Sunday, November 06, 2011
Andaikata supir taxi menjadi Presiden (bagian 3)
Di kota kembang Bandung, masih saja banyak taxi yang tidak bermeter argo. Kalau anda tidak berpengalaman menggunakan jasa pelayanan ini, tidak jarang anda bakal mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan. Mulai dari cekcok mulut hingga ongkos taxi yang terlalu mahal. Siang itu saya ingin makan di sebuah resto kecil diatas Dago, dan saya minta bell-boy hotel mencarikan saya taxi langganan mereka yang minimal ramah dan jujur. Akhirnya saya bertemu dengan Husen. Supir taxi yang akan mengantar saya ke atas Dago.
Siang itu kota Bandung agak macet. Sama seperti kota besar lainnya, Bandung tertular penyakit kronis. Terlalu banyak kendaraan yang akhirnya membuat jalanan menjadi sangat macet. Terlebih disaat-saat akhir pekan, Bandung diserbu ratusan hingga ribuan turis mendadak dari Jakarta. Husen asli anak Bandung. Usianya masih belia. Umurnya belum lagi 25. Seusai SMA, ia langsung terjun bebas. Tidak kuliah, karena memang tidak ada uang dan tidak ada biaya. Awalnya ia kerja serabutan. Apa saja yang bisa memberinya uang jajan. Kebetulan ayahnya supir angkot. Masuklah Husen ke bisnis transportasi dan perhubungan. Ia pernah jadi kenek. Pernah juga jadi tukang parkir. Dan kerja dibengkel motor, mencuci motor hingga service motor. Setelah hampir 4 tahun malang melintang di bisnis transportasi perkotaan ini, suatu hari ia mendapat keberuntungan yang mendongkrak karirnya. Tetangganya kebetulan, adalah seorang supir taxi senior. Yang suatu hari mendadak mulai sakit-sakitan. Husen ditawari menjadi supir aplusan. Ia hanya menjadi supir taxi kalau kebetulan tetangganya sakit. Itu awal karir Husen menjadi supir taxi. Lama-lama akhirnya ia menjadi supir taxi full-time.
Sebagai anak muda, Husen gila bola. Total. Ia juga fans fanatik PERSIB. Ia hafal semua jagoan bola. Hobi-nya begadang nonton bola. Malah menurut Husen, ia juga jagoan bola di kampungnya. Dan kalau ada pertandingan bola antar kampong, Husen selalu main dan mencetak gol. Obrolan kami soal bola, akhirnya juga menyentuh prestasi bola di republik ini. Husen agak emosional ketika bicara soal yang satu ini. Kata Husen, sebagai anak muda, ia ingin sekali-kali melihat Indonesia menjadi juara dunia dimasa mendatang. Karena menurut Husen, masa sih dari 238 juta penduduk Indonesia kita tidak bisa mencari 11 jago bola. Sampai-sampai kita harus impor pemain asing. Entah kenapa model matematik seperti ini selalu muncul menjadi perdebatan. Bahwa Indonesia dengan penduduk 238 juta mestinya menjadi kolam bakat dengan potensi yang tak terhingga. Realitanya barangkali tidak semudah itu. Karena Olah Raga membutuhkan infra struktur yang luar biasa. Dan duit yang sangat banyak. Kalau memang kita ingin serius.
Husen, supir taxi dari Bandung, punya pendapat yang sama. Bahwa kita ngak serius ! Husen menasehati saya bahwa serius itu penting. Lalu ia membawa saya balik sekilas menerawang kisah hidupnya. Dulu sehabis SMA dan Husen menjadi kenek buat angkot ayahnya, Husen cuma punya uang jajan ala kadarnya. Buat beli rokok, makan dan terkadang bila ada lebih baru buat beli kaos baru. Ia tidak pernah serius untuk membawa kehidupan-nya. Pada fase ini Husen menyebut hidupnya fase keblinger alias masa-masa ia tersesat. Barulah ketika ia bekerja di bengkel motor, dan ia punya pacar tetap, maka ia memasuki fase kehidupan yang ia sebut lieur alias membingungkan. Karena ia baru merasakan butuh duit banyak, untuk mengajak pacarnya nonton, makan atau membelikan oleh-oleh. Husen menyebut 2R yang paling sulit.
