Monday, August 24, 2009

DONGENG TIGA ANAK RAJA



Alkisah, disebuah negeri antah berantah, bertahta seorang raja yang terkenal sangat bijak dan arif. Ia memerintah dengan penuh keadilan, sehingga membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat dan negeri. Namun ada satu masalah yang mengganjal hati sang raja. Sang permaisuri melahirkan 3 anak lelaki kembar. Sehingga sangat sulit bagi sang raja untuk menentukan siapa yang berhak menjadi putera mahkota.

Dalam keprihatinan itu, menurut cerita, suatu malam, akhirnya raja bermimpi dan ditunjukan oleh Gusti Allah, sebuah solusi yang sangat praktis. Esoknya raja mencari 3 orang cendekiawan dan ilmuwan terbaik dan terpintar dari seluruh negeri. Ketiganya diberi tugas untuk menjadi guru dari masing-masing puteranya. Mereka harus rajin dan tekun mengajarkan ke tiga putera itu hingga menguasai ilmu yang tertinggi. Ketika ketiga putera raja berumur 17 tahun nanti, maka raja akan mengumumkan sebuah sayembara untuk menentukan siapa yang berhak menjadi putera mahkota.

Hari-hari berlalu, dan musim silih berganti. Tanpa terasa ketiga putera raja hampir berulang tahun ke 17. Raja lalu mengutus seorang jendral perang yang paling ia percaya ke negeri Siam. Sang jendral tak lama kemudian pulang dengan membawa 3 gulung kain sutera yang paling indah dan paling mahal. Ketika dibentang semua orang kagum terpesona melihat tenunan kain yang kilau berkemilau. Sungguh sangat indah sekali. Lalu oleh raja ketiga kain sutera itu dibentang dan diberi pigura, menjadi sebuah kanvas yang sangat besar.

Maka ketiga putera raja dipanggil keistana untuk mendengar sayembara yang telah ditunggu rakyat selama bertahun-tahun. Raja memerintahkan ketiga puteranya untuk mengisi kanvas masing-masing. Barang siapa yang mampu mengisi kanvas itu dengan karya yang paling indah dan mengagumkan maka dialah yang akan diangkat raja menjadi putera mahkota. Ketiga putera raja diberi waktu sebulan.

Selama sebulan itu, seluruh negeri bergosip ria. Tabloid dan infotainment membahas apa yang akan dilakukan oleh ketiga anak raja hampir setiap harinya. Selama hampir 17 tahun terakhir, satu putera raja berhasil mengembangkan bakatnya menjadi seorang sastrawan dan penyair yang dikagumi seluruh rakyat. Putera raja itu telah menulis ratusan syair dan cerita-cerita yang luar biasa. Membuatnya sangat terkenal. Dan banyak karya-karya-nya telah difilmkan.
Putera yang berikutnya, berhasil menguasai ilmu melukis yang sangat tinggi. Lukisan-nya sangat mempesona. Konon,terkadang lebih baik dari aslinya. Lukisan karya-nya selalu menggugah orang yang melihatnya. Putera yang satu ini telah melukis ribuan lukisan, dan karyanya dipajang di gedung-gedung dan museum diseluruh negeri. Yang terakhir, dikenal sebagai penyanyi dan komposer musik berbakat. Suaranya sangat merdu. Setiap kali ia bernyanyi alam tiba-tiba menjadi diam. Sunyi. Seolah semuanya mendengarkan suara yang sangat indah itu.

Tiga keahlian berbeda dari 3 orang putera sang raja, tentu saja menimbulkan spekulasi. Kebanyakan orang bertaruh, bahwa putera yang menjadi sastrawan dan penyair akan mengisi canvasnya dengan puisi dan cerita yang indah. Sedangkan putera raja yang maestro pelukis akan mengisi canvasnya dengan lukisan yang spektakuler. Dan putera raja yang ahli menyanyi akan menggubah lagu yang paling merdu dan mengisi canvasnya dengan syair lagu tersebut.

Ketika hari penentuan sayembara tiba, ketiga putera-pun menghadap raja. Dan tebakan kebanyakan orang ternyata benar juga hasilnya. Putera yang sastrawan dan penyair, benar-benar mengisi canvasnya dengan puisi, dan cerita yang begitu luar biasa, sehingga semua orang yang membacanya, menangis, tertawa dan tertegun sekaligus. Raja-pun sangat puas. Putera yang maestro pelukis, ternyata mengisi canvas dengan lukisan sang raja sedang menunggangi se-ekor harimau. Sang raja dilukis sangat gagah dan berwibawa. Seluruh orang yang melihatnya berdecak kagum. Sekali lagi raja sangat puas.

