Wednesday, January 30, 2008

CERITA LAMA TENTANG PAK HARTO

Ketika pak Harto wafat, dan pertama kalinya Mpu Peniti menontonnya lewat televisi, dengan suara yang menyembunyikan kesedihan luar biasa, beliau berkata lirih :”Tidak akan ada lagi pemimpin Indonesia yang bisa menyamai pak Harto”. Awalnya saya tidak mengerti pas benar ucapan Mpu Peniti. Lalu beliau menjelaskan bahwa diperlukan 32 tahun untuk seorang pemimpin sekaliber pak Harto untuk menciptakan prestasi seperti ini. Dan juga sebaliknya 32 tahun lamanya untuk membuat kesalahan sebanyak ini. Jadi jangan heran kalau pak Harto punya sejumlah kawan dan lawan.

Setelah saya renungkan pelan-pelan, akhirnya saya sadar juga makna ucapan Mpu Peniti. Pertama kesalahan pemimpin dunia dimana-mana, adalah memimpin terlalu lama. Layaknya seorang atlit, mestinya mereka mundur ketika prestasinya dititik tertinggi. Karena setelah itu prestasi berikutnya adalah menurun, dan bukan naik lagi. Tetapi atlit mana yang pernah sadar untuk melakukan hal itu ? Dengan aturan dan undang-undang yang baru, tidak akan ada lagi pemimpin Indonesia yang punya kesempatan menjadi presiden di Indonesia sampai 30 tahun. Artinya kalau ingin menyamai prestasi pak Harto minimal kita butuh pemimpin yang 4-5 kali lebih hebat dari pak Harto. Itu hitungan matematisnya. Sebuah tantangan yang pasti super sulit sekali. Dan juga kita butuh kabinet yang kinerjanya 4-5 kali lebih produktif dari kabinet dimasa-masa kepemimpinan pak Harto. Artinya siapapun yang ingin menjadi pemimpin Indonesia dimasa depan harus memiliki ”Super Team” dengan ”Super Power”. Untuk menciptakan kemungkinan itu dimasa depan, diperlukan revolusi manajemen didalam struktur kabinet mendatang.

Dalam tahun-tahun mendatang para sejarahwan dan analis akan terus berdebat tentang prestasi dan juga kesalahan-kesalahan pak Harto. Dan perdebatan itu tidak akan berakhir sebentar saja. Barangkali adalah klise, kalau yang paling penting adalah justru belajar dari pengalaman 32 tahun itu. Tetapi sayangnya agar pintar, kita cuma punya satu solusi, yaitu belajar. Tidak ada jalan lain. Sayangnya pintar tidak bisa dicangkok. Pintar juga tidak bisa dibeli lewat vitamin. Sudah saya cari kemana-mana, dan tak saya temukan pil atau vitamin pintar.

Salah satu gosip yang sering beredar dan yang selalu saya dengar dari banyak orang, konon pak Harto punya kebiasaan belajar yang unik. Yaitu lewat kebiasaan punya ’private session’ dengan Mafia Berkeley. Dimana pak Harto setiap hari mendengar kuliah pribadi dari para ekonom-ekonom yang beken disebut Mafia Berkeley. Tak heran katanya, setelah itu pak Harto punya kemahiran dan kefasihan dengan angka-angka yang cukup mengagumkan. Simak saja dimasa-masa pak Harto sering mengadakan audiensi dengan para petani dan nelayan di Tapos dan acara-cara dengan Kelompencapir jaman itu. Walaupun sering diejek dengan sinis bahwa itu cuma acara propaganda. Efeknya luar biasa. Minimal hingga hari ini belum ada presiden Indonesia yang memperlihatkan kemahiran dan kefasihan yang sama soal angka.

Dari segi marketing, pak Harto barangkali juga pemimpin paling mahir melakukan propaganda dan promosi. Minimal sejumlah program sosial seperti Keluarga Berencana, Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) dan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) menjadi media efektif selama pemerintahan beliau. Tetapi beberapa hal yang mengagumkan diceritakan oleh seorang bekas diplomat kepada saya. Bahwa pak Harto berpikir cukup taktis. Buktinya biar apapun kritiknya, pak Harto minimal berpikir dalam kerangka manajemen dengan selalu menciptakan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). ”He seems always have a plan”, begitu tutur sang ex diplomat.

