Monday, September 24, 2007

SURAT DARI SAN FRANCISCO

Ketika saya kuliah di Sydney, dekat kampus kami di Broadway ada sebuah café kecil, milik seorang imigran Itali. Namanyapun saya sudah lupa. Tapi saya ingat teman saya yang berasal dari Itali, Luigi yang membawa saya pertama kali kesana. Saat itu memesan kopi sangat mudah, paling-paling cuma ditanya, mau “regular black”, “cappuccino”, atau “espresso”. Kopinya juga uma dua macam, decaf atau yang biasa. Seingat saya, itulah permulaan-nya saya keranjingan kopi. Lebih dari 10 tahun kemudian, di Seattle saya mengunjungi toko pertama Starbucks di Pike’s Market. Buat saya itulah pengalaman yang benar-benar memberikan pencerahan tersendiri. Saya terpengarah ketika diminta memesan kopi dari sebuah menu didinding yang cukup panjang. Barulah saya tersadar bahwa memesan kopi tidak lagi mudah. Anda harus tahu betul dan mahir memilih kopi yang anda ingin minum. Salah memilih, tanggung sendiri akibatnya. Ketika saya akhirnya memilih kopi yang saya inginkan, pelayan di Starbucks bertanya soal ukuran. “kecil, sedang atau besar ?” begitu tanya sang pelayan. Lagi-lagi saya kaget. Minum kopi rupanya tidak lagi satu ukuran cangkir. Tapi mirip minum soft drink di resto fast food. Anda bisa minta gelas besar. Dan minum kopi dengan porsi berganda. Selesai saya memilih ukuran gelas yang saya inginkan, sang pelayan kembali bertanya, : ”mau penuh betul ? atau disisakan sedikit ?” Saya bingung. Buat konsumen yang belum berpengalaman pasti akan minta penuh. Wong, sudah bayar kok, masa gelas kopinya ndak diisi penuh ? Teman saya yang kebetulan menemani, buru-buru menjelaskan. Bahwa kalau penuh artinya saya mau minum kopi apa adanya tanpa susu. Tapi kalau saya mau minum kopi dengan susu, gelas kopinya akan disisakan sedikit, supaya susunya bisa masuk. Saya mengangguk-angguk tanda mulai mengerti. Buset memesan kopi saja sedemekian repotnya.

Setelah 10 tahun berlalu, saya kini menjadi ahli kopi. Saya bisa memesan kopi dengan mata tertutup. Saya hafal betul semua istilah yang diciptakan Starbucks. Begitulah persepsi saya, awalnya. Namun minggu ini San Francisco, saya diajak teman ngopi disebuah kedai kopi yang cukup esklusif. Ketika saya selesai menentukan pilihan kopi saya, sang pelayan masih bertanya :”medium roast ? - dark roast ?” Ini adalah pertanyaan yang menentukan biji kopi pilihan saya. Mau yang dipanggang medium atau sedikit lebih hangus atau ”dark roast” ? Mau tidak mau, akhirnya saya tertawa juga. Memesan secangkir kopi saja repotnya setengah mati.

Inilah realitanya. Dunia kita terus berubah. Pemasar terus menerus terobsesi mencari perbedaan yang mampu menciptakan daya saing, yang membuat konsumen penasaran dan menoleh. Inilah jaman ”Hyper Differentiation”. Begitu istilah Eric K. Clemons, pemilik dari firma konsultan Novantas. Menurut Eric, perusahaan besar biasanya memiliki kemampuan untuk menciptakan sebuah program yang berorientasi ”push campaigns”. Perusahaan besar biasanya mampu mendorong dan memaksakan sebuah trend kepasar. Dengan iklan dan promosi berskala besar, akhirnya sebuah trend tercipta dan teradopsi oleh konsumen. Perusahaan kecil sebaliknya, karena tidak memiliki biaya iklan atau promosi besar, terpakasa harus menggunakan strategi yang terbalik. Yaitu ”pull campaigns”. Perusahaan kecil seringkali harus mengambil jalan terbalik, menciptakan ”counter trends”. Maka akhirnya terciptalah ”extreme differentiations” atau ”hyper differentiations”.

