Situasi suhu
politik yang memanas di Jakarta, membuat saya iseng kepingin mencari camilan
yang heboh. Mulanya saya ingin mengajak mentor saya Mpu Peniti makan soto
betawi favorit kami berdua. Namun beliau malah mengajak saya makan gado-gado di
rumahnya. Dengan setengah hati saya mengiyakan juga ajakan itu. Karena
gado-gado dan soto betawi jarak kenikmatan-nya sangatlah lebar luar biasa.
Tiba di rumah
Mpu Peniti – saya diperkenalkan kepada seorang wanita, setengah baya. Katakan
saja nama beliau Mbak Sisca. Dan tiba-tiba saja gado-gado menjadi sajian yang
luar biasa menariknya. Mbak Sisca – ibunya asli dari Solo. Ayahnya kebetulan
seorang warga negara Belanda. Mbak Sisca lahir dan besar di Belanda. Sejak
kecil Ibunya sudah memperkenalkan beliau dengan aneka masakan Indonesia. Salah
satunya adalah gado-gado. Setelah menyelesaikan SMA di Belanda, Mbak Sisca
saking cintanya dengan masakan Indonesia, akhirnya minta ijin kepada orang
tuanya untuk merantau ke Solo; bertemu dengan keluarga besar Ibunya dan belajar
lebih dalam soal kuliner Indonesia.
Sejak itu Mbak
Sisca keliling Indonesia, dan pernah tinggal di Medan, Bandung, Blitar, Bali
dan hingga Lombok. Beliau jantuh cinta “pol” sama masakan Indonesia.
Sore itu saya
dan Mpu Peniti disajikan berbagai versi hidangan gado-gado. Kata Mbak Sisca
kepada kami, “Awalnya saya mengira Gado-Gado itu cuma masakan yang sangat
sederhana, namun setelah belajar 20 tahun lebih soal gado-gado baru kemudian
saya sadar betapa rumitnya gado-gado itu. Terutama bila kita bedah dan kita
gelar secara filosofis”. Saya dan Mpu Peniti awalnya cuma senyum-senyum saja
sambil berpandangan mata. Gado-gado secara filosofis ? Nah, ini baru topik yang
super heboh dan menarik.
Menurut Mbak
Sisca, roh sebuah gado-gado ditentukan oleh saus kacangnya. Saus kacang tanah
ini sesungguhnya cikal bakal roh kuliner Indonesia. Hampir semua kuliner
Indonesia yang “beken” dan ternama pasti memiliki sentuhan saus kacang tanah
ini. Mulai dari ketoprak, gado-gado, sate, batagor dan siomay, asinan, hingga
sambal kacang untuk nasi uduk. Saya sempat garuk-garuk kepala, karena apabila
direnungkan, pengamatan Mbak Sisca soal saus kacang tanah ini terasa benar
juga.
Kacang tanah
bukanlah tanaman asli Indonesia. Menurut sejarah, kacang tanah diperkirakan
berasal dari Amerika Latin, lebih tepatnya dari negara Peru dan Brazil. Bukti
tertua tentang kacang tanah konon ditemukan di kedua negara ini dan usianya
sudah lebih dari 3.500 tahun yang lalu. Kemungkinan besar kacang tanah
diperkenalkan ke Asia oleh para pedagang Eropa yang menyusuri jalur jalan
sutera dan jalur jalan rempah-rempah lebih dari 1.000 tahun yang lalu. Kini
kacang tanah memiliki keterikatan yang luar biasa akrabnya dengan hampir semua
kuliner di Asia, termasuk di Indonesia.
Lanjut Mbak
Sisca, saus kacang tanah ini memiliki resep dasar yang sangat sederhana, kacang
tanah yang digoreng dan dihancurkan, ditambah bawang putih, garam dan gula
merah (gula aren). Baru kemudian lewat persilangan budaya, saus kacang tanah
ini bertambah kaya dengan asam, kecap manis, cabe, dan terasi serta
rempah-rempah lain sehingga menjadi saus kuliner yang eksotis. Gado-gado
sebenarnya cuma sekumpulan sayur mayur yang sederhana, namun karena diberi saus
kacang tanah yang eksotis, maka jadilah ia kuliner yang ajaib.
Sore itu, Mbak
Sisca menyajikan 3 bentuk gado-gado yang mengalami evolusi budaya yang berbeda.
Yang pertama adalah gado-gado khas Betawi lengkap dengan sayur pare dan kencur.
Yang kedua adalah karedok atau gado-gado dengan sayur mentah ala Sunda. Dan
yang terakhir adalah pecel Blitar alias gado-gado Jawa Timur yang pedas. Kami
mencicipi-nya dengan antusias, dan mulai merasakan jabaran dan tatanan budaya
yang kini terasa membuat gado-gado menjadi sebuah filosofi yang ruwet.