Dongeng unik yang saya dengar, adalah kebijakan pak Harto untuk mewajibkan petani menggunakan pupuk urea. Walaupun kebijakan ini diselewengkan dan dianggap tidak arif. Konon dibelakang kebijakan ini tersembunyi satu maksud. Dengan menghitung jumlah urea yang dikeluarkan satu musim tanam. Lalu dibagi dengan rasio pemakaian. Maka bisa dihitung jumlah dan luas sawah musim itu. Dikurangi kerugian hama dan bencana alam, minimal bisa diraba berapa banyak produksi gabah pada saat panen. Kalau kurang, jauh-jauh hari pemerintah menyiapkan import. Sehingga tidak pernah kekurangan dan menjadi keributan seperti sekarang ini. Apakah dongeng ini benar atau tidak, yang unik adalah pola pikirnya untuk menciptakan sebuah sistim informasi yang sederhana. Hal-hal ini yang barangkali bakal ramai menjadi ajang perdebatan pro dan kontra dimasa mendatang. Asal maksudnya untuk belajar, maka apapun perdebatannya akan menjadi usaha yang positif dan arif. Selamat jalan pak Harto !

Thursday, January 24, 2008

SARAH BRIGHTMAN


ANATOMY OF A TREND

Ingat film “Star Wars” ? Pendekar Jedi, Obi-Wan membisiki murid belia-nya Luke Skywalker – “Luke, …. feel the force…” Instruksinya sederhana sekali. Rasakan medan enerji disekeliling kita. Rasakan getaran dan vibrasinya. Maka enerji itu akan menyatu dengan diri kita. Ini adalah perumpamaan populer yang sering saya manfaatkan juga untuk menjelaskan proses membaca trend dalam pemasaran. Bagi pemasar sendiri trend ibarat mercu suar atau senter yang memberikan kita petunjuk tentang arah didepan. Begitu pentingnya trend, hingga kadang perusahaan merasa perlu membayar konsultan untuk memprediksi trend musiman dan tahunan. Beberapa media juga rajin menginterview saya diakhir tahun, dengan satu pertanyaan klasik : “Bisnis apa yang bakal nge-trend tahun depan ?”

Trend juga menunjukan posisi kepemimpinan di pasar. Seorang pengusaha plastik, yang membuat aneka produk rumah tangga dari plastik bercerita bahwa ia umumnya emoh untuk mengikuti trend. Karena hal itu akan memposisikan dirinya cuma sebagai pengekor atau ‘follower’. Ia cenderung membalik situasi dengan menjadi pencipta trend atau ‘trendsetter’. Untuk itu selama setahun ia rajin berkeliling dunia. Ke China, Jepang, Taiwan, dan Korea untuk melihat trend-trend yang sedang marak. Lalu membandingkan-nya dengan trend-trend yang berbeda di pasar Australia, Amerika dan Eropa. Dengan mengurut sejumlah trend yang sedang digandrungi pasar, ia mencoba menciptakan trend baru. Sang pengusaha bercerita, ibaratnya nonton sebuah sinetron berseri. Ia mencoba menebak cerita episode mendatang. Baginya mekanisme dan proses ini mirip dengan latihan melatih intuisinya. Kadang ada tebakan yang manjur dan sukses. Tapi seringkali tebakan itu juga berakhir ngaco dan ngawur. Setelah menajamkan intuisinya untuk menebak trend berikutnya selama bertahun-tahun, dan membandingkan trend-trend sebelumnya, kini intuisi itu telah berubah menjadi ilmu yang mirip matematika. Ia mulai bisa menghitung trend !

