Entah kenapa Bali selalu punya aura tersendiri. Seperti pesona sihir yang magis. Teman saya yang keranjingan tiap bulan ke Bali mengatakan : “menghirup udara Bali saja sudah beda banget !” Dan saya selalu tertawa bila mengingatnya. Kemarin ketika saya tiba di Bali, dan keluar dari airport, hal pertama yang saya lakukan adalah mengambil nafas dalam-dalam, dan menghirup habis udara Bali. Memang terasa kelegaan yang luar biasa.
Saat ini Bali kembali marak. Jumlah turis naik terus. Pokoknya semua kelesuan sejak peristiwa bom Bali terdahulu mulai sirna satu demi satu. Kalau anda lewat di Kuta, memang banyak terlihat toko yang tutup. Ini normal. Siklus bisnis yang terus berputar. Karena banyak juga terlihat berbagai toko yang sedang direnovasi. Patah satu tumbuh seribu. Yang jelas Bali sedang mengalami sebuah transformasi yang berbeda. Perubahan baru. Bisnis villa misalnya sedang marak bukan main. Dimana-mana kini kita jumpai agent property yang ramai menjual villa. Pokoknya punya villa di Puncak buat orang Jakarta sudah kuno. Yang diburu kini adalah villa bergaya resort di Bali. Bukan saja investor domestik yang tergila-gila dengan villa di Bali, tapi juga investor dari manca negara. Malah kini Bali dijadikan target tempat pensiun oleh sejumlah pensiunan dari manca negara. Seorang pengusaha supermarket produk-produk Jepang mengaku bisnisnya lumayan maju karena banyaknya pensiunan Jepang yang tinggal di Bali. Seorang teman yang sudah tinggal di Paris selama 35 tahun akhirnya kembali ke Indonesia dan pensiun di Bali. Ia kini membuka warung masakan Indonesia kecil-kecilan di Sanur.
Lalu apa sih daya tarik Bali yang sesungguhnya ? Buat strategi pemasaran Bali jelas ini penting sekali. Karena menentukan positioning Bali yang sesungguhnya. Iseng-iseng beberapa guide di Bali saya interview. Untuk mendapatkan “insight” yang pas tentang daya tarik Bali yang sesungguhnya. Kebanyakan diantara mereka tidak bisa menjawab langsung. Jawabannya standard, seperti keindahan Bali, pantainya, udaranya, budayanya, dsbnya. Satu kata yang pas itulah – yang membuat saya penasaran banget.
Beberapa pemandu turis bercerita bahwa turis yang datang ke Bali memang punya minat yang bermacam-macam. Pernah seorang Yakuza datang ke Bali, dan minta dicarikan makanan atau masakan yang paling eksotik. Sang pemandu turis ini bingung bukan main. Karena menurut sang Yakuza, beliau sudah makan segala macam makanan yang aneh-aneh. Mulai dari ular berbisa, otak monyet, penis rusa hingga telapak macan. Dalam situasi yang kepepet inilah, akhirnya secercah ide muncul tiba-tiba. Dan sang Yakuza dibawa kesebuah restoran seafood, dan diajak makan kodok batu yang digoreng. Lengkap dengan ritual, dimana sang Yakuza bisa melihat sang kodok disembelih. Rupanya memang sang Yakuza seumur hidupnya belum pernah makan kodok goreng mentega. Malam itu berlangsung meriah, sang Yakuza betul-betul menikmati Bali dan memuji Bali berkali-kali. Dan kata yang masuk kedalam kepala saya adalah satu kata – eksotik.
Ungkapan Bali yang eksotik saya rasakan pada malam harinya. Saya diundang oleh arsitek beken Indonesia Sindhu Hadiprana, untuk menyaksikan kolaborasi musik fusi gabungan antara okestra gamelan Semar Pegulingan dengan orkestra bambu Jegog dari Jembrana. Konon kabarnya wilayah Jembrana didirikan sekitar tahun 1400’an. Wilayahnya termasuk mulai dari pelabuhan Gilimanuk hingga pantai Medewi. Dan kota terbesarnya adalah Negara. Jembrana konon kabarnya tidak pernah menjadi wilayah penting dan strategis untuk diperebutkan. Malah pernah dalam satu periode wilayah ini diperintah oleh seorang pangeran dari Sulawesi. Tak heran apabila disini muncul orkestra gamelan yang mirip kolintang yang terbuat dari bambu dan disebut Jegog.
Orkestra gamelan Semar Pegulingan di Ubud, konon mulai diperkenalkan sejak tahun 1700’an, sebagai alternatif musik yang lebih manis dan kalem dibanding orkes gamelan Gong Kebyar yang lebih progresif dan enerjik. Orkestra gamelan Semar Pegulingan konon terinspirasi oleh orkestra gamelan Gambuh yang memiliki sejumlah peniup suling. Di orkestra gamelan Semar Pegulingan biasanya juga ada 6 peniup suling. Nah kedua musik gamelan ini dipromosikan oleh Sindhu Hadiprana untuk di fusikan. Persis konsep fusi Yin dan Yang. Semar Pegulingan yang didominasi gamelan logam penuh gemercing menarikan nada-nada dinamis. Dan Jegog yang terdiri dari bambu menarikan nada-nada kelembutan yang mistik. Keduanya menjadi irama musik yang sulit dilukiskan kecuali dengan satu kata – Eksotik ! Barangkali eksotik adalah kata yang kita cari selama ini. Indonesia yang sangat beragam, mirip sebuah selimut perca yang tak pernah habis terurai dan selesai didongengkan. Eksotik adalam fantasi dan imajinasi yang menyatu, membuat Indonesia unik dalam segalanya.
2 comments:
Wah tulisan yg sungguh2 bagus Pak Kafi, betul memang bahwa exotica itu yg harus dikedepankan terkait visit Indonesia year 2008. Jangan malah niru2 budaya asing ya pak?
Thanks udah buat penasaran saya jadi lebih besar lagi dan mengajak saya banyak belajar.
salam dalam kasih Tuhan, Yongky, Pch Chitose Indonesia. (kita pernah ketemu di Santika Hotel, 2004 waktu NAM 2004 Chitose).
makacih....
thanks untuk komen-nya
chitose bisa juga niru
ha...ha....ha.....
Post a Comment