Sembari melahap
gado-gado, Mbak Sisca melanjutkan dongengnya, menurut beliau gado-gado ini
adalah simbol sebuah perlawanan diam. Karena tidak ada bukti tertulis yang
akurat soal gado-gado, Mbak Sisca membuat dugaan lewat sejumlah petualangan
kulinernya. Konon menurut beliau, gado-gado kemungkinan besar adalah tiruan
dari “salad” pada jaman Belanda yang kemudian diterjemahkan secara unik oleh
para pembantu di dapur-dapur sinyo Belanda jaman dulu. Teori ini didukung oleh
riset Mbak Sisca bahwa gado-gado ini ada dua tipe. Gado-gado yang bumbunya di
ulek, kemudian sayuran ditambahkan kedalam ulekan atau campuran bumbu. Yang
mana metode ini yang paling populer jaman sekarang. Dan gado-gado yang hampir
punah adalah gado-gado siram, bedanya sayuran di racik jadi satu dan kemudian
bumbu gado-gado baru disiram diatas racikan sayuran. Mirip cara membuat “salad”
ala kuliner Barat. Mbak Sisca menuturkan bahwa beliau pernah makan gado-gado di
Princen Park (Lokasari) di daerah Jakarta kota, dimana sayuran gado-gado mirip
racikan “salad”, yaitu salada air, kentang, telur, dan irisan jagung manis.
Lebih mirip sebuah “salad” ala kuliner barat dan saus kacangnya disiram diatas.
Jadi perlawanan diam yang dimaksud Mbak Sisca adalah kemungkinan dijaman
Belanda dulu ada pihak-pihak yang tidak mau kalah dan “salad” ciptaan barat
kemudian di Indonesia-kan dengan saus kacang.
Kata gado-gado
sendiri kemungkinan menyiratkan arti bahwa gado-gado memang merupakan makanan
pembuka (appetizer) yang bisa di gado
tersendiri dan tanpa harus disantap bersama makanan lain. Ini salah satu bukti
bahwa riset Mbak Sisca punya tinjauan sejarah yang cukup akurat.
Yang menarik
lagi adalah evolusi pecel yang berkembang sangat banyak dan bervariasi di
wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Misalnya pecel ala Blitar, Malang, Kediri,
Tegal, dan Banyumas semuanya memiliki varian yang sedikit-sedikit berbeda,
mulai dari tekstur kacang tanah, tingkat kepedasan, hingga tambahan
rempah-rempah. Mbak Sisca juga memperlihatkan sejumlah foto tua, bagaimana
jaman dahulu pecel ini dijajakan sebagai sarapan pagi hari yang sangat populer
di sepanjangan jalur kereta di Jawa Timur.
Lucunya pula
kini gado-gado berputar arah, di berbagai hotel bintang 5 dan restoran
Indonesia kelas atas, gado-gado ini kembali di interpertasikan ulang oleh
kebanyakan koki-koki luar negeri, dengan cara-cara penyajian yang spektakuler.
Bumbu saus kacang misalnya, kini sudah diperkaya dengan saus kacang mede, yang
konon lebih gurih dan agar kelihatan lebih mewah.
Pulang dari
rumah Mpu Peniti, pengalaman belajar makan gado-gado terasa sangat istimewa
buat saya secara pribadi. Sebuah pembelajaran yang inspiratif. Mungkin saja
benar bahwa gado-gado merupakan sebuah perlawanan diam dari bangsa ini, untuk
menunjukan kepada penjajah waktu itu, bahwa kita mampu melakukan sesuatu yang
lebih inovatif.
Tetapi diluar
dari itu – buat saya yang paling menarik adalah sebuah ide yang sangat amat
sederhana, yaitu sayuran rebus yang diracik dan diberi saus kacang tanah bisa
menjadi legenda yang menjadi bagian sejarah kuliner bangsa ini. Terutama ide
yang sederhana ini dicerna oleh saudara sebangsa dan setanah air, kemudian
ditambah dan dikurangi variasinya menjadi sebuah fusi ide, yang tidak ditolak
dan tidak menimbulkan keributan. Tetap menjadi sebuah ide yang harmonis dan
serasi. Tidak ada protes, semua pihak menerima setiap perubahan dan inovasi
dengan legowo. Barangkali generasi bangsa saat ini bisa belajar dari gado-gado
secara apik. Bahwa keragaman itu sebenarnya sangat indah.
Mungkin
Pemerintah kita bisa belajar dari gado-gado juga. Kata Mbak Sisca, sebenarnya
gado-gado bisa menjadi budaya memasyarakatkan santapan yang berimbang dan yang
sehat. Karena didalam gado-gado bisa lengkap berimbang, ada karbohidrat
(kentang), sayuran, dan protein (tahu, tempe dan telur). Lewat gado-gado bisa
saja kita bikin kampanye makan sehat yang baik.
Seorang Chef
pernah bercerita kepada saya, tentang kekaguman-nya terhadap gado-gado.
Sederhana, enak dan tetap bisa fleksibel. Mau dibikin merakyat sangat bisa. Mau
dibikin mewah juga sangat bisa. Mbak Sisca menuturkan bahwa ia pernah meracik
gado-gado super mewah, dengan asparagus, jamur enoki, tomat Jepang, strawbery
California dan apel Washington. Rasanya tetap spektakuler !
Bagi saya
pribadi, bangsa dan negara Indonesia, rumitnya mirip gado-gado, tetapi
kerumitan bahan baku itulah yang membuat rasanya menjadi ajaib. Artinya tanpa keberagaman itu gado-gado kehilangan
nilainya. Siapapun yang ingin menjadi pemimpin bangsa dan negara ini, harus
eksotik bisa menjadi saus kacang tanah yang komplit. Asin, asem, manis, dan
gurih yang sempurna. Keseimbangan yang pas. Barangkali itu roh-nya !
Sejarah tidak
pernah berbohong, tetapi tradisi dan budaya kuliner suatu bangsa seringkali
sarat dengan filosofi yang bijak, dan gado-gado adalah salah satu contoh yang
nyata. Filosofi keberagaman yang sudah kita praktekan selama beratus-ratus
tahun.