Dalam persaingan kedai kopi, perusahaan-perusahaan besar membeli kopi dari seluruh dunia. Mencari kualitas-kualitas kopi terbaik, dari wilayah-wilayah tertentu dan mencampurnya dengan satu atau dua jenis kopi lain, untuk menciptakan campuran terbaik. Seni mencampur ini disebut ”blending”. Perusahaan Starbucks, misalnya memiliki kopi yang disebut ”Anniversarry Blend”. Kopi campuran ini diciptakan Starbucks tahun 1996, ketika berulang tahun ke 25, yang merupakan campuran kopi dari Asia Pacific dicampur dengan kopi-kopi yang sangat langka dari Indonesia.

Perusahaan kopi kecil, bersaing dengan Starbucks dengan arah terbalik. Hyper differentiation ! Kedai kopi Gimme Coffee di New York misalnya, memiliki 22 jenis kopi esklusif. Harganya berkisar antara Rp. 105.000 – Rp.120.000/ 500 gr. Salah satu yang termahal adalah kopi dari Sumatera. Yang dibeli secara esklusif dari Aceh, dari perkebunan disekitar danau Tawar, yang tingginya 4.500 kaki – 5.900 kaki diatas permukaan air laut. Yang kedua dari Blawan, Jawa Timur. Diperkebunan disekitar kawah Ijen yang tingginya sekitar 3.000 kaki – 6.000 kaki diatas permukaan laut. Gimme Coffee menciptakan kopi dengan Hyper Differentiation, dengan lebih memfokuskan diri pada kopi-kopi esklusif dari perkebunan kecil diseluruh dunia, yang memiliki cita rasa unik dan berbeda. Murni tanpa harus dicampur lagi. Sehingga menciptakan esklusiftas yang dicari dan diminati oleh konsumen. Ngopi telah menjadi budaya yang berevolusi tanpa henti. Tidak lagi sekedar minum, tapi anda harus tahu apa yang anda ingin minum, dan bagaimana cara meminumnya. Bukan lagi sekedar minum kopi. Tidak semua kopi diciptakan sama. Memang ruwet !

Tuesday, September 18, 2007

MANAJEMEN CINTA

Satu hari Senin di Bangkok, saya dibuat heran dan takjub. Kemanapun saya pergi, saya melihat begitu banyak orang memakai baju kuning bersliweran. Di Mall, di jalan, di stasiun kereta, pokoknya dimana-mana. Saya pikir tadinya, barangkali, ini merupakan salah satu tradisi keagamaan. Tetapi teman saya Phornthip tertawa mendengar dugaan saya itu. Menurutnya, fenomena orang memakai baju kuning di hari Senin di Bangkok, adalah asuransi bahwa setiap kudeta yang terjadi di Thailand, pasti akan menjadi jaminan solusi akhir politik. Kenyataan sesungguhnya, kudeta tidak akan mengubah kehidupan orang banyak secara negatif. Tentu saja saya jadi terheran-heran.
Alkisah, pada tanggal 9 Juni 2006, adalah ulang tahun Raja Bhumibol Adulyadej (Rama IX) bertahta selama 60 tahun. Sang Raja, kebetulan lahir hari Senin, dan warna hari Senin secara tradisi adalah warna kuning. Pada tanggal 9 Juni 2006, kota Bangkok penuh dengan warna kuning. Rakyat beramai-ramai memakai baju kuning untuk menunjukan support dan rasa cinta mereka terhadap raja. Uniknya setelah perayaan itu berakhir, rakyat Thailand tetap saja masih memakai baju kuning setiap hari Senin. Sebuah tanda cinta dan loyalitas terhadap raja yang luar biasa. Melihat dari jumlah orang yang memakai baju kuning di jalan pada hari Senin itu, harus saya akui, menimbulkan kekaguman tersendiri. Malah menurut teman saya Phornthip, secara psikologis kalau ia tidak memakai baju kuning setiap Senin, rasanya risih sekali. Setiap kali orang memandang dirinya, seolah mempertanyakan, mana baju kuning yang seharusnya di pakai ?
Raja Bhumibol Adulyadej konon menjadi faktor stabilator terpenting, ketika Thailand dilanda krisis politik pada tahun 1973 dan tahun 1992. Sehingga rakyat Thailand merasa sangat aman, dan nyaman, bahwa apapun yang terjadi, raja akan selalu tampil pada saatnya untuk memberikan solusi akhir. Jadi jangan heran kalau sang raja, begitu dicintai dan diagungkan oleh rakyatnya. Jangan pula heran, apabila tahta raja yang berlangsung lebih dari 60 tahun itu, berlangsung dengan khidmat, penuh respek dan kecintaan. Dan dalam hal “leadership”, pemimpin yang dicintai oleh pengikutnya pasti akan langeng dan abadi. Cinta adalah perekat yang fenomenal. Tidak mudah menjadi pemimpin yang bisa dicintai oleh para pengikutnya. Menurut Mpu Peniti, seorang pemimpin haruslah mampu menjadi satu orang yang mencintai banyak orang. Jelas ini akan sangat sulit. Barulah ia akan menjadi seseorang yang dicintai banyak orang.
Untuk itu, seorang pemimpin harus mampu menerapkan manajemen cinta. Jurusnya sederhana. Saya mendapatkan-nya dari sebuah pribahasa Swedia, yang bunyinya : “Fear less, hope more; Eat less, chew more; Whine less, breathe more; Talk less, say more; Love more, and all good things will be yours”. Yang kalau dijabarkan secara sederhana, memberikan sejumlah nasehat jitu. Seorang pemimpin sebaiknya tidak penakut, tidak juga memperlihatkan rasa takutnya. Seorang pemimpin seharusnya memberikan dan menciptakan harapan yang lebih banyak. Seorang pemimpin jangan hanya asal menerima masukan, tapi harus mengunyah dan mencerna tiap masukan. Agar inti sari kebijakan-nya meresap menjadi manfaat dan faedah bagi orang banyak. Seorang pemimpin sebaiknya tidak melulu mengeluh, tetapi lebih banyak menahan diri dan bersabar. Seorang pemimpin pantang asal bicara. Setiap kata dan kalimatnya sebaiknya merupakan pemikiran dan pendalaman, sehingga menjadi panutan dan kutipan orang banyak.
Seorang pemimpin harus mampu mencintai lebih banyak. Maka kepemimpinanya akan abadi sepanjang masa. Mencintai banyak orang dengan sungguh-sungguh, sebelum ia bisa dicintai oleh banyak orang adalah kualitas seorang pemimpin yang sesungguhnya. Kualitas yang menuntut kepedulian yang luar biasa. Perhatian, kesungguhan, dan tanpa pamrih. Manajemen cinta, memperlihatkan kemampuan seorang pemimpin untuk selalu memberi. Pesan Mpu Peniti, seorang pemimpin harus belajar memberi yang banyak, sebelum ia bisa menikmati pemberian yang banyak. Seorang pemimpin tidak akan dicintai, kalau ia belum sanggup mencintai pengikutnya dengan sepenuh hati. Menerapkan manajemen cinta di bulan suci Ramadhan ini, barangkali bisa menjadi solusi kreatif, untuk mengakhiri segala konflik dan perseteruan didalam sebuah organisasi. Juga menjadi pencerahan untuk menyempurnakan kepemimpinan anda.

Sunday, September 16, 2007

BELIEVE IN YOUR SELF


YANG SPESIAL

Setiap kali kita makan direstoran atau café, selalu saja ada menu yang menggunakan kata ‘spesial’. Entah itu nasi goreng spesial atau mie goreng spesial. Tetapi betapa kecewanya kita, ketika diberi tahu oleh pelayan, bahwa beda spesial-nya cuma telor ceplok saja. Sekali, seorang teman saya secara iseng dan bercanda, mengatakan bahwa kok bertahun-tahun, ngak ada orang yang ‘penasaran’ dan bikin terobosan untuk menciptakan ‘spesial’ baru yang beda dengan telor ceplok ?

Fenomena ‘spesial’ hingga jaman apapun tetap ampuh. Konsumen selalu mau yang lebih. Lebih baik, lebih mahal, lebih istimewa. Konsumen mau yang ‘spesial’. Selalu. Jadi kalau anda memproduksi produk apapun dan menjual jasa apapun, ingat selalu ajian yang satu ini. Pokoknya harus selalu ada yang ‘spesial’.

Ada sebuah restoran seafood bakar-bakar-an yang sangat terkenal di Bali. Letaknya di Nusa Dua. Pemiliknya mengerti betul filosofi ajian ‘spesial’ ini. Dan menerapkan-nya dengan apik sekali. Ia tahu betul menciptakan suasana ‘spesial’ ini. Kalau anda masuk ke restoran miliknya, di lobi anda melihat sejumlah foto orang-orang terkenal, mulai dari artis, pengusaha hingga pejabat yang pernah makan di restoran miliknya. Ini strategi murah, manjur, tapi orang jarang yang mau melakukan-nya dengan tekun. Padahal modalnya cuma kamera doang. Antara Semarang dan Salatiga, juga ada warung sate terkenal. Kalau anda masuk ke warung sate itu, maka anda akan melihat sejumlah foto pemiliknya dengan artis dang-dut terkenal Rhoma Irama. Mungkin pemiliknya adalah teman dekat Rhoma Irama. Tapi anda datang ke Salatiga dan minta diajak makan sate, maka 80% kemungkinan anda akan diajak makan disana. Warung sate itu punya cap ‘spesial’. Yaitu warung sate selebriti. Buktinya Rhoma Irama aja makan disitu.

Ketika saya ingin makan laksa belum lama ini di Singapura. Teman saya juga mengajak saya makan di sebuah warung ‘spesial’. Saya bilang apa ‘spesial’-nya. Ia tertawa, katanya warung laksa ini sering masuk TV, karena banyak selebriti yang makan disana. Buatnya inilah warung laksa ‘spesial’. Ketika kami tiba disana dan mulai memesan laksa, barulah saya sadari, bahwa disekeliling warung dipasang aneka foto, yang memperlihatkan sang pemiliknya akrab dengan berbagai bintang film serta penyanyi Hong Kong dan Taiwan. Juga banyak foto-foto sang pemilik dengan pejabat serta koki selebriti. Jangan pernah menganggap ini strategi usang, kuno dan semua orang sudah menirunya. Percayalah masih tetap ampuh.

Balik lagi ke restoran seafood di Nusa Dua, Bali, yang mahir menerapkan ajian ‘spesial’ ini. Bukan saja di lobinya terpasang berbagai aneka foto selebriti, tetapi mereka juga punya sejumlah trik khusus. Kalau anda kesana iseng-iseng mintalah kartu namanya. Cukup unik. Depan-nya biasa-biasa saja. Tetapi dibelakangnya ada daftar menu, kemudian satu baris kalimat pernyataan. Bahwa di restoran itu, air yang digunakan bukanlah air sembarangan. Tetapi air khusus yaitu ‘purified water’. Yaitu air bersih yang sudah disaring. Ini ibaratnya cubitan yang pas. Karena turis paling takut sakit diare di Bali karena minum air atau es yang tidak bersih. Jurus ‘spesial’ berikutnya adalah semua menu yang ada di kartu nama memiliki embel-embel ‘spesial’.

Karena rada penasaran saya panggil seorang pelayan, lalu saya goda dengan pertanyaan untuk menjelaskan dimana letak ‘spesial’ dari menu-menu itu. Sang pelayan cuma tersenyum manis, melengos, dan balik menggoda “makanya Bapak harus mencoba, baru tahu dimana letak ‘spesial’-nya”. Duh, saya kena jawaban yang telak. Tapi disinilah letak kunci rahasianya. Usaha anda boleh saja sangat mikro dan kecil. Mungkin cuma warung didepan rumah, atau jasa menjahit dirumahan. Yang dilihat sepintas tidak bermakna. Padahal didalamnya ada tantangan besar. Yaitu anda harus membuatnya ‘spesial’. Kalau anda memperlakukan usaha anda ‘sangat spesial’, maka konsumen anda juga lama-lama akan merasa ‘spesial’. Saatnya anda berpikir dan bertindak untuk membuat usaha anda terasa ‘spesial’. Tidak usah sesuatu yang gegap gempita dan makan biaya besar. Tetapi bisa di mulai dari sikap dan tindakan kita. Bisa dimulai dari kartu nama kita. Sesuatu yang kecil dan tidak terpikirkan oleh pesaing anda.

Allah, menciptakan manusia tidak pernah biasa-biasa saja. Semua karya dan ciptaan-nya ‘spesial’. Allah menciptakan manusia memang berbeda-beda. Tetapi bukan berhenti disitu. Allah menciptakan manusia dengan sangat unik, istimewa, luar biasa, dahsyat, dan ‘spesial’. Adalah tugas dan kewajiban kita untuk mengembangkan – apa sih yang diberikan Allah ‘spesial’ didalam diri kita. Semoga saja di bulan suci Ramadhan ini, ketika kita menguji ketahanan mental, dan spritual kita terhadap begitu banyak godaan. Di saat yang sama pula kita akan menemukan kembali jati diri kita yang baru dengan sejumlah keunikan, keistimewaan, dan fitur-fitur ‘spesial’ lainnya. Marilah kita menjadikan Ramadhan bulan ‘spesial’ buat kita semua. Selamat menjalankan ibadah Puasa.

Thursday, September 13, 2007

Wednesday, September 12, 2007

MANAJEMEN SEDIKIT

Mas Bambang, seorang veteran bisnis yang telah bergelut dalam dunia bisnis lebih dari 40 tahun punya resep yang unik – beliau menyebutnya : “Manajemen Sedikit”. Secara prinsip Mas Bambang mengaku ia lebih senang berbuat sedikit mungkin, terutama dalam mencampuri urusan manajemen di kantor. Mas Bambang berdalih Manajemen Sedikit ibaratnya memasak dengan oven microwave. Tingal pencet satu tombol. Selesai. Berlainan dengan gaya manajemen yang biasa, menurut Mas Bambang lebih mirip dengan memasak cara tradisional. Yang memerlukan waktu dan usaha komplit yang lebih nyelimet.

Mulanya saya bingung mendengarnya. Barulah ketika ngobrol lebih dalam dengan para crew dan staff di kantor Mas Bambang, saya baru mengerti apa yang dimaksudkan oleh Mas Bambang sebagai Manajemen Sedikit. Rupanya Mas Bambang orangnya sangat penyabar, jarang marah, dan senang memotivasi para pekerjanya untuk maju kedepan, secara agresif dan kreatif. Setiap kali mereka memulai sebuah proyek, Mas Bambang lebih senang menyemai bibit. Begitu istilah beliau. Setelah itu Mas Bambang lebih senang mundur kebelakang dan sepenuhnya memberikan kebebasan bagi karyawannya untuk menunjukan karya dan prestasi mereka. Hanya sekali-kali Mas Bambang memberikan dorongan-dorongan kecil. Pokoknya Mas Bambang berusaha untuk sedikit mungkin untuk mencampuri manajemen. Hasilnya memang ajaib.

Karyawan merasa mendapatkan kepercayaan penuh dari Mas Bambang, dan disiplin mereka untuk bertanggung jawab ternyata sangat tinggi. Mereka juga punya rasa optimis dan percaya diri yang optimal. Saya jadi ingat sebuah buku kecil yang ditulis oleh Chin Ning Chu yang berjudul “Do Less Achieve More”. Buku yang ditulis tahun 1998 itu, hingga kini masih menjadi salah satu buku favorit saya. Chin menulis bahwa, kata sibuk dalam bahasa Cina terdiri dari 2 simbol piktogram. Yang pertama merupakan simbol piktogram yang berarti jantung. Dan yang kedua adalah piktogram dengan simbol kematian. Artinya kalau kita terlampau sibuk tidak keruan, maka kematian adalah kutukan yang membayangi kita sehari-hari.

Mas Bambang bercerita bahwa dahulu ia pernah memiliki seorang general manajer yang sangat rajin, tetapi juga terlampau ketat ingin mengontrol semuanya. Akibatnya seluruh staffnya merasa stress. Produktifitas bukan meningkat tetapi justru semakin menurun. Mas Bambang akhirnya memecat sang general manajer. Ia memerdeka-kan para staff dan karyawan-nya dari perasaan stress dan tertekan. Mas Bambang berusaha menciptakan sebuah lingkungan kerja yang memiliki dimensi unik, dimana semuanya merasa mudah, sehingga staff dan karyawan-nya lebih kreatif menciptakan terobosan dan inovasi.

Beberapa hari sebelum puasa, saya diajak Mpu Peniti makan soto daging kesukaan beliau. Pulang makan soto, saya diberi oleh-oleh 2 lembar uang seribuan. Yang satu pecahan seribuan yang mungkin beredar di tahun 70’an dan sudah tidak lagi laku. Yang kedua pecahan seribuan yang masih beredar saat ini. Kedua lembar uang seribuan itu namapak sangat baru, seperti baru keluar dari mesin cetak. Saya bingung tidak keruan, karena tidak mengerti apa ulah Mpu Peniti. Akhirnya dengan senyum-senyum beliau bertanya kepada saya, mana diantaranya kedua lembar uang ribuan itu yang paling berharga. Saya beraksi secara refleks menunjuk lembaran uang ribuan yang masih berlaku saat itu. Tetapi Mpu Peniti malah menggeleng.

Beliau bertutur, bahwa lembaran uang ribuan yang sudah tidak berlaku lagi malah justru yang paling berharga. Karena 30 tahun yang lalu, selembar uang ribuan itu merupakan bagian dari kenaikan gaji Mpu Peniti saat itu. Saking girangnya, Mpu Peniti saat itu, sampai ia menyimpan seribu rupiah, yang saat itu sangat banyak jumlahnya sebagai kenang-kenangan. Secara historis uang ribuan itu punya nilai yang tak terhingga. Berlainan dengan lembaran ribuan satunya lagi, yang memang didapat Mpu Peniti dari Bank, dan nilainya memang cuma seribu perak. Dan seribu perak saat ini, terkadang tidak cukup untuk membeli nasi bungkus atau biaya parkir sekalipun.

Mpu Peniti berpesan kepada saya, bahwa kadang yang kelihatan-nya sangat sedikit sekali nilainya, tidak jarang justru yang paling berharga. Dalam bulan suci Ramadhan ini, dimana kita akan menjalankan ibadah puasa, dan sekaligus berlatih menahan nafsu. Disaat bersamaan kita juga diberikan kesempatan yang sama untuk menghargai semuanya yang serba sedikit dan semuanya yang serba kekurangan. Kita di-ingatkan untuk berani mengorbankan yang berlimpah. Dan memilih yang sedikit. Karena sesungguhnya yang sedikit ini, tidak jarang lebih sehat dan lebih membahagiakan kita.

Saturday, September 08, 2007

Tuesday, September 04, 2007

SAMA DAN SEBANGUN

Ingat waktu kita sekolah dulu ? Ada istilah “sama dan sebangun” ? Bentuk dan letaknya nya tidak harus persis sama ! Tapi kalau mereka memberikan indikasi dan pertanda yang sama, dua segitiga bisa saja dikatakan ”sama dan sebangun”. Sayangnya, terkadang usia yang menggerus ingatan kita, akhirnya ”sama dan sebangun” sering terlupakan. Padahal ini adalah kemampuan membuat analisa dan menyimpulkan analogi. Kalau istilah Mpu Peniti, mahir membaca tanda-tanda. Kalau sebuah gejala atau peristiwa memiliki tanda-tanda yang sama, bisa saja akibat yang ditimbulkan juga mirip. Mahir membaca analisa ”sama dan sebangun” membutuhkan imajinasi dan kemampuan analisa yang tajam. Hanya saja orang terkadang kalau tidak sama persis, mirip-pun tidak digubris.

Nah, penyakit ini seringkali saya temukan ketika mengajar dan memberikan kuliah. Kalau saya memberikan contoh studi kasus misalnya dalam bidang jasa, maka biasanya ada saja peserta yang bertanya :”Mas, ada contoh ’consumer product’ ngak ?” Pokoknya harus contohnya ’plek’ sama persis. Juga sebaliknya, kalau saya memberikan studi kasus dalam bidang ’consumer product’ pasti saja ada yang ngotot minta dicontohkan kasus bidang jasa. Dan seterusnya. Situasi ini kadang membuat saya frustasi, karena terasa ada kemalasan untuk menganalisa dan mencari tanda-tanda ’ sama dan sebangun ’. Padahal dalam hal ilmu secara filosofis, dalil-dalil pokoknya akan selalu sama dan berlaku untuk siapa saja, dan apa saja. Tak terkecuali.

Beberapa hari yang lalu, di Bali ketika saya sedang makan malam, saya bertemu dan berkenalan dengan seorang pengusaha beras. Kami ngobrol, dan rupanya beliau senang juga membaca artikel dan buku saya. Pernah juga ia mengikuti beberapa kuliah saya. Cerita beliau, ia sudah mempraktekan kurang lebih 70% dari materi yang saya paparkan. Hasilnya sangat mujarab. Dalam hati, saya bersyukur. Karena ada juga seseorang yang mau berimajinasi dan menciptakan strategi ’sama dan sebangun’ yang berhasil dia terapkan dalam bisnisnya sendiri. Luar biasa !

Lain lagi ceritanya, ketika saya memberikan kuliah penutup disebuah acara yang dihadiri oleh sejumlah bankers. Seperti biasa, diakhir acara, ada yang ’ngacung’ bertanya. Isinya, ia mengatakan bahwa ia minta saya mencontohkan aplikasi materi saya di perbankan. Kebetulan yang ditanyakan oleh-nya adalah masalah pelayanan. Ia tampak bingung bukan main, sepertinya ingin mencari ide-ide baru untuk pelayanan. Kadang ketika kita sudah melakukan hampir semua trik pelayanan yang dilakukan kompetitor, kita seringkali kehilangan ide. Bak sumur yang kering dimusim kemarau. Mestinya tidak demikian, imajinasi itu tidak ada batasnya.

Saya punya satu studi kasus yang unik. Tentang pelayanan di hotel. Kalau anda ’check-in’ di hotel, kegiataan yang menyebalkan adalah antri didepan counter reception untuk ’check-in’. Kadang kala biarpun ini kegiataan sepele, bisa makan waktu yang sangat lama. Di hotel Four Seasons di Singapura, mereka membuat terobosan unik, yaitu ’pra-check in’. Ini kan jaman pra bayar ! Jadi kalau anda sudah pernah menginap di Four Seasons Singapura, dan data anda sudah terekam, ketika anda kembali menginap, biasanya oleh mereka anda sudah di buat ’pra-check in’. Cepat dan praktis. Tetapi mereka membuat saya lebih kagum lagi. Yaitu kalau anda sudah menjadi ’regular’ dan sering menginap disana, mereka mampu membuat terobosan satu tingkat lebih maju. Biasanya bukan saja anda tidak usah ’check in’, tapi kunci kamar anda sudah disediakan didepan concierge. Jadi ketika anda tiba, dan turun dari taxi, sang porter menurunkan koper anda dan langsung memberikan kunci anda. Sehingga anda bisa langsung menuju kamar. Jelas sudah, selama anda mampu berimajinasi, tidak akan pernah ada batasnya.

Tapi di hotel Sheraton Grande Sukhumvit, Bangkok, mereka lebih imajinatif lagi. Saat anda tiba di-airport dan dijemput mobil limo dari hotel, maka anda bisa check in didalam mobil. Praktis dan sederhana. Tiba di hotel, anda dijemput staf hotel yang cantik dan ramah, dan langsung mengantar anda kekamar. Pelayanan ini, boleh terlihat sepele, tetapi imajinatif dan membuat anda seperti diperlakukan sangat VVIP.

Saya ingat sebuah pribahasa Jepang, bunyinya kira-kira demikian : ”Selama kita masih mau berpikir. Tidak ada yang tidak mungkin ditembus oleh imajinasi” Kadang kita berpikir ”aduh ! .... harus bikin apa lagi nih ?” Rasanya imajinasi telah terkuras habis. Tutur Mpu Peniti, asalkan kita mau melamun, imajinasi akan datang. Jadi rajin-rajinlah melamun. Dan jangan berkeras hati, bahwa jasa beda dengan consumer product. Atau sebaliknya. Filosofisnya akan tetap sama. Anda cuma perlu mencari sumbernya. Sisanya gunakan pengalaman kita disekolah dulu. Menggunakan teori ’sama dan sebangun’. Pasti akan ketemu terobosan baru yang anda cari.