Barulah kemudian ia dinasehati neneknya. Bahwa hidup kudu serius. Punya tujuan. Punya arah. Punya cita-cita. Dan Husen-pun menekuni hidup dengan sangat serius. Biarpun jadi tukang taksi, ia bertekad punya kehidupan yang mapan, bisa menikah dan punya keluarga. Begitu tekad Husen yang serius. Lalu neneknya menasehatinya dengan filosofi Sunda yang unik. Husen menyebutnya 5R yang menuntun hidupnya. Pertama, menurut neneknya, Husen harus belajar menjadi manusia yang Bageur (Alias Baik), karena itulah modal hidup terpenting. Punya maksud baik, bersikap baik, dan selalu berbuat baik. Kedua, Husen harus selalu Beneur (Alias Benar), berahlak tahu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Selama Husen berbuat yang benar, ia tidak perlu takut pada apapun. Yang ketiga, neneknya berpesan agar Husen selalu Cageur (Alias Sehat) , bukan saja sehat jasmani, tetapi juga sehat rohaninya. Sebagai tukang taksi, yang bekerja lebih dari 10 jam sehari Husen paham betul nasehat nomer tiga itu. Husen juga bercerita bahwa selama ia menjadi supir taksi, godaan bukan main banyaknya. Maklum ia membawa ratusan penumpang tiap harinya, mulai dari yang normal hingga yang bergajul. Mulai dari yang sehat hingga yang bejat. Untunglah ia masih tetap sehat dan tidak pernah tergoda.
Nah, R yang berikutnya adalah, Pinter (Alias Cerdas) . Husen, menuturkan biarpun ia cuma tamatan SMA, ia selalu berupaya menambah ilmu. Belajar kemana-mana. Belajar menabung. Kini setiap Lebaran, ia selalu bisa membelikan hadiah yang layak buat pacarnya, dan ayah ibunya. R yang terakhir adalah Singer (Alias Cekatan). Nenek Husen berpesan agar ia selalu menjadi supir taxi yang cekatan, terampil dan professional. Bukan supir taxi yang ugal-ugalan. Tetapi supir taxi kebanggaan. Husen bangga karena ia seringkali direkomendasikan hotel untuk membawa tamunya. Dan itulah 5R , yang harus menjadi tulang kehidupan kita sehari-hari. Karena kalau tidak, Husen mengatakan hidup kita bakal keblinger (sesat) dan lieur (bingung). Menurut Husen, ia seorang super taxi biasa, namun karena serius menekuni filsafat hidup itu, Husen hidup aman sejahtera.
Menurut Husen, apa sih susahnya buat pemimpin kita menekuni filsafat hidup yang sama. Dan menghantarkan republik ini menjadi aman sejahtera. Kuncinya sederhana, asalkan serius !!! Mendengar cerita Husen, saya jadi malu sendiri. Cuma ikut senyum-senyum. Karena dari 5R yang disebut Husen, saya sendiri sering khilaf, kurang menekuni, dan tidak selalu bisa serius. Iseng-iseng saya tanya, mau tidak Husen menjadi presiden di republik ini ? Husen ngakak kencang sekali. Ia berkelit, dan mengatakan bahwa untuk yang satu ini, ia sama sekali tidak serius. Giliran saya yang tertawa keras-keras. Ketika saya mau turun dari taxi dan membayar ongkos, Husen sambil tersenyum, mengatakan andaikata dia menjadi ketua PSSI, mungkin saja ia akan menerapkan filosofi 5R itu, dan membuat Indonesia juara dunia. Saat itu saya merasakan kalau Husen serius berkata demikian.
Kurang dari seminggu lagi, pesta olah raga SEA GAMES akan digelar. Semua orang was-was dengan prestasi Indonesia. Sanggupkah Indonesia menjadi juara umum ? Apapun juga hasilnya nanti, apakah setelah itu kita akan serius mengurus prestasi olah raga di republik ini ? Dan buat pemimpin kita, mungkin kita bisa belajar dari Husen, tentang keseriusan menjadi pemimpin dan keseriusan memimpin. Kalau kita renungkan pelan-pelan nasehat nenek Husen, rasanya kok sederhana sekali. Akan tetapi seringkali rahasia sukses memang selalu sederhana adanya. Tidak pernah nyelimet. Tidak pernah rumit. Hanya kita yang memang tidak pernah mau serius menjalankan-nya. Barangkali tantangan kita memang sesederhana itu. Mau ngak kita lebih serius ?
Subscribe to:
Posts (Atom)