Ketika saya kuliah, bertahun-tahun saya sulit tidur. Hal ini
terus terbawa ketika saya mulai masuk dunia nyata dan bekerja. Perasaan ini
menyiksa luar biasa. Tiap malam saya terpaksa terjaga hingga larut malam dan
kemudian baru tidur. Itupun hanya beberapa jam saja. Sama seperti orang lain,
saya punya segunung perasaan takut dan cemas. Apakah saya akan sukses ? Apakah
saya akan kaya raya ? Dan apakah saya akan bahagia ? Melihat dunia nyata yang
begitu agresif, maka sekian pertanyaan itu tumbuh dan merasuk jiwa raga saya,
tanpa bisa saya bendung sama sekali. Tekanan datang bertubi-tubi, apalagi kalau
kita rajin menengok kanan dan kiri - melihat teman-teman kita sebaya lebih
berhasil atau lebih sukses dari kita. Stress yang kita gendong di pundak kita
bertambah berat, dengan iri dan cemburu. Kita merasa kelinci yang diburu oleh
sekian banyak pemburu. Hidup ini kita jalani dengan nafas tersengal. Kita tidak
pernah lagi kehabisan amarah dan dengki. Begitu banyak. Dan selalu luber
seperti banjir yang meradang sehabis hujan.
Setelah tahun 1990, ketika saya memutuskan untuk menata
ulang kehidupan saya, ada 2 pelajaran yang saya dapat dari mentor spriritual
saya Mpu Peniti. Beliau mengajarkan saya tentang 2 jenis kebahagian. Yang
pertama adalah kebahagian yang pasif. Yaitu kebahagian yang datang kepada kita
karena dari luar kita. Misalnya kita punya karir sangat tinggi, banyak uang dan
kaya raya. Maka rejeki yang berlimpah itu bisa saja memberikan sejumlah
kebahagian dan kepuasan. Mulai dari rumah hingga mobil mewah. Semuanya
memberikan anda kepuasan, kesenangan dan akhirnya seporsi kebahagian.
Kebahagian ini bisa saja menaik-kan gengsi, wibawa, kharisma, dan harkat diri
anda.
Namun ada juga kebahagian yang kedua. Yaitu kebahagian yang
aktif. Yang datang bukan dari luar, melainkan dari dalam. Bahwa anda berbuat
sesuatu yang baik, sehingga kebaikan itu mampu menjadi enerji positif. Dan anda
merasa bahagia yang sangat berbeda. Kebahagian yang lebih emosional dan
spiritual. Perasaan ini bisa anda simak dari sekian banyak perbuatan
sehari-hari. Mulai dari yang sangat sederhana. Misalnya anda sedang berkendara
dalam mobil dalam sebuah siang hari yang sangat panas. Tiba-tiba ada pengemis
yang cacat mengetuk jendela mobil anda. Anda bisa saja menggelengkan kepala
menolak bersedekah. Atau menyuruh supir anda memberikan uang receh. Semata
karena anda mampu. Dan karena bersedekah memang dianjurkan dalam agama kita.
Tetapi anda bisa saja melakukan sesuatu yang berbeda dari dua tindakan diatas.
Anda bisa saja menatap sang pengemis, hingga rasa iba anda tersentuh. Lalu
menurunkan kaca mobil. Mengambil uang lalu memberikan kepada sang pengemis
sambil tersenyum. Kemudian mendoa-kan beliau, agar Tuhan Yang Maha Esa
memberkati sang pengemis, melindunginya dan menjaganya dengan kebaikan yang
tidak pernah habis. Percayalah diakhir perbuatan anda itu, kebahagian akan merembes
masuk tanpa anda sadari. Andaikata anda melakukan 3 perbuatan seperti itu dalam
satu hari, satu di pagi hari, satu di siang hari dan satu dimalam hari, maka
hidup anda akan kenyang dengan kebahagian. Anda tidak akan pernah lagi lapar
dari kebahagian.
Sejak tahun 1990, saya kemudian mencoba mempraktek-kan
ajaran hidup itu. Mencoba melakukan praktek kebahagian yang aktif. Bukan yang
pasif. Saya melakukan-nya dengan kegiatan yang sangat sederhana. Menulis dan
mengajar. Mencoba untuk melekatkan sebuah inspirasi kecil kepada orang lain.
Dengan harapan agar inspirasi itu bermanfaat dan bisa menjadi kebahagian buat
orang lain. Awalnya saya tidak pernah tahu kalau apa yang saya lakukan itu
berhasil atau tidak. Saya baru tahu dan baru yakin, ketika saya mengalami
sebuah peristiwa yang sangat membahagiakan diri saya.
Alkisah, suatu hari lebih dari 20 tahun yang lalu, di Pasar
Baru saya sedang menunggu supir datang dengan mobil saya. Tiba-tiba seorang
lelaki separuh baya datang menghampiri saya. Wajahnya sangat gembira melihat
saya. Lalu ia menjabat tangan saya. Dan mengatakan dengan terbata-bata :
"Mas Kafi ..... terima kasih ! Anda telah menyelamatkan hidup saya."