Dalam praktek, walaupun kita berusaha terus menerus memantau trend dan mengikuti trend, banyak pemasar yang merasakan kalah cepat atau kalah sigap. Seolah mengejar trend adalah lomba maraton yang melelahkan. Trend pada intinya adalah konsumen yang berubah terus menerus. Berubah gaya hidupnya. Dan sekaligus berubah juga seleranya. Mirip evolusi yang bergerak. Tidak pernah berhenti. Itu sebabnya belajar dari pengusaha di plastik dan cerita Star Wars, ‘trend’ adalah perubahan yang perlu diantisipasi. Market Leader tidak akan pernah berada dibelakang ‘trend’. Tetapi selalu selangkah lebih awal didepan ‘trend’.

Henrik Vejlgaard, seorang pengamat ‘trend’ yang menjadi pionir dalam ‘trend sociology’ yaitu sebuah studi tentang proses terciptanya ‘trend’, menulis didalam bukunya “ANATOMY OF A TREND”, beberapa nasehat untuk mengantisipasi ‘trend’. Terciptanya sebuah ‘trend’ menurut Henrik, tidak akan pernah tiba-tiba. Tetapi lebih mirip dengan menggodok jamu, yaitu mendidih pelan-pelan. Pelakunya selalu manusia dan dipicu oleh media atau gossip di kalangan tertentu. Kadang ‘trend’ juga adalah reaksi balik dari sebuah kejenuhan di ‘mainstream’. Jadi menurut Henrik, ‘trend’ bisa dicermati, disimak, dan diobservasi sejak awal. Triknya adalah merasakan getaran dan vibrasinya.

Henrik membagi sejumlah sub-kultur yang berpengaruh menjadi kelompok-kelompok yang harus di observasi, misalnya kelompok anak muda, socialite, selebriti, desainer, artis, dan juga kaum gay. Kelompok inilah yang lewat interaksi dan persaingan group, berusaha beda dan menciptakan indentitas dan kepribadian yang baru dan beda. Mereka memiliki nafsu dan gairah untuk menjadi ‘trendsetter’. Kelompok ini pula yang selalu diliput media. Dan menjadi pusat perhatian.

Henrik juga menyebutkan bahwa kota-kota di dunia menjadi sumber ‘trend’, seperti Paris, Milan, London, Tokyo, Shanghai dan New York untuk fashion dunia. Kota inilah yang dijadikan tolok ukur. Untuk elektronik lain lagi, kota-kota seperti Hong Kong, Seoul, Tokyo dan Taipeh justru menjadi pusat enerji ‘trend’. Itu sebabnya kita sering mendengar ucapan-ucapan : “Eh, di Bali lagi ngetrend apa sih ? Resto yang lagi ‘in’ apa aje ?”

‘Trend’ juga memiliki siklus. Dengan mengamati kisaran waktu sebuah ‘trend’ anda bisa memprediksi terjadi sebuah trend berikutnya. Henrik menciptakan sebuah model yang menyebutkan bahwa kisaran cepatnya sebuah ‘trend’ beredar dari ‘trendsetter’ ke ‘mainstream’ berbeda-beda. Kosmetik 1-2 tahun, fashion 2-3 tahun, asesoris 2-3 tahun, alat olahraga 6-8 tahun. Akhir kata Henrik menutup, bahwa ‘trend’ bukanlah ilmu nujum tentang masa depan. Karena memang prosesnya berbeda. Tetapi dengan mengerti dan memahami proses terjadinya sebuah ‘trend’ sedikit banyak kita bisa mengintip ke masa depan. Hal ini merupakan sebuah kemewahan yang langka !

Sunday, January 20, 2008

EVERY DAY IS A GIFT


MARKETING ALA FENG SHUI

Tahun 2007, bukan tahun buruk bagi Starbucks. Total revenuenya mencapai $ 9.4 milyar dolar. Tak kurang dari 2500 kedai kopi baru dibuka diseluruh dunia. Kedai kopi Starbucks kini jumlahnya tak kurang dari 10.000 di Amerika saja dan lebih dari 5.000 tersebar di 42 negara. Uniknya harga saham Starbucks di tahun 2007 turun hampir 50%. Para investor dijangkiti rasa takut, bahwa pertama program ekspansi Starbucks akan melambat, karena jumlah outlet saat ini yang sudah sedemekian banyak. Kedua ada gejala baru bahwa jumlah pengunjung Starbucks di bulan November 2007, menunjukan gejala-gejala menurun. Pertanda sinyal ekonomi memburuk di Amerika juga sudah menyentuh Starbucks.

