Saturday, June 25, 2011
ROEMAH PELANTJONG DI MAJALAH CONCEPT
Berangkat dari ide untuk memproklamirkan Djogdjakarta, sebagai Ibu Kota Pelan di dunia dan untuk meletakan Djogdjakarta di peta industri turisme dunia, yang memiliki keunikan budaya, dan keindahan alam, serta kualitas hidup yang sangat tinggi, maka Kafi Kurnia dan teman-teman mendirikan sebuah pasar swalayan “pelan” pertama di dunia “Roemah Pelantjong.” Swalayan “pelan” ini terletak di Jalan Raya Magelang Km 8, tak jauh dari area Candi Borobudur. Pada hari pendeklarasian Roemah Pelantjong, 18 Juni kemarin, swalayan ini menggelar sejumlah atraksi dimana turis dan konsumen, bisa mencicipi “pelan” lewat sejumlah penterjemahan, seperti makanan pelan, minuman pelan, musik pelan, permainan pelan, budaya pelan, seni pelan hingga oleh-oleh pelan. Roemah Pelantjong juga memiliki Minioboro, yaitu sebuah versi mini Malioboro yang bekerja sama dengan 14 pengusaha UKM untuk menggelar karya industri cindera mata kreatif yang menampilkan produk-produk limbah, daur ulang dan karya kontemporer.
Roemah Pelantjong juga mempunyai art gallery, toko buku, dan toko musik, yang diberi nama Lentur Gallery. Berasal dari bahasa latin, lentus, yang artinya fleksibel dan lambat Di galeri ini akan digelar karya-karya terbaik putra dan putri Djogdjakarta. Roemah Pelantjong juga akan menggelar berbagai sayembara foto, desain kaos, desain grafis, dsbnya, yang pemenangnya akan dipamerkan di Lentur Gallery.
Ismail Sukribo, yang dikenal dengan komik Sukribo di sebuah harian ternama Indonesia, juga menjadikan Roemah Pelantjong sebagai galeri tetap tokoh Sukribo. Sehingga konsumen dan turis bisa berinteraksi dengan karya-karyanya secara langsung.
Dalam waktu 6 bulan mendatang Roemah Pelantjong akan membuat sebuah forum advokasi, yang menyertakan para pemilik losmen, hotel, cafĂ©, restoran dan spa untuk membuat sebuah peta pengalaman pelan ala Djogdjakarta. Sehingga gagasan ‘pelan’ ala Djogdjakarta, tidak hanya dinikmati oleh satu pihak, namun menjadi sebuah gerakan dari Djogdjakarta untuk Djogdjakarta. Pertumbuhan industri pariwisata ala ‘pelan’ Djogdjakarta ini bisa dinikmati secara keseluruhan oleh warga Djogdjakarta secara merata.
Wednesday, June 22, 2011
DJOGDJAKARTA SLOWLY ASIA
Sungguh menarik mencermati pembukaan Roemah Pelantjong, milik ahli pemasaran dan penulis buku Biang Penasaran, Kafi Kurnia di kawasan Sendangadi, Sleman. Rumah Pelantjong adalah gerai yang berisi macam-macam dengan mengambil filosofi Jogja, alon-alon, slow, pelan. Filosofi yang ada di balik pembukaan gerai penak-pernik mengajak siapapun untuk belajar dan menikmati (budaya) pelan. Bahkan sampai-sampai dia membuat kaos oblong bertuliskan 'Jogja Slowly Asia'.
Di sini, Kafi ingin mengajak masyarakat pengunjung Jogja untuk menikmati budaya senggang sewaktu berwisata. Menurut dia, yang diperlukan orang yang sedang berwisata adalah menikmati waktu senggang, budaya pelan. Jogja memiliki budaya itu, dan sekarang tinggal bagaimana mengolahnya dan memasarkannya. Sebab, dilihat dari keberagaman dan kelengkapan objek wisata, Jogja jauh lebih unggul dibandingkan dengan Bali. Hanya saja infrastrukturnya belum mendukung. Jogja punya semua obyek wisata, dan tinggal bagaimana 'menggorengnya' menjadi sajian yang sedap.
