali tidak masak atau keras ditengah.

Cara menikmati kue keranjang ini sangat mudah. Apabila masih baru, ia cukup dipotong dan langsung dimakan. Atau digoreng dengan diberi lapisan telur dan terigu. Kue keranjang bisa disimpan cukup lama. Kalau sudah mengeras, biasanya dimakan dengan cara di tim atau dikukus lebih dahulu. Nenek saya sering menjemur sisa kue keranjang yang tidak terhabiskan. Lalu sesekali menghidangkan-nya kembali. Saya pernah bertanya kepada beliau apa alasannya. Beliau menjawab dengan sederhana namun filosofis sekali. Pertama, dijaman dahulu tidak ada ice cream yang enak dan sebanyak sekarang. Maka bilamana kita sedang stress dan ingin menikmati sesuatu yang manis, kue keranjang yang kering dikeluarkan kembali, lalu dikukus dan jadilah snack manis yang menghibur. Alasan kedua, nenek saya mengatakan, ia selalu menyimpan kue keranjang sebagai ingatan bahwa dalam hidup ini kita perlu memiliki simpanan hal-hal yang manis. Dan sesekali menjadi kekuatan yang member kita semangat, bahwa hidup selalu memiliki sisi yang manis. Tidak melulu kepahitan. Nenek saya memang bijak. Ceritanya tentang kue yang sederhana ini selalu menjadi ingatan saya dikala saat-saat susah. Menjadi nyala semangat yang sering mendorong saya bangkit dalam setiap krisis.

1 comment:

Yudi Darmawan said...

ceritanya unik banget..

salam kenal..