Howard Schultz, Chairman Starbucks selama 13 tahun, yang sudah mundur dari kegiatan manajemen sehari-hari, terpaksa harus turun gunung kembali dan menjadi CEO baru. Schultz beragumen bahwa hal-hal yang mendasar dari Starbucks harus kembali di renovasi dan dikembalikan ke fokus semula. Hal ini sebenarnya sudah bergolak dan mendidih menjadi isu panas di berbagai situs internet yang nge-gosip soal Starbucks. Diantaranya adalah kedai kopi Starbucks yang memiliki akses Drive Through dianggap merusak romantisme ngopi yang sesungguhnya. Yaitu duduk di kursi empuk sambil menikmati kopi ngepul dan mengirupnya perlahan-lahan. Juga aneka jajanan lain yang dianggap terlalu mahal.

Dua masalah tadi cuma contoh dari sejumlah permasalahan yang ada dan menghangat selama beberapa tahun terakhir ini. Dari sekian masalah yang ada ada satu masalah yang dianggap Schultz sangat penting. Yaitu soal mesin espresso Verismo 801s yang kini banyak digunakan di kedai kopi Starbucks, mulanya dianggap sebagai mesin yang mempromosikan efesiensi. Karena sekali tekan tombol keluar espresso secara otomatis. Tetapi mesin ini juga menggunakan konsep Flavorlock yang bagus dari sudut efesiensi tetapi akibatnya keharuman bau kopi sedang ’di-brewing’ juga menghilang. Mesin 801S juga dianggap terlalu besar, sehingga menghalangi pandangan konsumen. Interaksi pembuat kopi (barista) pada saat membuat kopi dengan konsumen tidak tercipta. Schultz mengatakan bahwa romantisme teater Starbucks yang terdiri dari kombinasi keharuman kopi, dan aksi kegesitan para pembuat kopi (barista) hilang begitu saja.
Ketika cerita diatas saya ceritakan kepada Mpu Peniti, beliau terkekeh, dan memberi komentar : ”Wah, Feng-Shui nya jadi terganggu yah !” Saya tersenyum mendengarnya. Masih banyak yang menganggap bahwa Feng Shui adalah mirip ilmu nujum yang tidak rasional. Sebaliknya, Feng Shui adalah ilmu yang benar-benar mempraktekan perhitungan-perhitungan rasional, dengan memperhatikan lingkungan, lokasi, arah mata angin, dan keseimbangan sirkulasi, warna, dan peletakan benda, untuk mencapai sebuah keseimbangan yang harmonis. Kata Feng Shui sendiri, artinya adalah ’angin’ dan ’air’. Kedua elemen ini menjelaskan pergerakan enerji atau ’chi’ yang positif.

Filosofi keseimbangan dan harmonisasi, dari Feng Shui, seringkali saya temukan aplikasinya juga di pemasaran. Lingkungan kita dan diri kita, masing-masing memancarkan energi. Adalah sangat penting kedua enerji ini menyatu dan menciptakan keharmonisan. Tetapi bilamana enerji ini bertolak belakang dan menciptakan benturan negatif. Maka kita akan merasakan ketidak nyamanan dan mood kita mudah berubah menjadi sangat negatif. Lingkungan kerja yang aliran ’chi’ terganggu, mudah menciptakan konflik dan produktifitas kerja yang rendah pula.

Bagaimana Feng Shui bisa membantu pemasaran anda ? Pertama-tama adalah dengan mempelajari filosofi Feng Shui dan menerapkannya kedalam strategi pemasaran kita. Contohnya adalah tentang ’wu-xing’ yaitu lima elemen alam – Air, Api, Bumi, Kayu dan Metal dan interaksinya satu dengan yang lain. (Wu-Xing telah kita bahas minggu lalu) Kedua adalah untuk menajamkan panca indera - membaca getaran-getaran enerji yang negatif dan mengembalikan-nya ketitik keseimbangan.