Terlebih sekarang ini adalah masa-masa liburan panjang. Jelas harus membawa berkah tersendiri bagi para pelaku ekonomi di wilayah DIY. Para pelaku usaha bisnis ini mendapat cipratan rezeki akibat ramainya aktivitas wisatawan domestik yang melakukan liburan di kawasan ini. Maklum, predikat Jogja sebagai daerah tujuan wisata (DTW) domestik kedua setelah Bali, setidaknya membawa daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang tengah menikmati liburan panjangnya.
Pendek kata, liburan panjang adalah periode panen raya bagi para pelaku bisnis di kawasan DIY, utamanya yang berhubungan langsung dengan sektor pariwisata dan pendukungnya. Namun, pertanyaan yang wajar mengemuka adalah apakah momentum ini bisa dipertahankan sepanjang tahun, tidak hanya 'meledak' di saat liburan sekolah dan liburan akhir tahun, layaknya yang dialami pelaku bisnis di pulau Bali?
Wisata kreatif
Para pelaku bisnis, jajaran pemda dan pemprov, tampaknya sudah menyadari masalah ini. Tumbuh suburnya desa-desa wisata, yang menawarkan sajian wisata berbeda belakangan ini, adalah wujud dan bentuk kreativitas yang sudah mulai tercipta. Wisata kreatif harus ditumbuhkan dan ini berbasiskan masyarakat lokal. Setidaknya kini sudah ada 45 desa wisata yang siap 'dijual' ke wisatawan. Desa wisata Kasongan, Tembi, Turi serta puluhan desa wisata lainnya merupakan beberapa contoh konsep penggarapan wisata berbasiskan masyarakat desa.
Di desa wisata, para wisatawan seolah ikut larut dalam kehidupan masyarakat desa yang tengah dikunjunginya. Mereka juga bisa ikut merasakan bagaimana menghasilkan karya seni yang dijualnya. Di desa Kasongan misalnya, wisatawan yang menginap di sana bisa belajar untuk membuat cindera mata dari bahan gerabah, mulai dari tanah liat hingga menjadi barang cindera mata yang siap untuk dijual. Nah, di sinilah perbedaan yang sangat nyata dengan tempat wisata lainnya. Di sini ada unsur edukasi.
Jelas paket wisata semacam ini sebenarnya bisa dijual ke sekolah-sekolah di seluruh tanah air, sehingga para siswa bisa belajar banyak tentang potensi yang ada di kawasan DIY. Kalau ini bisa dilakukan, niscaya keramaian kunjungan wisata tidak hanya terjadi pada masa liburan sekolah atau para saat liburan akhir tahun, namun bisa terjadi sepanjang masa. Para guru sekolah bisa memasukkan kurikulum wisata edukasi semacam wisata ke 'desa wisata' ini ke dalam kurikulum pelajaran, sehingga pada saat praktiknya mereka bisa mengunjungi kawasan DIY sesuai dengan kurikulum yang tersedia. Periodenya, menjadi tidak tergantung lagi pada musim liburan sekolah.
Masih banyak ide dan wacana yang bisa dikembangkan sehubungan dengan pengembangan sektor kepariwisataan, yang nyata-nyata sangat besar kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Paket 'wisata wisuda' sarjana misalnya, juga bisa dikembangkan untuk turut menyemarakkan wisata DIY.
Bukankah paket semacam ini tanpa disadari juga akan berdampak cukup signifikan bagi menggeliatnya sektor pariwisata. Apalagi di DIY ini bercokol tidak kurang empat PTN dan puluhan PTS. Sebut saja UGM sebagai PT terbesar, dalam setahunnya mengadakan wisuda sebanyak empat kali. Bukankah ini merupakan potensi tersembunyi yang bisa dikembangkan di kemudian hari?
Tentunya, wisata kreatif lainnya bisa diciptakan lagi, seiring dengan perkembangan yang ada. Misalnya, paket training (pelatihan) perusahaan, yang dikemas dengan paket wisata (sarana refreshing). Intinya adalah, bisnis pariwisata di kawasan DIY hendaknya bisa terus bergulir sepanjang tahun tanpa jeda, tidak hanya periodik, momentum dan cenderung jangka pendek.