Putera yang ketiga, ternyata sangat berbeda. Ia mencopot kain sutera dari kerangka-nya. Melipatnya dan membiarkan kerangka canvas kosong dan bolong. Kain sutera yang telah dilipatnya, diserahkan sang putera kepada sang raja. Tentu saja raja menjadi kecewa dan merasa heran bukan kepalang. “Putera-ku yang ku sayangi, mengapa engkau tidak mematuhi perintah aku ? Mengapa engkau sengaja menggagalkan diri dalam sayembara ini ?” Dengan sangat takzim, sang putera menjawab : “Ampun ayahanda tercinta. Ananda merasa kain sutera itu sudah sangat indah dan sempurna. Ananda tidak tega merusaknya.” Jawaban sang putera membuat raja terdiam. Lalu manggut-manggut membenarkan. “Apakah artinya, ananda mengundurkan diri dari sayembara ?”
“Ampun ayahanda tercinta, canvas hamba boleh saja kosong melompong, tapi bukan berarti ia tidak memiliki isi!”

Lalu, sang putera berdiri didepan dan ditengah kerangka canvas yang kosong melompong, dan iapun mulai meniup suling dan menyanyikan satu lagu. Suaranya begitu merdu hingga terdengar bergema diluar istana. Alam tiba-tiba terhenti. Jangankan manusia, burung-burungpun ikut tertegun dan terpesona. Semua menikmati suara merdu yang indah itu. Termasuk raja ikut terbuai oleh sang nyanyian. Usai bernyanyi, sang putera menyembah sang raja, dan berkata : “Ampun Ayahanda tercinta, hasil karya ananda mungkin tidak bisa dilihat dan diraba, karena memang bukan tujuan ananda membuat orang kagum dengan karya ananda.” Raja manggut-manggut ikut setuju. “Ananda, berkarya dengan tujuan agar karya itu bermanfaat bagi orang banyak”, demikian tutur sang putera raja. Sambil menghela nafas, sang raja bertitah : “Benar sekali, biarpun orang tidak bisa melihat dan mengagumi karya ananda, tetapi tetap saja karya ananda menggelegar dan menyentuh hati kami semua”

Anda, mungkin sudah bisa menebak bahwa pemenang sayembara ini adalah putera yang pandai bernyanyi. Karena memang itu akhir dari dongeng ini. Saya mendapatkan dongeng ini dari Mpu Peniti, beberapa hari menjelang Puasa. Mpu Peniti lewat dongeng ini menitipkan bahwa, sebagai manusia kita harus belajar “tidak tega”. Kita harus punya belas kasihan, dan kasih sayang. Karena seringkali kedua hal itu yang membedakan kualitas kita sebagai manusia yang humanis dan sejati.

Kedua, seringkali kita menilai seseorang dari hasil akhir yang dimilikinya. Seorang anak dikatakan pandai hanya karena raportnya bagus. Seorang pengusaha dikatakan sukses berhasil hanya karena ia punya harta berlimpah. Dan seringkali kita melupakan semua usaha, ikhtiar, perjuangan, dan proses yang telah terjadi. Padahal hasil akhir cuma potret secuil yang hanya bercerita sekelumit. Sesuatu yang gagal pada akhirnya, seringkali memiliki makna yang sangat besar justru dari perjuangan dan proses mencapainya. Dengan penilaian seperti ini, kita bisa belajar lebih dalam untuk menghargai prestasi setiap orang.

Dan yang terakhir, Mpu Peniti, menasehatkan agar selalu berani menantang imajinasi kita untuk bisa menang. Jangan selalu tampil seperti apa adanya. Tapi tampil justru dengan elemen beda yang mengejutkan - “the unexpected”. Barangkali dongeng dengan 3 pelajaran ini, bisa menjadi salah satu bekal spiritual selama bulan puasa ini. Tetap berprestasi dengan maksimal, tetap berjuang dengan kegigihan, tetapi mempertebal “tega” kita dengan menjalankan lebih banyak toleransi, kasih sayang dan belas kasihan.

Selamat menjalankan ibadah puasa …..

2 comments:

Kabasaran Soultan said...

Bung Kahfi...
Aku suka sekali cerita ini.
Sarat makna dan penuh hikmah.
Thanks 4 sharingnya.

Hogie said...

Bang Kafi,

Dongengnya Wuuuagus, bang kafi emang pinter aja kalo crita