Awalnya saya kaget bukan main. Lalu dia bercerita bahwa profesi awalnya adalah
supir. Suatu hari di mobil, ia membaca artikel saya disebuah majalah. Dan
majalah itu adalah majalah majikan-nya yang ditaruh di mobil. Gara-gara artikel
itu, ia berhenti menjadi supir dan berubah menjadi entrepener. Ia mengaku
sangat berbahagia. Kami barangkali cuma sempat mengobrol 2 menit. Namun 2 menit
itulah yang mengubah hidup saya hingga kini. Sejak itu saya bertekad menjadi praktisi
kebahagian yang aktif. Saya ingin menulis lebih baik. Mengajar lebih baik.
Membantu orang untuk menemukan inspirasi hidup. Agar hidup mereka lebih baik.
Namun cobaan hidup yang datang terus menerus, kadang membuat
kita sering ragu. Apakah kebahagian itu ada ? Dan apa kebahagian itu pasti ?
Sama dengan anda saya juga sering bertanya dengan pertanyaan yang sama. Mpu
Peniti pernah bercerita 2 cerita tentang kebahagian.
Cerita yang pertama tentang se-ekor ikan kecil. Konon, suatu
hari ia mendengar pembicaraan ditepi danau antara seorang guru dan muridnya.
Sang guru berceramah tentang air. Bagaimana air itu secara mujizat menjadi
sumber kehidupan bagi berbagai mahluk hidup. Mulai dari tanaman, hewan hingga
manusia. Semua mahluk hidup sangat membutuhkan air. Mendengar hal itu sang ikan
yang kecil menjadi penasaran. Ia ingin mencari dimana gerangan sang air itu
berada. Awalnya ia bertanya kepada ayah dan ibunya. Keduanya menggeleng. Karena
memang tidak tahu. Lalu ia bertanya kepada gurunya disekolah. Gurunya juga
tidak tahu. Ikan kecil ini hampir putus asa. Lalu ia dianjurkan menemui ikan sepuh
yang selalu bertapa ditengah danau. Sang ikan yang selalu bertapa ini tahu
hampir segalanya. Dan ia pasti tau dimana letaknya sang air. Bergegaslah sang ikan
kecil untuk menemui sang ikan yang selalu bertapa. Ketika bertemu, sang ikan
kecil langsung bertanya, dimanakah ia bisa mendapatkan air. Ikan yang selalu
bertapa tersenyum, dan mengatakan air itu ada disekeliling sang ikan kecil.
Mulanya sang ikan kecil merengut, tidak mengerti. Lalu sang ikan yang selalu
bertapa menjelaskan bahwa sang ikan kecil berenang didalam air.
Kebahagian itu ada. Tergantung persepsi anda. Kalau anda
pasif, maka kebahagian itu ada disekeliling anda. Tantangan-nya apakah anda mau
mengenali mana yang disebut kebahagian itu ? Tetapi kalau anda aktif maka anda
sama seperti ikan kecil, yaitu anda berenang didalam kebahagian. Anda tidak
lagi harus mengenali kebahagian, tetapi apakah anda mau bahagia ? Dan menikmati
apa yang ada disekeliling anda. Menjadikan apa yang ada disekeliling anda
sebuah kebahagian yang lengkap. Jadi kebahagian itu memang ada. Kebahagian itu
ternyata pilihan hidup.
Cerita yang kedua adalah cerita seorang pangeran yang diberi
tugas oleh ayahnya sang Raja. Suatu hari Raja menugaskan putera mahkota untuk
pergi ke danau mencari ikan yang paling besar dan sempurna untuk dijadikan
santapan buat sang Raja. Maka pergilah sang pangeran memancing ke danau sesuai
dengan perintah sang Raja. Anehnya, sang pangeran tidak pulang berhari-hari.
Barulah setelah seminggu sang pangeran pulang. Mukanya pucat dan kuyu. Ia
pulang dengan tangan kosong. Tidak membawa se-ekor ikan-pun. Dengan sedih sang
pangeran bercerita tentang kegagalan-nya. Awalnya ia berhasil menangkap
beberapa ikan yang besar-besar. Namun ia selalu penasaran, dan ingin mencari
ikan yang lebih besar lagi. Celakanya, ikan yang ia tangkap bukan semakin besar
tetapi semakin kecil. Sehingga ia putus asa total.
Lalu ayahnya menasehati sang pangeran. Bahwa kebahagian
dalam hidup kita adalah sesuatu yang pasti. Asalkan kita bersedia menerima apa
yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa dengan suka cita. Kebahagian bukanlah
sesuatu yang harus selalu kita bandingkan. Rumah yang lebih besar. Atau mobil
yang lebih mahal. Belajar menerima apa yang kita miliki adalah sebuah perbuatan
kebahagiaan. Karena sesungguhnya kebahagian adalah pilihan hidup. Kebahagian itu
ada. Dan kebahagian itu pasti !