Ayam goreng barangkali makanan yang paling sederhana. Namun
sangat populer diseluruh penjuru dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Tiongkok
hingga Indonesia. Seorang pengusaha resto ayam goreng, pernah membisik-kan
cerita kepada saya, bahwa ia hampir tidak pernah mendengar ada orang yang tidak
suka ayam goreng. Hanya saja, resep sukses ayam goreng tidak mudah-mudah amat.
Rahasianya sederhana, garing diluar tetapi didalam tetap empuk dan gurih.
Bahasa keren-nya : "Crispy on the outside .... But juicy on the inside".
Ini yang tidak mudah. Dua hal yang terdengar bertolak belakang. Tetapi menjadi
satu produk dengan pengalaman memakan yang sangat unik. Hampir semua resep ayam
goreng, terdiri dari bumbu rendam untuk membuat rasa ayam gurih. Lalu biasanya
ayam di masak tergantung resep masing-masing, entah itu 1/2 matang atau 2/3
matang, kemudian digoreng dengan minyak panas dalam waktu kilat. Sehingga
garing diluar namun tetap empuk dan gurih didalam.
Ayam penyet, konon kabarnya adalah salah satu resep khas
ayam goreng dari Jawa Timur. Menurut dongeng, disajikan sederhana dengan tempe
goreng, tahun goreng dan lalapan. Sambalnya sangat khas. Pedas dan gurih.
Dinamakan penyet, karena setelah digoreng konon digebuk dengan pisau besar
sehingga gepeng atau penyet.
Belum lama ini, saat terbang dengan Singapore Airlines, saya
sempat tersenyum, ketika ditawari makan siang dengan ayam penyet. Karena
penasaran, akhirnya saya memilih ayam penyet. Saya tahu pasti tidak akan persis
seperti ayam penyet ala Indonesia asli. Namun saya sangat kagum dengan
Singapore Airlines. Nasinya kebetulan adalah nasi ayam ala Hainan. Wangi dan
gurih dengan sentuhan bawang putih dan sentuhan jahe. Lalapan, dan tahu beserta
sambelnya lengkap. Ayamnya tidak digoreng garing. Karena sangat tidak mungkin
dipanaskan dengan sistim pemanas diatas dapur pesawat. Ayamnya cukup gurih.
Pengalaman ini sangat luar biasa. Walapun rasanya sangat berbeda, saya memberi
Singapore Airlines nilai 10 karena berani mengangkat ayam penyet kedalam menu
makan siangnya.
Menurut teman saya, seorang "chef" profesional,
ayam penyet memang sedang naik daun. Dan menjadi aikon kuliner Indonesia
setidaknya di Singapura dan Malaysia. Ceritanya juga sangat romantis sekali.
Ayam penyet jelas bukan makanan tingkat atas atau "fine dining" di
Indonesia. Tapi menurut cerita, lebih dari 10 tahun yang lalu, seorang
pengusaha membuka warung ayam penyet di Lucky Plaza. Karena ia melihat
banyaknya TKI kita di Singapura yang selalu libur seminggu sekali dan saat
mereka libur, mereka selalu kumpul dan saling bertukar cerita. Dan TKI ini juga
selalu rindu makanan asli Indonesia. Maka ayam penyet menjadi salah satu
hiburan dan saluran pelepas rindu terhadap rumah dan kampung halaman.
Konon kabarnya itulah cerita awalnya. Karena laris, akhirnya
menyebar kemana-mana. Sekarang di Singapura, dapat kita temukan ayam penyet
dimana-mana. Dari Singapura, trend kuliner ini menyebar ke Malaysia dan
Hongkong. Sehingga akhirnya menjadi aikon, dan dipilih Singapore Airlines
sebagai salah satu menu makan siangnya. Fenomena TKI sebagai medium 'viral
marketing', sebenarnya sudah dikenal sejak lama. Sebuah majalah di Surabaya
menggunakan TKI sebagai alat 'viral marketing' dan berhasil menjual majalah
dalam jumlah cukup besar, di Singapuram, Malaysia, Hongkong, dan Taiwan.
Sayangnya, ketika Menteri Pariwisata mengumumkan 30 makanan
kuliner Indonesia yang dijadikan aikon, ayam penyet karena kesederhana-an-nya,
tidak masuk daftar. Padahal saya sangat berharap ayam penyet masuk. Kata Mpu
Peniti, mentor spiritual saya, "seseorang yang tahu, belum tentu mengerti,
dan seseorang yang mengerti belum tentu sadar".
Untuk mempromosikan Indonesia, barangkali ada baiknya,
pemerintah melakukan sensus dan survey terhadap TKI di seluruh Asia. Siapa tahu
saja lewat prilaku dan budaya kuliner mereka, kita bisa mempromosikan 'viral
marketing' tentang Indonesia secara efektif dan murah.