Tentunya, untuk mewujudkan impian itu perlu kerja keras dan cerdas. Masalah ini harus mendapatkan penajaman prioritas. Potensi DIY yang sangat hebat ini, harus dijembatani dan difasilitasi dengan kerja kreatif serta inovatif. Pencapaian kinerja wisata yang sudah bagus, perlu lebih ditingkatkan lagi. Puluhan pantai, hingga pesona Merapi yang tidak pernah membosankan, jelas memerlukan sentuhan yang lebih kreatif lagi. Itu semua untuk mewujudkan wisata DIY sebagai daerah tujuan wisata nomor satu di Indonesia.
Tuesday, June 21, 2011
Sunday, June 19, 2011
Jogja Akan jadi Ibu Kota Pelan di Dunia
Kafi Kurnia akan memproklamirkan Jogja sebagai Ibu Kota Pelan di dunia. Bukan sebagai ejekan atau pelecehan, tetapi sebagai aksi pemasaran untuk meletakkan jogja di peta industri pariwisata dunia, yang memiliki keunikan budaya dan keindahan alam, serta atraksi gaya hidup yang memiliki kualitas hidup yang sangat tinggi.
Harapannya aksi pemasaran ini menggairahkan dan menumbuhkan potensi pariwisata Jogja sehingga menjadi salah satu tujuan wisata Indonesia selain Bali.
Maka Kafi Kurnia dan teman-temannya mendirikan sebuah pasar swalayan “pelan” pertama di dunia. Diberi nama “Roemah Pelantjong” di areal lebih daro 1500 m persegi, terletak di jalan magelang Km. 8 Mlati yang bakal diresmikan hari ini.
Kafi menggelar sejumlah atraksi dimana turis bisa mencicipi “pelan” lewat sejumlah penterjemah, seperti makanan pelan, minuman pelan, musik pelan, permainan pelan, budaya pelan, seni pelan hingga oleh-oleh pelan.
Roemah Pelantjong juga memiliki Minioboro yaitu sebuah versi mini Malioboro yang bekerjasama dengan 14 pengusaha UKM untuk menggelar karya industri cindera mata kreatif yang menapilkan produk-produk limbah, daur ulang, dan karya kontemporer.
sumber : Harian Jogja edisi 18 Juni 2011
Harapannya aksi pemasaran ini menggairahkan dan menumbuhkan potensi pariwisata Jogja sehingga menjadi salah satu tujuan wisata Indonesia selain Bali.
Maka Kafi Kurnia dan teman-temannya mendirikan sebuah pasar swalayan “pelan” pertama di dunia. Diberi nama “Roemah Pelantjong” di areal lebih daro 1500 m persegi, terletak di jalan magelang Km. 8 Mlati yang bakal diresmikan hari ini.
Kafi menggelar sejumlah atraksi dimana turis bisa mencicipi “pelan” lewat sejumlah penterjemah, seperti makanan pelan, minuman pelan, musik pelan, permainan pelan, budaya pelan, seni pelan hingga oleh-oleh pelan.
Roemah Pelantjong juga memiliki Minioboro yaitu sebuah versi mini Malioboro yang bekerjasama dengan 14 pengusaha UKM untuk menggelar karya industri cindera mata kreatif yang menapilkan produk-produk limbah, daur ulang, dan karya kontemporer.
sumber : Harian Jogja edisi 18 Juni 2011
Wednesday, June 15, 2011
Tuesday, June 14, 2011
Monday, June 13, 2011
Sunday, June 12, 2011
Saturday, June 04, 2011
Everybody, Somebody, Anybody, and Nobody
This is a story about four people named Everybody, Somebody, Anybody, and Nobody. There was an important job to be done and Everybody was sure that Somebody would do it. Anybody could have done it, but Nobody did it. Somebody got angry about that, because it was Everybody's job. Everybody thought Anybody could do it, but Nobody realized that Everybody wouldn't do it. It ended up that Everybody blamed Somebody when Nobody did what Anyone could have. ~ Author Unknown
Thursday, June 02, 2011
MEGAWATI, SBY DAN TELUR CEPLOK
Mata saya terasa amat berat. Diganduli rasa kantuk yang bergayut-gayut. Apalagi sehabis makan bebek goreng ala Mbok Berek yang renyah dan gurih. Perjalanan menuju airport Djogdjakarta terasa semakin panjang. Biasanya saya senang ngobrol dengan supir taxi. Karena memang mereka adalah lapisan masyarakat yang punya persepsi tersendiri, dan selalu beda. Kalau boleh dikatakan sangat istimewa. Namun siang ini saya agak malas. Maklum saja, saya sedang menikmati kantuk yang datang pelan-pelan. Kebetulan sekali sang supir taxi juga agak pendiam. Saya merasa aman.
Hampir 10 menit melaju, tiba-tiba supir taxi menginjak rem mendadak. Rupanya ada sepasang anak muda, ugal-ugal-an menaiki motor dan memotong jalan mobil taxi. Saya tersentak dan bangun. Sang supir taxi memohon maaf. Lalu memaki dan mengumpat dalam bahasa Jawa. Entah apa artinya. Entah apa bunyinya. Saya jadi terusik. Lalu memancing dengan simpati. Saya katakana bahwa hari-hari ini, semakin sering pengendara motor bertindak egois, dan ugal-ugalan, seolah mereka pemilik jalan satu-satunya. Sang supir terbatuk-batuk dan tertawa kecil. Kata beliau, “Jaman sekarang, tidak ada lagi sopan santun dan rasa hormat. Semua orang asik marah sendiri” Saya terbahak mendengar komentarnya.
Sang supir taxi lalu bertutur kisah hidupnya. Umurnya baru 40an. Ia menikah dengan seorang wanita dari keluarga yang sangat berada. Punya anak 3 . Dan semuanya sudah di Universitas. Mertuanya punya banyak perusahaan. Mulai dari perusahaan batik hingga took bahan bangunan. Mulanya sehabis menikah ia bekerja menjadi direktur, disalah satu perusahaan mertuanya. Tapi ia tidak betah. Karena menurutnya, sang mertua punya kebiasaan marah-marah. Sang supir taxi enggan menjadi tempat sang mertua menumpahkan kemarahan-nya. Akhirnya karena tidak tahan ia keluar dan bekerja diperusahaan orang lain. Lalu gantian, istrinya yang jadi sering memarahinya. Istrinya kesal karena ia tidak mau bekerja pada mertuanya. Percaya tidak ia belajar banyak banyak bersabar. Dan selalu mengalah. Ia mengaku lama-lama kebal dan mati rasa.
Salah satu alasan mengapa ia akhirnya menjadi supir taxi, karena ia merasa itulah pekerjaan yang jam kerja-nya sangat panjang. Pekerjaan yang bisa dilakukan-nya tanpa punya atasan pemarah. Dan pekerjaan yang memberinya kedamaian, karena ia selalu merasa terlindung didalam sebuah lingkungan, yang ia sebut sebuah mobil. Iseng-iseng saya tanya apakah ia pernah berpikir untuk bercerai dengan istrinya ? Ia menggeleng dan tertawa. Katanya tidak akan pernah mungkin bisa. Saya bingung dan bertanya kenapa ? Supir taxi itu bercerita bahwa istrinya tergila-gila dengan telor ceplok buatan-nya. Kini giliran saya yang bingung. Sang supir taxi melanjutkan ceritanya. Bahwa dulu ketika masih menjadi mahasiswa ia sering kekurangan uang untuk membeli lauk makan. Maka ia sering banget menggoreng telor ceplok untuk lauk. Namun karena bosan, ia sering melakukan eksperimen. Hingga ia menemukan cara menggoreng telur ceplok yang enak luar biasa. Konon diatas telur ceplok itu ia menambahkan gorengan bawang merah dan sambel terasi dengan resep rahasia. Ia melakukan-nya hingga sangat sempurna, dan enak luar biasa. Sampai-sampai istrinya tergila-gila dengan telor ceploknya. Kini setiapkali istrinya mengomel, ia langsung mengambil kuali dan menggoreng telor ceplok. Istrinya langsung diam mengomel. Secara filosofis ia berkata, bahwa telor ceplok telah menjadi jangkar hidupnya. Dan telur ceplok telah menjadi rahasia kelanggengan rumah tangganya. Ketika saya turun di airport, ia menutup ceritanya dan mengatakan, “Kadang kita meremehkan yang sepele. Padahal rahasia kehidupan seringkali memang sepele.” Mendengarnya saya cuma manut-manut saja.