Memahami titik keseimbangan ini merupakan skills pemasar yang sangat kritis sekali. Mpu Peniti mencontohkan keseimbangan antara kekuatan dan kelenturan. Air memiliki kekuataan yang keras ketika bentuknya sebagai es, dan juga kelenturan yang sama dahsyatnya dalam bentuk cair. Tinggal kita yang harus kreatif memanfaatkannya dalam bentuk yang berbeda-beda dan waktu yang berbeda-beda pula. Pemasaran juga memiliki aplikasi yang serupa. Seorang entrepner bercerita bahwa dalam bahasa Mandarin ada istilah ” chiao te – chiao ta te” artinya ’less is more’ yaitu sebuah konsep kebun Feng Shui yang mengandalkan proporsi. Ia bercerita bahw sebuah kebun akan terasa indah dan natural, kalau pohon, semak, bunga dan bebatuan tidak dalam posisi simetris. Justru terbalik dalam posisi asimetris.

Tuesday, January 08, 2008

Monday, January 07, 2008

BALANCE AND HARMONY


WU XING - APLIKASI MARKETING ALA FENGSHUI

Ahli strategi, Chin Ning Chu, yang menulis buku-buku beken seperti “Thick Face Black Heart” dan “The Asian Mind Game” pernah mengutip sebaris kalimat dari pribahasa kuno Cina yang berbunyi bahwa : “Pasar adalah sebuah Medan Pertempuran”. Pribahasa ini menyiratkan bahwa seorang praktisi pemasaran hendaknya menguasai betul strategi dan taktik perang. Terbukti apabila istilah-istilah pemasaran banyak yang menggunakan istilah “perang harga”, “perang promosi” dstnya.

Terpengaruh oleh kenyataan ini, sejak kuliah, saya senang membaca buku-buku strategi perang, mulai dari Sun Tzu, Miyamoto Musahshi, Napoleon, Genghis Khan, hingga Bruce Lee. Secara filosofis ada 2 kesimpulan yang akhirnya menjadi pencerahan buat saya. Pertama, medan pertempuran selalu berubah. Dipengaruhi oleh begitu banyak dinamika dan pengaruh. Menang adalah prestasi sesaat. Itu sebabnya kita tidak boleh lengah. Sekali kita berkedip, kompetitor kita sudah melenggang kedepan. Kompetisi adalah pertempuran yang abadi. Itu sebabnya belajar menjadi tantangan yang sama abadinya.

Kedua, perubahan seringkali dianggap terbuka dan cuma menuju satu arah. Di barat perubahan yang tajam dan mengarah kepada satu poros arah tertentu seringkali dibaca sebagai trend, mode, dan gaya baru. Di timur, perubahan disiasati sebagai sebuah perubahan yang tertutup atau siklus. Gagal menyelesaikan siklus dengan sempurna, maka semuanya akan berantakan. Mpu Peniti mencontohkan, musim hujan yang terlalu pendek akan menyebabkan musim kemarau yang panjang. Dan akibatnya mungkin akan terjadi gagal panen. Begitu pula sebaliknya.

Konsep ini bagi saya pada awalnya sangat sulit dimengerti. Barulah ketika saya mempelajari “Wu Xing” atau The Five Cardinal Point, konsep perubahan tertutup atau siklus menjadi pencerahan yang terang benderang. “Wu Xing” atau lima elemen ini, dalam budaya Cina menjadi basis berpikir dalam banyak hal, mulai dari Feng-Shui, strategi militer, astrologi, pengobatan, ilmu bela diri hingga musik.

Sederhana-nya “Wu Xing” menjelaskan 5 elemen yaitu metal, kayu, air, api, dan bumi. Kelimanya saling berinteraksi dalam satu kesatuan siklus. Dimana lima elemen ini saling mendukung dan juga saling mengalahkan. Tanpa satu-pun yang menunjukan keunggulan mutlak. Contoh, api menyala membutuhkan kayu api. Hasil pembakaran api menyisakan abu yang kembali menjadi bumi. Lalu metal ditambang dari dalam bumi. Dan metal dibentuk menjadi wadah untuk menampung air. Akhirnya air inilah yang akan menyuburkan pohon menjadi kayu.

Sebaliknya, kayu membelah bumi, menjadi belantara yang menguasai bumi. Selanjutnya bumi memangsa air dan menelannya habis. Air memadamkan api. Hanya api yang sanggup melelehkan metal. Akhirnya metal pula yang mampu mematahkan kayu. Siklus ini berkesinambungan terus menerus menjadi sebuah perubahan yang sifatnya tertutup. Rahasia dari perubahan bergaya tertutup adalah keseimbangan satu dengan lainnya. Menurut Mpu Peniti, dalam hidup ini, tidak selalu melulu kita harus berubah secara radikal untuk menemukan terobosan baru atau inovasi. Melainkan belajar merubah keseimbangan untuk menemukan sebuah situasi yang harmonis.

Perlahan-lahan akhirnya saya mulai menerapkan “Wu-Xing” dalam manajemen dan juga pemasaran. Mencari keseimbangan sebagai titik fokus perubahan. Seringkali dalam sebuah kompetisi pasar, kita dikejar dan dikuntit oleh satu kompetitor yang penasaran dengan kita. Maka anda punya 2 opsi. Melawan langsung. Atau sebaliknya, tidak melawan tapi menciptakan keseimbangan baru. Kata Mpu Peniti, ibaratnya dalam satu ring tinju ada anda dan kompetitor anda. Anda bisa bertempur habis-habisan melawan kompetitor anda. Opsi lain, anda bisa masukan ke dalam ring kompetior lain agar kompetitor anda berbalik arah – bertempur dengan kompetitor baru yang masuk ring, dan anda tinggal menjadi penonton. Enak bukan ? Anda terhindar dari resiko babak belur !

Pasar babak belur karena kompetisi edan. Harga hancur ! Hampir tidak ada keuntungan sama sekali ! Apa yang harus kita lakukan ? Melawan adu murah ? Atau menciptakan keseimbangan baru ? Adu mahal ? Atau di bikin gratis sekalian ? Lihat saja fenomena di media dengan majalah gratis yang kini sangat marak. Juga di industri arloji dengan munculnya produk-produk super mahal. Demikian juga dalam industri air mineral. Dimana setiap produsen berusaha menciptakan air plus yang mahal. Kasus yang menarik misalnya kompetisi pariwisata antara Bali dan Yogyakarta. Konon seorang praktisi pariwisata berkomentar bahwa di Bali telah tersedia hotel murah hingga hotel super mewah. Tetapi di Yogyakarta belum banyak tersedia hotel mewah dan supermewah. Jadi akan sangat sulit membuat turis-turis jet-set dan selebriti ke Yogyakarta. Menurut beliau Yogyakarta memerlukan keseimbangan baru.

Saturday, January 05, 2008

Thursday, January 03, 2008

TAO TE CHING


NO ACTION

Saat saya bersiap-siap menulis artikel kelima dan terakhir, dari serial artikel refleksi akhir tahun 2007, Mpu Peniti bertanya, apa yang akan menjadi topik terakhir saya. Lalu saya jawab dengan sejumlah thema dan topik yang sudah saya siapkan. Mendengar itu, beliau cuma senyum tipis. Senyum yang selalu misterius dan mengandung makna berlapis-lapis. Iseng dan penasaran saya bertanya tentang apa usulan topik paling tepat menurut beliau ? Beliau malah melengos, duduk santai lalu mengisi teka-teki silang. Seolah meledek saya.

Tiba-tiba tersentak, saya jadi ingat ajaran beliau hampir sepuluh tahun yang lalu. Yaitu ajaran dari Tao Te Ching yang berjudul “No Action”. Pernah sekali saya bertanya mengapa Mpu Peniti seneng banget mengisi teka-teki silang. Beliau bercerita bahwa didalam hidup ini, tidak melulu kita harus maju terus. Berjuang dan ‘fight’. Ada masanya kita mungkin harus berhenti, diam dan ‘stop’. Beliau seringkali mengisi saat-saat diam dan ‘stop’ itu dengan meditasi unik. Yaitu mengisi teka-teki silang. Persis seperti kata guru matematika saya, dalam hidup ini ada juga jawaban yang tidak perlu kita cari dalam rumus dan formula. Tapi justru dengan mengisi kotak-kotak yang kosong, dan menyambung satu dengan lainnya. Maka jawaban akan muncul dalam rangkaian demi rangkaian.

