Hal yang paling ditakuti oleh semua pengusaha adalah jatuh bangkrut. Biasanya semua harta ludes, habis total. Perasaan dalam dada juga campur aduk. Ada perasaan gagal total, depresi, bercampur dengan sejumlah perasaan lainnya, mulai malu hingga tidak berdaya. Tapi tantangan yang paling penting adalah bisa bangkit kembali. Ini yang paling sulit. Berkali-kali saya bertemu dengan pengusaha yang pernah bangkrut, kebanyakan dari mereka tidak berhasil mengatasi depresi dan perasaan takut untuk bangkit kembali. Umumnya mereka jadi menjauhi bisnis. Salah satu dari mereka mengatakan bahwa jatuh bangkrut mirip dengan keseduh minyak panas. Sehingga mereka takut menyentuh minyak panas.
Jarang di dalam bisnis, kita melihat pengusaha tahan banting, yang bisa bangkit dari kebangkrutan. Saya bertemu seorang pengusaha Indonesia di Philadelphia, belum lama ini. Sebut saja namanya Om Yan. Dia bukan berasal dari keluarga kaya. Di akhir 1980-an, Om Yan mendirikan perusahaan kecil-kecilan. Berkat kerja keras, sekitar tahun 1994, perusahaannya berkembang cepat. Sayang, Om Yan terlalu ambisius. Tahun 1997, ketika terjadi krisis ekonomi, bisnisnya bangkrut total. Akibat terlalu banyak utang, Om Yan patah hati dan ingin mengubah nasib di Amerika. Ia ikut adiknya di Philadelphia. Mulai dari bawah, ia berusaha kerja apa saja.
Menurut cerita Om Yan, ia percaya pada kesempatan kedua. Katanya, setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua. Ini alasan kenapa ia minggat ke Amerika. Di Philadelphia, ia bekerja sebagai sopir pengganti taksi dari kenalan adiknya. Kadang ia juga bekerja serabutan, jadi pelayan restoran dan pembersih kantor.
Lalu tiba-tiba datang kesempatan kedua itu. Ketika sedang menjadi sopir taksi, ia mendapat tamu seorang pengusaha Indonesia. Mereka lalu bersahabat, dan setiap kali pengusaha itu ke Philadelphia, ia selalu memesan taksi Om Yan untuk mengantarnya ke sana kemari. Untunglah, suatu hari bisnis sang pengusaha Indonesia meledak. Dan ia butuh orang yang bisa mewakili dirinya di Philadelphia, karena ia tidak bisa selalu datang ke Philadelphia. Maka, Om Yan beruntung diberi kepercayaan itu.
Dalam tiga tahun, bisnis mereka berkembang. Peran Om Yan makin besar, dan ia mulai bisa bangkit lagi. Ketika bercerita kepada saya, Om Yan sempat terharu. Katanya, hal yang membuat ia sedih, kesempatan keduanya tidak datang dari orang-orang terdekat. Tetapi justru dari orang jauh. Om Yan menasihati saya agar selalu hidup jujur, karena hanya dengan kejujuran itulah kita bisa menyentuh hati orang lain. Kejujuran mirip sebuah kunci yang membuka peluang. Kata Om Yan, "Orang boleh bangkrut dan miskin harta. Tapi jangan sekali-kali kita miskin kejujuran." Saya tersentuh.
Saya jadi teringat pada Slamet, bekas pembantu rumah tangga Mpu Peniti. Konon, Slamet telah mengabdi pada Mpu Peniti lebih dari 10 tahun. Suatu hari, ia permisi ingin balik kampung dan membuka bengkel dengan uang tabungannya. Setahun kemudian, Slamet kembali dan bercerita bahwa bisnis bengkelnya bangkrut. Ia mau kembali bekerja dengan Mpu Peniti. Tetapi oleh Mpu Peniti, Slamet dilarang bekerja. Malah ia dikasih modal untuk bisnis baru.
Slamet lalu membuka warung. Hampir dua tahun kemudian, Slamet kembali lagi dengan cerita yang sama. Ia korban gempa bumi di Yogyakarta. Bisnisnya bangkrut lagi. Duh, nasib Slamet memang apes total. Ketika ia kembali lagi bertemu dengan Mpu Peniti, lagi-lagi Slamet dilarang bekerja. Slamet kembali diberi modal tambahan. Dan Slamet kembali lagi berbisnis.
Melihat itu, mulanya saya protes, karena Slamet akan terus-menerus bergantung pada Mpu Peniti. Ini bukan pelajaran yang baik. Mpu Peniti cuma senyum-senyum. Kata beliau, "Kasihan Slamet, di matanya ada kejujuran dan kegigihan untuk mengubah nasibnya sendiri. Sayang sekali kalau semangat itu mati, dan Slamet menganggap takdirnya memang menjadi pembantu seumur hidup." Saya tersentuh. Barangkali, di saat Lebaran nanti, mari kita periksa dengan teliti orang-orang di sekeliling kita yang bukan saja perlu maaf, melainkan juga kesempatan kedua. Berikanlah kesempatan kedua itu kepada mereka, karena itu bisa menjadi penyulut semangat hidup mereka.
No comments:
Post a Comment