Masuk di airport, saya menunggu keberangkatan di Garuda Lounge. Sambil membolak balik koran dan majalah menghabiskan waktu saat menunggu.Koran dan majalah sedang rame memberitakan SBY yang gusar dengan beredarnya fitnah yang keji sehingga beliau perlu menggelar sebuah press conference. Dan berita kedua tentang Megawati yang juga gusar karena ia telah dilupakan orang. Padahal saat reformasi, ia adalah salah satu dari 4 orang yang menjadi aikon reformasi di tahun 1998 itu. Lalu pikiran saya melayang sangat jauh dan berandai-andai.
Satu hal yang membuat saya kagum terhadap sang supir taxi, adalah kerendahan hatinya, untuk mengorbankan sejumlah rasa pamrih yang dimilikinya. Bagi orang awam yang tidak mengenalnya, sang supir taxi mirip dengan seorang suami lemah yang takut istri dan selalu menjadi target kemarahan dari istrinya. Itulah sosok supir taxi dari luar. Barangkali itulah persepsi kita terhadapnya secara umum. Namun kisah sesungguhnya adalah, sang supir taxi selalu menang, setiap kali ia memasang penggorengan di atas kompor. Istrinya langsung diam. Dan semua omelan langsung sirna.
Pikir saya, “aaah …… andaikata saja Megawati dan SBY mampu menggoreng telor ceplok sesempurna supir taxi. Barangkali mereka berdua tidak perlu gusar karena di fitnah atau dilupakan orang” Karena seperti supir taxi, ia sepenuhnya sadar dan tau, bahwa apapun situasinya ia selalu akan tampil sebagai pemenang. Karena ia punya senjata rahasia yang super ampuh, yaitu sang telur ceplok.
Mpu Peniti, mentor spiritual saya, pernah bercerita tentang seorang guru Zen, yang mengisi bak mandi dengan ember yang bocor. Setiap kali ia mengisi ember itu penuh-penuh dengan air dari sumur, maka guru Zen itu berlari ke kamar mandi, tetapi ketika ia sampai di kamar mandi, air di embernya tinggal seperempat. ¾ dari air di ember bocor dan habis diperjalanan. Bagi orang yang tidak paham, perbuatan sang guru Zen nampaknya seperti sebuah usaha yang sia-sia dan percuma. Maka salah seorang murid dari sang guru, akhirnya memberanikan diri bertanya, mengapa sang guru berusaha mengisi bak mandi dengan ember yang bocor. Sang guru lalu berhenti sejenak, dan menarik nafas dalam-dalam. Lalu berkata, bahwa pertama-tama ember yang bocor, tidaklah berarti langsung tidak berguna, dan harus dibuang. Karena hidup ini seringkali memiliki sejumlah ketidak sempurnaan. Apakah gara-gara sejumlah hal yang tidak sempurna maka, kita harus marah dan gusar pada kehidupan itu sendiri ? Kita harus mencoba memanfaatkan semuanya yang tidak sempurna.
Yang kedua, sang guru Zen menasehati muridnya, bahwa kita memiliki kesadaran,dengan segala ketidak sempurnaan itu kita akan menuju satu hasil akhir yang sempurna. Biarpun embernya bocor, pada akhirnya, kalau diisi terus menerus, maka bak mandi itu akan penuh juga. Mungkin perlu waktu yang lebih lama, dan usaha yang lebih banyak. Tidak menjadi soal. Bak mandi akan penuh sempurna. Bagi sang supir taxi, hidupnya sehari-hari mirip dengan ember yang bocor. Tetapi ia tahu, bahwa suatu saat bak mandi itu akan terisi air dengan penuh. Ia tahu bahwa biarpun embernya bocor, ia akan selalu menang dengan telor ceploknya. Seorang pemimpin tidak berarti memiliki ember yang sempurna dan tidak bocor. Seorang pemimpin bisa saja memiliki ember yang bocor. Hanya dengan berhasil mengisi bak mandi penuh dengan air, menggunakan ember yang bocor, yang menunjukan kualitas sesungguhnya dari sang pemimpin itu. Pemimpin yang tekun dan memiliki stamina untuk memanfaatkan hidup yang serba tidak sempurna ini. Pemimpin yang berhasil memastikan diri ke garis finish.
Subscribe to:
Posts (Atom)