Berlainan dengan konsep barat yang seringkali hanya berporos pada satu kutub, yang positif. Kutub negatif seringkali dilupakan. Di timur, harmonisasi kehidupan seringkali justru lebih banyak bergantung pada keseimbangan keduanya. Misalnya saja, kosong dianggap tak bernilai bagi banyak orang. Tetapi justru hanya gelas kosong yang bermanfaat, karena bisa di-isi. Demikian juga dalam sebuah konflik, kalau kedua belah pihak selalu agresif dan berseteru, maka konflik tidak akan selesai. Justru, bilamana situasi sedang memanas, satu pihak mengambil sikap diam dan ’no action’. Konflik akan mereda sangat cepat.

Ilmu bela diri Cina yang terkenal ”Wu-Shu”, yang dianggap sebagai cikal bakal Kung Fu, juga memiliki arti ’no action’ yang unik. ”Wu” adalah pictogram yang berarti menghentikan pertempuran dan peperangan. Sedangkan ”Shu” merupakan pictogram yang memiliki arti, disiplin, ketangkasan dan metode. Jadi ”Wu-Shu” adalah disiplin yang justru dipelajari untuk mengehentikan perang atau pertempuran. Didalam Sun-Tzu, seni berperang juga tertera ungkapan bahwa kemenangan yang paling luar biasa adalah kemenangan yang didapat bukan lewat sebuah pertempuran.

Didalam manajemen dan pemasaran, ’no action’ adalah rumusan yang juga seringkali dilupakan orang. Misalnya pasar seringkali diam dan stabil, tiba-tiba berguncang karena diprovokasi satu produsen yang menaik-kan harga. Lalu semuanya ikut dan menaik-kan harga beramai-ramai. Maka pasar lalu goyang. Tetapi apabila satu provokasi, di-ikuti dengan ’no action’ bersama-sama, maka provokasi itu akan lebur dengan sendirinya. Didalam budaya kita sendiri, sebenarnya ada istilah ’campur tangan’. Yaitu kebiasaan kita atau pemimpin kita yang selalu ingin ikut terlibat. Yang biasanya menimbulkan kekalutan dan kericuhan karena terlalu banyak pihak yang terlibat. Dan kalau sudah kacau balau maka semuanya akan ramai-ramai ’cuci tangan’.

Sehabis Mpu Peniti mengisi teka-teki silang, saya ngobrol tentang ’no action’ lebih lanjut. Alam memberikan banyak contoh, seperti bambu, ilalang, dan air, yang kelihatan lemah dan selalu kalah dengan sesuatu yang lebih kokoh dan keras. Kenyataannya justru sebaliknya, bambu dan ilalang justru seringkali survive dari angin topan, justru karena flexibilitasnya, dan kemampuan-nya tidak melawan. Air tidak akan pernah patah dan bentuk aslinya. Air justru patah dan pecah berkeping-keping kalau dibeku-kan menjadi es. Benda-benda alam ini, justru memiliki kekuatan yang luar biasa dari karakter mereka yang lemah gemulai.

Diakhir refleksi tahun 2007 ini, dan menjelang saat-saat Natal yang kudus, barangkali ada baiknya kita mengingat sikap ’no action’ yang diperlihatkan Kristus untuk pasrah dan rela mati di salibkan. Derita Kristus sendiri menjadi misteri dan sekaligus inspirasi berjuta-juta pemeluk agama Nasrani tentang cinta kasih kepada sesama. Dengan cara kita masing-masing, tahun 2008 baiknya kita awali dengan berbagai perwujudan ’no action’. Kekosongan akan mengajarkan kita merendah dan mau belajar dari siapa saja. Diam membuat kita mengalah dan bersikap lebih toleran kepada rekan dan musuh-musuh kita. ’No Action’ menciptakan sebuah harmonisasi, kemampuan beradaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan. Tanpa ’campur tangan’ kita tidak harus ’cuci tangan’, begitu pesan Mpu Peniti.