Thursday, December 14, 2006

TITIK KECUKUPAN

Lima belas tahun lalu, ketika nenek teman saya berulang tahun ke-90, ibunya mewanti-wanti agar jangan melewatkan kesempatan perayaan ulang tahun sang nenek. Ada rasa khawatir yang besar umur sang nenek tidak bisa berlanjut panjang. Nenek teman saya tinggal di sebuah kota kecil Taiping, di wilayah negara Perak, Malaysia. Taiping memang unik, berada di sebuah teluk yang dikelilingi perbukitan subur, sehingga udaranya selalu sejuk. Sepuluh menit dari Taiping ada tempat peristirahatan Bukit Larut yang terkenal. Dan merupakan salah satu wilayah dengan curah hujan terbanyak di Malaysia.

Lingkungan Taiping yang begitu asri sangat baik untuk kesehatan sang nenek. Beberapa minggu lalu, sang nenek berulang tahun ke-105. Luar biasa, bukan? Meski, setahun terakhir, penglihatannya menurun drastis. Sang nenek mengeluh kualitas hidupnya juga ikut menurun. Kurang lebih tiga bulan lalu, sang nenek ditemani sopir yang setia minta berkunjung ke sebuah danau kecil dekat Taiping.

Danau itu memang tempat favorit sang nenek. Beliau sempat mengagumi keindahan danau itu sesaat. Lalu, anehnya, beliau mengatakan pada sopirnya: "Cukup. Ini kesempatan aku yang terakhir untuk menikmati danau itu." Tentu saja sopirnya heran atas komentar itu. Dan sebelum pulang, sang nenek juga minta mampir di bekas sekolahnya dulu. Di sana sang nenek sejenak merenung dan mengenang. Lalu mereka pulang.

Tak lama kemudian, sang nenek mulai menolak makan. Beliau benar-benar berpuasa. Cuma minum saja. Hal ini berjalan enam minggu. Menurut dokter, entah kenapa sang nenek kehilangan semangat hidup. Secara tidak langsung, ia memang berpuasa untuk meninggal. Di usia 105 tahun, mungkin sang nenek sudah merasakan hidup yang sangat cukup. Kini saatnya ia pergi meninggalkan dunia yang fana ini. Itulah sebabnya, ketika sang nenek berulang tahun ke-105, kurang lebih dua minggu lalu, hampir semua kerabatnya di seluruh penjuru dunia datang untuk merayakan.

Walaupun fisik sang nenek sangat lemah, perayaan tetap berjalan meriah. Yang menakjubkan adalah komentar sang dokter, yaitu biarpun keinginan untuk mati sang nenek begitu besar, fisiknya tetap tegar, seolah tidak mau menyerah begitu saja. Tak lama setelah semua kerabat ke airport untuk kembali ke masing-masing tempat tinggal mereka, dokter melaporkan sesuatu yang unik, tiba-tiba saja fisik sang nenek melemah. Dan dua hari setelah pesta ulang tahunnya, sang nenek wafat.

Saat teman saya mengabari ihwal wafatnya sang nenek, pikiran saya menerawang sangat jauh. Teman saya sendiri sangat antusias untuk kembali ke Taiping untuk acara penguburan sang nenek. Ia mengatakan jarang sekali menghadiri pemakaman dengan hati yang penuh kelegaan dan sukacita. Hanya kali ini ia mengalaminya. Pemakaman neneknya bukanlah sebuah kesedihan, melainkan perayaan tentang hidup yang sangat luar biasa. Tidak banyak orang bisa hidup hingga 100 tahun, dengan sebuah kebahagiaan seperti neneknya. Barangkali metode puasa untuk mengakhiri hidupnya agak radikal. Tetapi sang nenek mengilhami kita bagaimana dalam hidup ini punya keberanian untuk mengatakan cukup.

Mpu Peniti juga punya cerita menarik. Seorang pengusaha yang sudah memiliki dua istri datang ke Mpu Peniti. Dia minta diberi petunjuk agar dibukakan jalan untuk bisa menambah satu istri lagi. Ia ingin punya tiga istri. Mpu Peniti sempat sewot. Ia bertanya, apakah dua istri itu tidak cukup. Menurut Mpu Peniti, kalau nanti sudah punya tiga istri, pasti akan ingin punya empat istri. Dan kalau sudah ketagihan, pasti nanti akan ada istri yang dicerai untuk mendapatkan istri baru. Menurut Mpu Peniti, pengusaha itu tidak tahu batas di mana cukup yang sebenarnya.

Menurut Mpu Peniti, dalam hidup ini kita harus punya naluri yang mengerti titik kecukupan. Bila tidak, kita akan menjadi orang yang serakah dan loba. Karena sesungguhnya kenikmatan dan kebahagiaan hidup ini ada di titik kecukupan itu. Makan yang nikmat adalah kalau kita kenyang dengan cukup. Kekenyangan akan membuat sesak dan susah bernapas. Tidur yang paling nikmat adalah tidur yang berkecukupan. Terlalu banyak tidur akan membuat kita malas.

Dalam bisnis dan manajemen, kita juga harus tahu batas kecukupan yang sama. Kurang marah, kita akan dianggap lemah. Terlalu banyak marah, kita pasti dianggap sebagai pemimpin pemarah yang kasar dan kebakaran jenggot. Jadi, marahlah secukupnya. Sama pula halnya dengan pengembangan bisnis. Kurang agresif mengembangkan bisnis, kita akan mudah tersaingi. Terlalu agresif mengembangkan bisnis, maka anak-anak perusahaan yang dikembangkan cenderung lemah fondasi dan mudah bangkrut dalam waktu yang tidak lama.

Kita harus memiliki ambisi dalam hidup dan bisnis. Tetapi, berapa jauh ambisi itu akan terwujudkan, tergantung naluri kita untuk mengetahui di mana titik kecukupan yang kita miliki. Indahnya, kebahagiaan hidup seringkali juga berada di titik kecukupan yang sama.

No comments: