Interbrand dan AAAA (Association of Accredited Advertising Agents Malaysia) baru saja menyusun peringkat 30 merek paling berharga di Malaysia. Peringkat teratas di duduki oleh Maybank dengan nilai merek mencapai 2,76 milyar dolar Amerika. Sejumlah merek yang muncul juga tidak asing bagi kita di Indonesia. Karena memang merek-merek Malaysia beberapa diantaranya telah berhasil menjadi pemain regional di ASEAN. Contoh, televisi satelit ASTRO mereknya bernilai 946 juta dolar Amerika. Yang unik adalah merek hypermarket GIANT yang tokonya banyak di Indonesia, ternyata nilai mereknya 592 juta dolar Amerika, dan mengalahkan Malaysia Airlines yang nilai mereknya setara dengan 493 juta dolar Amerika.
Pendatang baru Air Asia ternyata sudah mengantongi nilai merek yang lumayan, sebesar 95 juta dolar Amerika. Bandingkan dengan merek mobil Proton yang bernilai hanya 68 juta dolar Amerika. Merek fashion Padini dan Bonia ternyata cukup berjaya, karena dinilai 61 juta dolar Amerika dan 22 juta dolar Amerika. Melihat dan menyimak peringkat ini, anda pasti juga bertanya-tanya, kalau begitu berapa nilai merek-merek besar di Indonesia, seperti BCA, Aqua, Teh Botol, Telkomsel, Indomie, Gudang Garam, dsbnya.
Apa sih, yang bisa membuat merek produk dan jasa anda melambung nilainya seperti itu ? Jawabnya sederhana, Brand Management yang tertata baik. Secara keseluruhan Brand Management memang proses holistik, yang tidak mungkin dilakukan sepotong-sepotong. Sebuah proses yang harus dilakukan menyatu dalam satu kelengkapan tindakan. Praktis Brand Management bisa dilakukan lewat 3 langkah sederhana, yaitu pertama membentuk Brand Awareness, yang kemudian memotivasi konsumen untuk menjajal produk atau jasa tersebut, sehingga konsumen merasakan sebuah Brand Experience yang sangat berbeda. Lalu konsumen menjadi senang, puas, bahagia dengan produk atau jasa tersebut, yang membuat konsumen tadi berubah menjadi konsumen loyal. Titik terakhir ini disebut Brand Loyalty. (brand awarenessàbrand experienceàbrand loyalty)
Tapi jaman telah berubah sangat cepat. 3 proses sederhana itu kini dianggap tumpul dan tidak mujarab. Misal saja Brand Awareness yang seringkali menuai kritik. Pimpinan perusahaan banyak yang mengeluh dengan sindrom ‘beken tapi ngak laku’. Contoh, klien saya baru saja meluncurkan sebuah produk yang menghabiskan dana puluhan milyar. Mereka juga menggunakan brand consultant ternama. Nama mereknya bagus. Kemasan produk juga mendukung. Iklan agresif jor-jor-an. Ketika melakukan evaluasi dengan Focus Group Discussion, produknya mendapat skor awareness yang tinggi. Tetapi tetap ngak laku.
Ketika tidak laku, barulah saya dipanggil. Selidik punya selidik produk ini ngak laku, karena gagal menciptakan impresi atau kesan yang pas. Istilah populernya ‘pergi tanpa kesan’. Impresi penting sekali. Karena impresi yang pas bisa membuat orang penasaran. Bagi banyak orang Brownies Kukus Amanda, mungkin sama dengan bolu kukus rasa brownies. Tetapi siapa-lah orangnya yang bakal penasaran dengan bolu kukus rasa brownies ? Pemilihan merek Brownies Kukus adalah kecerdasan yang brilyan untuk menciptakan impresi yang membuat orang penasaran. Jadi kalau Brand Awareness tidak lagi mujarab, maka anda butuh Brand Impressions.
Brand Experience juga sudah dianggap lapuk dan ketinggalan jaman. Karena Brand Experience secara fisik mudah ditiru. Kita butuh ajian yang lebih greget. Yaitu Brand Enlightenment. Produk Coca Cola seutuhnya dibangun oleh Brand Experience. Sederhana-nya tiada lagi pengalaman yang lebih nikmat dari pada minum sebotol Coca Cola dingin pada saat haus-hausnya. Bayangkan apa enaknya minum Coca Cola hangat ? Coca Cola menyadari kekuatan ini. Maka dalam 3 dekade terakhir Coca Cola mencoba menggandakan experince ini, dengan menciptakan aneka produk dari yang diet, rasa vanilla, hingga yang diberi vitamin dan tambahan kafein. Hasilnya biasa-biasa saja. Barulah ketika mereka meluncurkan Coca Cola Zero, mereka menemukan produk unggulan, yang konon produk paling sukses mereka selama 22 tahun terkahir. Inilah dimensi baru yang disebut Brand Englightenment. Konsumen selalu merasa bahwa produk Coca Cola sudah sempurna. Tidak perlu ditambah apa-apa lagi. Yang tidak sempurna adalah kalorinya. Dengan Coca Cola Zero, kesempurnaan itu terjawab. Sebuah pencerahan baru.
Titik terakhir, yang dituju banyak praktisi juga bukan lagi Brand Loyalty tetapi Brand Activist. Yaitu anda tidak ingin konsumen sekedar loyal. Anda ingin konsumen menjadi aktivis merek anda yang merekomendasikan dan ikut mempopulerkan merek anda kelingkungan disekitarnya. 3 proses – Brand Impressions àBrand Enlightenment à Brand Activist – adalah formula Brand Management ‘yang gres dan greng’ untuk melambung Brand Value produk dan jasa anda !
Pendatang baru Air Asia ternyata sudah mengantongi nilai merek yang lumayan, sebesar 95 juta dolar Amerika. Bandingkan dengan merek mobil Proton yang bernilai hanya 68 juta dolar Amerika. Merek fashion Padini dan Bonia ternyata cukup berjaya, karena dinilai 61 juta dolar Amerika dan 22 juta dolar Amerika. Melihat dan menyimak peringkat ini, anda pasti juga bertanya-tanya, kalau begitu berapa nilai merek-merek besar di Indonesia, seperti BCA, Aqua, Teh Botol, Telkomsel, Indomie, Gudang Garam, dsbnya.
Apa sih, yang bisa membuat merek produk dan jasa anda melambung nilainya seperti itu ? Jawabnya sederhana, Brand Management yang tertata baik. Secara keseluruhan Brand Management memang proses holistik, yang tidak mungkin dilakukan sepotong-sepotong. Sebuah proses yang harus dilakukan menyatu dalam satu kelengkapan tindakan. Praktis Brand Management bisa dilakukan lewat 3 langkah sederhana, yaitu pertama membentuk Brand Awareness, yang kemudian memotivasi konsumen untuk menjajal produk atau jasa tersebut, sehingga konsumen merasakan sebuah Brand Experience yang sangat berbeda. Lalu konsumen menjadi senang, puas, bahagia dengan produk atau jasa tersebut, yang membuat konsumen tadi berubah menjadi konsumen loyal. Titik terakhir ini disebut Brand Loyalty. (brand awarenessàbrand experienceàbrand loyalty)
Tapi jaman telah berubah sangat cepat. 3 proses sederhana itu kini dianggap tumpul dan tidak mujarab. Misal saja Brand Awareness yang seringkali menuai kritik. Pimpinan perusahaan banyak yang mengeluh dengan sindrom ‘beken tapi ngak laku’. Contoh, klien saya baru saja meluncurkan sebuah produk yang menghabiskan dana puluhan milyar. Mereka juga menggunakan brand consultant ternama. Nama mereknya bagus. Kemasan produk juga mendukung. Iklan agresif jor-jor-an. Ketika melakukan evaluasi dengan Focus Group Discussion, produknya mendapat skor awareness yang tinggi. Tetapi tetap ngak laku.
Ketika tidak laku, barulah saya dipanggil. Selidik punya selidik produk ini ngak laku, karena gagal menciptakan impresi atau kesan yang pas. Istilah populernya ‘pergi tanpa kesan’. Impresi penting sekali. Karena impresi yang pas bisa membuat orang penasaran. Bagi banyak orang Brownies Kukus Amanda, mungkin sama dengan bolu kukus rasa brownies. Tetapi siapa-lah orangnya yang bakal penasaran dengan bolu kukus rasa brownies ? Pemilihan merek Brownies Kukus adalah kecerdasan yang brilyan untuk menciptakan impresi yang membuat orang penasaran. Jadi kalau Brand Awareness tidak lagi mujarab, maka anda butuh Brand Impressions.
Brand Experience juga sudah dianggap lapuk dan ketinggalan jaman. Karena Brand Experience secara fisik mudah ditiru. Kita butuh ajian yang lebih greget. Yaitu Brand Enlightenment. Produk Coca Cola seutuhnya dibangun oleh Brand Experience. Sederhana-nya tiada lagi pengalaman yang lebih nikmat dari pada minum sebotol Coca Cola dingin pada saat haus-hausnya. Bayangkan apa enaknya minum Coca Cola hangat ? Coca Cola menyadari kekuatan ini. Maka dalam 3 dekade terakhir Coca Cola mencoba menggandakan experince ini, dengan menciptakan aneka produk dari yang diet, rasa vanilla, hingga yang diberi vitamin dan tambahan kafein. Hasilnya biasa-biasa saja. Barulah ketika mereka meluncurkan Coca Cola Zero, mereka menemukan produk unggulan, yang konon produk paling sukses mereka selama 22 tahun terkahir. Inilah dimensi baru yang disebut Brand Englightenment. Konsumen selalu merasa bahwa produk Coca Cola sudah sempurna. Tidak perlu ditambah apa-apa lagi. Yang tidak sempurna adalah kalorinya. Dengan Coca Cola Zero, kesempurnaan itu terjawab. Sebuah pencerahan baru.
Titik terakhir, yang dituju banyak praktisi juga bukan lagi Brand Loyalty tetapi Brand Activist. Yaitu anda tidak ingin konsumen sekedar loyal. Anda ingin konsumen menjadi aktivis merek anda yang merekomendasikan dan ikut mempopulerkan merek anda kelingkungan disekitarnya. 3 proses – Brand Impressions àBrand Enlightenment à Brand Activist – adalah formula Brand Management ‘yang gres dan greng’ untuk melambung Brand Value produk dan jasa anda !
No comments:
Post a Comment